BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
Banyak sekali teori- teori belajar dan salah satu yang
banyak mengundang perhatian adalah Teori belajar behavioristik. Pengertian dari
teori belajar behavioristik adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Teori ini lalu berkembang menjadi aliran psikologi belajar
yang berpengaruh terhadap arah pengembangan teori dan praktik pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran behavioristik. Aliran ini
menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.
Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus-responnya, mendudukkan orang
yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan
menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan
semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila
dikenai hukuman.
Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon (Slavin, 2000:143). Seseorang dianggap telah
belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori
ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output
yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada
pebelajar, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan pebelajar terhadap
stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus
dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan
tidak dapat diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon, oleh karena
itu apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh pebelajar (respon)
harus dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab
pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya
perubahan tingkah laku tersebut.
Azas belajar Guthrie yang utama adalah hukum kontiguiti.
Yaitu gabungan stimulus-stimulus yang disertai suatu gerakan, pada waktu timbul
kembali cenderung akan diikuti oleh gerakan yang sama (Bell, Gredler, 1991). Guthrie
juga menggunakan variabel hubungan stimulus dan respon untuk menjelaskan
terjadinya proses belajar. Belajar terjadi karena gerakan terakhir yang
dilakukan mengubah situasi stimulus sedangkan tidak ada respon lain yang dapat
terjadi. Penguatan sekedar hanya melindungi hasil belajar yang baru agar tidak
hilang dengan jalan mencegah perolehan respon yang baru. Hubungan antara
stimulus dan respon bersifat sementara, oleh karena dalam kegiatan belajar peserta didik perlu sesering mungkin diberi stimulus agar hubungan
stimulus dan respon bersifat lebih kuat dan menetap. Guthrie juga percaya bahwa
hukuman (punishment) memegang peranan penting dalam proses belajar.
Hukuman yang diberikan pada saat yang tepat akan mampu mengubah tingkah laku
seseorang.
Saran utama dari teori ini adalah guru harus dapat
mengasosiasi stimulus respon secara tepat. Pebelajar harus dibimbing melakukan
apa yang harus dipelajari. Dalam mengelola kelas guru tidak boleh memberikan
tugas yang mungkin diabaikan oleh anak (Bell, Gredler, 1991).
B.
Rumusan Masalah
1. Apa itu konsep belajar Edwin Ray Guthrie?
2. Apa saja pengembangan dari teori belajar Edwin Ray Guthrie?
3. Teori belajar behaviorisme dan bagaimana
penerapannya dalam pengajaran dan pembelajaran?
C.
Tujuan
1. Memaparkan sejarah
riwayat hidup seorang Edwin Ray Guthrie
2. Memahami konsep dan teori belajar Edwin Ray Guthrie
3. Mengetahui sumbangan
konsep teori belajar dari ER.Guthrie dalam kehidupan/kebiasaan.
4.
Mengetahui konsep teori belajar ER.
Guthrie dalam pengajaran dan pembelajaran.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Riwayat Edwin Ray Guthrie
Guthrie
lahir pada 1886 dan meninggal pada 1959. Dia adalah professor psikologi di
university of Washington dari 1914 dan pensiun pada 1956. Karya dasarnya adalah
The Psycholoy of Learning, yang dipublikasikan pada 1935 dan direvisi
pada 1952. Gaya Tulisanya mudah diikuti, penuh humor, dan banyak menggunakan
banyak kisah untuk menunjukkan contoh ide-idenya. Tidak ada istilah teknis atau
persamaan matematika, dan dia sangat yakin bahwa teorinya atau teori ilmiah apa
saja harus dikemukakan dengan cara yang dapat dipahami oleh mahasiswa baru. Dia
sangat menekankan pada aplikasi praktis dari gagasanya dan dalam hal ini mirip
dengan Thorndike dan Skinner. Dia sebenarnya bukan eksperimentalis meskipun
jelas dia punya pandangan dan orientasi dan eksperimental. Bersama dengan
Horton, dia hanya melakukan satu percobaan yang terkait dengan teori
belajarnya, dan kita aakan mendiskusikan percobaan ini. Tetapi dia jelas
seorang Behavioris. Dia bahkan menggangap teoritisi seperti Thorndine,
Skinner,Hull,Pavlov dan Watson masih sangat subyektif dan dengan menerapkan
hukum Parsimoni secara hati-hati akan dimungkinkan untuk menjelaskan semua
fenomena belajar dengan menggunakan satu prinsip. Seperti yang akan kita
diskusikan di bawah satu prinsip ini adalah: Hukum asosiasi aristoteles karena
alasan inilah kami menepatkan teori behavioristik Guthrie dalam paradigma
asosiasionistik.
B.
Konsep Teoritis Utama
1.
Pandangan Guthrie Tentang Hukum Belajar
Hukum
belajar yang dikemukakan oleh Guthrie adalah hukum kontiguitas (law of
contiguity). Maksudnya adalah : “ kombinasi stimuli yang mengiringi gerakan
akan cenderung diikuti oleh gerakan itu jika kejadiaannya berulang”. Jadi, jika
pada situasi tertentu kita melakukan sesuatu, maka pada waktu lain dan
situasinya sama kita akan cenderung melakukan hal yang sama juga.
Hukum
tersebut diusulkan oleh Guthrie karena menganggap kaidah yang dikemukakan oleh
Thorndike dan Pavlov terlalu rumit dan berlebihan. Thorndike mengemukakan
bahwa, jika respons menemukan kondisi yang memuaskan maka koneksi S-R akan
menguat. Disisi lain Pavlov mengemukakan dengan hukum belajarnya dengan model
kondisional berupa CR-CS-US-UR. Unsur- unsur itulah yang dianggap oleh guthrie
berlebihan.
Pada
publikasi terahirnya sebelum meninggal, Guthrie sempat merevisi hukum
kontiguitasnya menjadi, “apa- apa yang dilihat akan menjadi sinyal terhadap
apa- apa yang dilakukan”. Alasannya karena terdapat berbagai macam stimuli yang
dihadapi oleh organisme pada satu waktu tertentu dan organisme tidak mungkin
membentuk asosiasi dengan semua stimuli itu. Organisme hanya akan memproses
secara efektif pada sebagian kecil dari stimuli yang dihadapinya, dan
selanjutnya proporsi inilah yang akan diasosiasikan dengan respons.
2.
Stimuli yang Dihasilkan oleh Gerakan
Meskipun
Guthrie menekankan keyakinannya pada hukum kontiguitas di sepanjang karirnya,
dia menganggap akan keliru jika kita menganggap asosiasi yang dipelajari
sebagai hanya asosiasi antara stimuli lingkungan dengan prilaku nyata.
Misalnya, kejadian di lingkungan dan responsnya terkadang dipisahkan oleh satu
interval waktu, dan karenanya sulit untuk menganggap keduanya sebagai kejadian
yang bersamaan.
Guthrie
selanjutnya mengatasi problem tersebut dengan mengemukakan adanya movement-product stimuli (stimuli yang
dihasilkan oleh gerakan), yakni disebabkan oleh gerakan tubuh. Contohnya,
ketika mendengar telepon berdering kita berdiri dan berjalan mendekati pesawat
telepon. Sebelum kita sampai ke pesawat telepon, suara deringan tersebut sudah
tidak lagi bertindak sebagai stimulus. Kita tetap bergerak karena ada stimuli
dari gerakan kita sendiri menuju pesawat telepon.
3.
Mengapa Praktik latihan Meningkatkan Performa ?
Untuk
menjawab pertanyaan ini, Guthrie membedakan antara act (tindakan) dengan
movement (gerakan). Gerakan adalah kontraksi otot; tindakan terdiri dari
berbagai macam gerakan. Tindakan biasanya didefinisikan dalam kondisi apa- apa
yang dicapainya, yakni perubahan apa yang mereka lakukan dalam lingkungan.
Sebagai contoh tindakan, Guthrie menyebut misalnya mengetik surat, makan pagi,
dll.
Adapun
untuk belajar tindakan membutuhkan praktik latihan. Belajar bertindak, yang
berbeda dari gerakan, jelas membutuhkan praktik sebab ia mengharuskan gerakan
yang tepat telah diasosiasikan dengan petunjuknya. Bahkan menurut Guthrie,
tindakan sederhana seperti memegang raket membutuhkan beberapa gerakan berbeda
sesuai jarak dan arah posisi subjek itu. Untuk itulah diperlukan sebuah
latihan, karena dengan menguasai sebuah tindakan tidak menjamin pada saat
waktu, jarak, dan posisi yang berbeda tindakan itu masih dapat dilakukan.
4.
Sifat Penguatan
Apa yang
menggantikan kekuatan dalam teori Guthrie? Pada poin ini Gutrie menggunakan isu
yang dibahas Thorndike, ketika satu respons menimbulkan keadaan yang memuaskan,
maka selanjutnya terulangnya respons akan meningkat. Guthrie menganggap hukum
efek tidak dibutuhkan. Menurut Guthrie, reinformance (penguatan) hanyalah
aransemen mekanis, yang dianggap dapat dijelaskan dengan hukum belajaranya.
Gutrie
menganggap, penguatan mengubah kondisi yang menstimulasi, dan karenanya
mencegah terjadinya nonlearning. Misalnya, dalam kotak teka teki, hal yang
dilakukan hewan sebelum menerima satu penguat adalah menggerakkan satu tuas atau
menarik cincin, yang membuatanya bisa keluar dari kotak itu, dan seterusnya.
Oleh karena itulah, Guthrie dan Horton mengatakan, menurut pendapat mereka
tindakan yang dilakukan oleh kucing itu akan selalu sama, karena kucing itu
menganggap itulah caranya membebaskan diri dari kotak. Oleh karena itu, tidak
memungkinkan adanya respons baru yang dihubungkan dengan kotak tersebut.
5. Eksperimen
Guthrie-Horton
Guthrie & Horton
(19460 secara cermat mengamati sekitar 800an tindak melepaskan diri dari kotak teka-teki
yang dilakukan oleh kucing. Observasi ini dilaporkan dalam buku berjudul Cats
in a Puzzle Box. Kotak yang digunakan sama dengan kotak yang dipakai
Thorndike dalam percobaanya. Guthrie & Horton menggunakan banyak kucing
sebagai subjek percobaan, tetapi mereka melihat setiap kucing belajar keluar
dari kotak dengan cara sendiri-sendiri yang berbeda-beda. Respon khusus yang
dipelajari oleh hewan tertentu adalah respon yang dilakukan hewan sebelum ia
keluar kotak. Karena respon cenderung diulang lagi saat kucing diletakkan di
kotak di waktu yang lain, maka ini dinamakan perilaku stereotip.
Observasi ini
memperkuat pendapat Guthrie bahwa penguatan hanyalah aransemen mekanis yang
mencegah berhentinya proses belajar. Guthrie menyimpulkan bahwa setiap kejadian
yang diikuti dengan respon yang diinginkan dari hewan akan mengubah kondisi
yang menstimulasi dan oleh sebab itu mempertahankan respon di dalam kondisi
yang menstimulasi sebelumnya.
6. Lupa
Menurut
Guthrie, lupa disebabkan oleh munculnya respons alternatif dalam satu pola
stimulus. Setelah pola stimulus menghasilkan respons alternatif, pola stimulus
itu kemudian akan cenderung menghasilkan respons baru. Jadi menurut Guthrie,
lupa pasti melibatkan proses belajar baru. Ini adalah bentuk retroactive inhibition
(hambatan retroaktif) yang ekstrem, yakni fakta bahwa proses belajar lama
diintervensi oleh proses belajar baru.
Untuk
menunjukkan hambatan retroaktif, contohnya sebagai berikut: Seseorang yang
belajar tugas A dan kemudian belajar tugas B lalu diuji untuk tugas A. satu
orang lainnya belajar tugas A, tetapi tidak belajar tugas B, dan kemudian diuji
pada tugas A. secara umum akan ditemukan bahwa orang pertama mengingat tugas A
lebih sedikit ketimbang orang kedua. Jadi, tampak bahwa mempelajari hal baru (tugas
B) telah mencampuri retensi dari apa yang dipelajari sebelumnya (tugas A).
Guthrie menerima bentuk hambatan retroaktif ektrim ini.
Pendapatnya adalah bahwa setiap kali mempelajari hal yang baru, maka proses itu
akan menghambat sesuatu yang lama. Dengan kata lain, lupa disebabkan oleh
intervensi. Tak ada intervensi, maka lupa tidak akan terjadi.
C.
Penerapan Teori dalam Memutuskan Kebiasaan
Kebiasaan adalah respon yang
diasosiasikan dengan sejumlah besar stimulus. Semakin banyak stimuli yang menimbulkan
respon, semakin kuat kebiasaan. Untuk memutus kebiasaan aturannya selalu sama,
yaitu cari petunjuk yang memicu kebiasaan buruk dan lakukan respon lain saat
petunjuk itu muncul. Berikut ini metode-metode yang dinyatakan oleh Guthrie:
·
Metode Ambang:
dengan memperkenalkan stimulus lemah yang tidak menimbulkan respon dan kemudian
pelan-pelan menaikkan intensitas stimulus itu, tetapi selalu berhati-hati agar
ia tetap berada di bawah “ambang batas” respon. Contoh memasang pelana kuda:
mulai dengan selimut yang ringan, kemudian yang lebih berat, baru kemudian
pelana kuda.
·
Metode
Kelelahan: dengan mendorong stimulus secara terus menerus sampai respon yang
diberikan berhenti atau tidak ada respon lagi. Contoh penjinakan dimana pelana
dilempar ke punggung kuda kemudian penunggangnya menaikinya dan berusaha
mengendarai kuda itu sampai kuda itu menyerah.
·
Metode Respon
yang Tidak Sesuai: stimuli untuk respon yang tidak diinginkan disajikan bersama
stimuli lain yang menghasilkan respon yang tidak sesuai dengan respon yang
tidak diinginkan tersebut. Contoh seorang anak mendapat hadiah boneka panda
namun reaksi pertamanya takut dan menghindar. Sebaliknya ibu si anak memberikan
rasa kehangatan dan kenyamanan pada diri si anak. Dengan menggunakan metode
respon yang tak kompatibel anda akan memasangkan ibu dan boneka panda
diharapakkan ibu akan menjadi setimulus dominan. Jika ibu menjadi stimulus
dominan, reaksi anak terhadap kombinasi ibu-boneka itu akan berupa relaksasi. Setelah
reaksi relaksai muncul ketika ada boneka panda, maka boneka itu dapat
dihadirkan sendirian dan akan muncul relaksasi dalam diri anak.
1.
Membelokkan
Kebiasaan
Ada
perbedaan antara memutus kebiasaan dengan membelokkan kebiasaan. Membelokkan
kebiasaan dilakukan dengan menghindari petujnjuk yang menimbulkan perilaku yang
tak diinginkan. Jika anda mengumpulkan sejumlah besar pola perilaku tak efektif
atau menyebabkan kecemasan, hal terbaik yang bisa dilakukan adalah meningkatkan
situasi itu. Guthrie menyarankan agar anda pergi kesuatu lingkungan baru yang
memberi anda kesegaran baru karena anda tidak punya banyak asosiasi dengan
lingkungan baru itu. Pergi kelingkungan baru akan membuat anda legah dan bisa
mengembangkan pola perilaku yang baru. Tetapi ini hanyalah pelarian parsial
karena banyak stimuli yang menyebabkan perilaku yang tak diinginkan adalah
stimuli internal anda, dan anda karenanya akan membawa stimuli itu ke
lingkungan yang baru. Juga stimuli dalam lingkungan baru yang identik atau
mirip dengan stimuli di lingkungan lama akan cenderung menimbulkan respon yang
sebelumnya di kaitkan dengannya.
2.
Hukuman
Guthrie
mengatakan efektivitas punishment (hukuman) ditentukan oleh apa penyebab
tindakan yang dilakukan oleh organisme yang dihukum itu. Hukuman bekerja baik
bukan karena rasa sakit yang dialami oleh individu terhukum, tetapi karena
hukuman mengubah cara individu merespons stimuli tertentu. Hukuman akan efektif
jika menghasilkan respons baru terhadap stimuli yang sama.
Hukuman
berhasil mengubah perilaku yang tidak diinginkan karena hukuman menimbulkan
perilaku yang tidak kompitabel dengan perilaku yang dihukum. Hukuman akan gagal
jika perilaku yang disebabkan oleh hukuman selaras dengan perilaku yang
dihukum. Misalnya, anda punya seekor anjing yang suka mengejar-ngejar mobil dan
anda ingin menghentikan kebiasaannya. Gutrie menyarankan, anda mengendarai
mobil dan biarkan anjing mengejarnya. Saat anjing berlari disisi mobil pelankan
kendaraan anda dan tamparlah moncong si anjing. Maka anjing akan melompat
kebelakang. Tapi kalau anda menampar pantatnya maka anjing itu akan berlari
lebih kencang kedepan. Contoh lain seorang gadis berumur 10 tahun yang
melemparkan topi dan jaketnya ke lantai setiap kali dia pulang ke rumah. Setiap
kali melakukannya si ibu akan mengomelinya dan menyuruhnya menggantungkan baju
dan jaket ke tempat gantungan. Tetapi kelakuannya terus berlanjut sampai
seorang ibu menduga bahwa anaknya menunggu dahulu omelanya (yakni omelannya
menjadi petunjuk) untuk menggantungkan baju dan jaketnya. Setelah menyadari
ini, setiap kali si anak melempar baju dan jaketnya ke lantai ibu menyuruh si
anak mengambilnya lagi dan menyuruhnya keluar rumah. Nah, setelah dia masuk
kembali si ibu memerintahkannya segera menggatungkan baju dan jaketnya begiru
dia masuk rumah.
3.
Dorongan
Drives
(dorongan) fisiologis merupkan apa yang oleh Guthrie disebut maintaining
stimuli (stimuli yang mempertahankan) yang menjaga organisme tetap aktif
sampai tujuan tercapai. Misalnya, rasa lapar menghasilkan stimuli internal yang
terus ada sampai makanan dikonsumsi. Ketika makan diperoleh, maintaining stimuli akan hilang, dan
karenanya kondisi yang menstimulasi telah berubah, dan karenanya mempertahankan
respon terhadap makanan. Tetapi perlu ditekankan bahwa dorongan fisiologi ini
hanya salah satu dari sumber stimuli yang mempertahankan. Setiap sumber stimuli
yang terus berlangsung baik itu eksternal atau internal, menghasilkan stimuli
yang mempertahankan.
Disini
Guthrie kembali menjelaskan bahwa kebiasaan menggunakan alkohol dan narkoba
dengan cara serupa. Misalnya, seorang merasakan ketegangan atau gelisah. Dalam
kasus ini ketegangan dan kegelisahan itulah yang menjadi maintaining stimuli. Karenanya, ketika di lain waktu orang merasa
tegang dan gelisah, dia akan cenderung minum lagi. Secara bertahap dorongan
untuk memakai narkoba atau minuman keras akan muncul diberbagai situasi dan
berubah menjadi kecanduan.
4.
Niat
Respons
yang dikondisikan ke maintaining stimuli
dinamakan intentions (niat). Respons tersebut dinamakan niat karena maintaining
stimuli dari dorongan biasanya berlangsung selama periode waktu tertentu
(sampai dorongan berkurang).
Gambarannya,
ketika seseorang lapar dan ada roti di dalam kantor, dia akan memakannya.
Tetapi jika dia lupa membawa bekal makan siang, dia akan berdiri dari kursi,
mengenakan jaket, mencari restoran, dsb. Perilaku yang dipicu oleh maintaining stimuli inilah yang tampak
purposive atau intensional (diniatkan).
5.
Transfer
Training
Gutrhrie
dalam hal ini kurang terlalu berharap. Karena pada dasarnya seseorang akan
menunjukkan respons yang sesuai dengan stimuli jika pada kondisi yang sama.
Guthrie selalu mengatakan pada mahasiswa universitasnya, jika anda ingin
mendapat manfaat terbesar dari studi anda, anda harus berlatih dalam situasi yang
persis sama-dalam kursi yang sama-di mana anda akan diuji. Jika anda belajar
sesuatu di kamar, tidak ada jaminan pengetahuan yang diperoleh disitu akan
ditransfer ke kelas.
Saran
Guthrie adalah selalu mempraktikkan perilaku yang persis sama yang akan diminta
kita lakukan nanti,selain itu, kita harus melatihnya dalam kondisi yang persis
sama dengan kondisi ketika nanti kita diuji. Gagasan mengenai pemahaman,
wawasan dan pemikiran hanya sedikit, atau tidak ada maknanya bagi Guthrie.
Satu-satunya hukum belajar adalah hukum kontiguitas, yang menyatakan bahwa
ketika dua kejadian terjadi bersamaan, keduanya akan dipelajari.
D.
Pendapat dan Penerapan Teori Belajar
Behaviorisme Guthrie dalam Pendidikan
Seperti halnya Thorndike, Guthrie menyarankan proses
pendidikan dimulai dengan menyatakan tujuan, yakni menyatakan respons apa yang
harus dibuat untuk stimuli. Dia menyarankan lingkungan belajar yang akan
memunculkan respons yang diinginkan bersama dengan adanya stimuli yang akan
diletakkan padanya. Jadi motivasi dianggap tidak terlalu penting, yang
diperlukan adalah siswa mesti merespons dengan tepat dalam kehadiran stimuli
tertentu.
Latihan (praktik) adalah penting karena ia menimbulkan lebih
banyak stimuli untuk menghasilkan perilaku yang diinginkan.karena setiap
pengalaman adalah unik, seseorang harus “belajar ulang” berkali-kali. Guthtrie
mengatakan bahwa belajar 2 ditambah 2 di papan tulis tidak menjamin siswa bisa
2 ditambah 2 ketika dibangku. Karena memungkinkan siswa akan belajar meletakkan
respons pada setiap stimuli (di dalam atau di luar kelas).
Mengasosiasikan rangsangan dan respons secara tepat
merupakan inti dari teori belajar yang dibangun oleh Guthrie. Untuk penerapan
teori ini dalam proses belajar mengajar di kelas. Guthrie memberikan beberapa
saran bagi guru :
1. Guru harus dapat mengarahkan
performa siswa akan menjadi apa ketika mempelajari sesuatu. Dengan kata lain,
apakah stimuli yang ada dalam buku atau pelajaran yang menyebabkan siswa
melakukan belajar.
2. Oleh karena itu, jika siswa mencatat
atau membaca buku secara sederhana mereka dapat mengingat lebih banyak
informasi. Maka dalam hal ini buku akan menjadi stimuli yang dapat digunakan
sebagai perangsang untuk menghafal pelajaran.
3. Dalam mengelola kelas, guru
dianjurkan untuk tidak memberikan perintah yang secara langsung akan
menyebabkan siswa menjadi tidak taat terhadap peraturan kelas. Misalnya
permintaan guru agar siswa tenang jika diikuti oleh kegaduhan dalam kelas akan
menjadi tanda (memunculkan stimuli) bagi munculnya perilaku distruptif
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Hukum belajar yang dikemukakan oleh Guthrie adalah hukum
kontiguitas (law of contiguity). Gutrie menganggap, penguatan mengubah kondisi
yang menstimulasi, dan karenanya mencegah terjadinya nonlearning. Hukuman
berhasil mengubah perilaku yang tidak diinginkan karena hukuman menimbulkan
perilaku yang tidak kompitabel dengan perilaku yang dihukum. Hukuman akan gagal
jika perilaku yang disebabkan oleh hukuman selaras dengan perilaku yang
dihukum. Seperti halnya Thorndike, Guthrie menyarankan proses pendidikan dimulai
dengan menyatakan tujuan, yakni menyatakan respons apa yang harus dibuat untuk
stimuli. Dia menyarankan lingkungan belajar yang akan memunculkan respons yang
diinginkan bersama dengan adanya stimuli yang akan diletakkan padanya. Jadi
motivasi dianggap tidak terlalu penting, yang diperlukan adalah siswa mesti
merespons dengan tepat dalam kehadiran stimuli tertentu.
DAFTAR PUSTAKA
Hargenhahn,
B. R dan Olson, Matthew H. (2008). Theories of Learning,
Edisi Ketujuh Jakarta. Kencana Media
Group.