Sponsor

Sunday 22 December 2013

TEORI JEAN PIAGET DAN IMPLIKASINYA DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI


BAB I
PENDAHULUAN

      A  .    Latar Belakang

Kualitas dan kemajuan suatu Bangsa tidak terlepas dari peran kondisi pendidikan yang ada. “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat (wikipedia). Negara-negara yang maju sangat ditopang oleh kondisi dan pengelolaan pendidikan yang baik dan berkualitas. Kualitas pendidikan sangat menentukan kondisi suatu bangsa dan negara, karena berdasarkan pendidikan segala sesuatu dapat dicapai, dikelola, dan dilakukan. Kualitas suatu pendidikan dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya sarana dan prasarana, SDM pembelajar, SDM pendidik, managemen dan sistem pendidikan, dan yang tak kalah penting adalah proses pembejaran yang dilakukan.
Proses belajar pada hakikatnya merupakan kegiatan mental yang tidak dapat dilihat. Proses perubahan yang terjadi dalam diri seseorang yang belajar tidak dapat disaksikan. Perubahan hanya dapat dilihat dari adanya gejala-gejala perubahan perilaku yang tampak. Teori pembelajaran edisi VII (2008:2), “Belajar diukur berdasarkan perubahan dalam perilaku. Salah satunya pada pendidikan jasmani, hasil dari belajar paratik khususnya diterjemahkan dalam perilaku atau tindakan yang dapat diamati”.
Pendidikan jasmani merupakan bentuk pendidikan yang memberikan perhatian pada pengajaran pengetahuan, sikap, dan pembelajaran motorik (gerak). Pembelajaran motorik adalah suatu upaya pembelajaran yang berbasis pada dimensi gerak. Hampir semua proses pembelajaran yang dilakukan manusia melibatkan unsur gerak. Seperti pendidikan yang lain, dalam pendidikan jasmanipun proses belajar terjadi di dalamnya. Umumnya proses belajar gerak yang tejadi dalam pendidikan jasmani dipengaruhi oleh struktur kognitif yang menciptakan lingkungan fisik (jasmani).
Berkaitan dengan struktur kognitif, teori pembejaran adalah landasan untuk dapat menganalisis dan mengarahkan suatu proses pembelajaran yang dilakukan. Teori belajar memiliki warisan yang kaya dan beragam. Sebagai akibat dari warisan ini, banyak sudut pandang tentang proses belajar yang bermunculan. Sudut pandang yang dianut oleh sejumlah ilmuan disebut sebagai paradigma. Dan salah satunya adalah paradigma kognitif, yaitu menekankan sifat kognitif dalam belajar.
Jean Piaget adalah salah seorang teoritis pembelajaran yang menganut paradigma kognitif. Menurut Piaget saat struktur kognitif makin meluas, lingkungan fisik menjadi terartikulasikan dengan baik. Demikian pula, jika sesuatu sangat jauh dari struktur kognitif organisme sehingga tidak dapat diakomodasikan, tidak akan terjadi belajar. Tetapi jika sesuatu sudah dipahami dengan sempurna prose belajar-pun tidak akan menghasilkan apa – apa. Oleh karena itu agar belajar optimal terjadi, informasi harus disajikan sedemikian rupa sehingga dapat diasimilasikan ke dalam struktur kognitif.  Menurut Piaget, kegagalan penegtahuan sebelumya untutk mengasimilasikan suatu pengalaman akan menyebabkan akomodasi atau proses belajar baru. Pengalaman harus cukup menantang, agar memicu pertumbuhan kognitif.
Terkait dengan teori Jean Piaget yang berperan dalam dunia pendidikan, tentunya ingin diketahui keterkaitan teori Jean Piaget dalam pendidikan jasmani agar dapat berjalan efektif dan efisien agar dalam usaha mencapai tujuan proses belajar dapat sesuai dengan tujuan pendidikan sehingga mampu menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas.
      B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimpeserta didikah teori belajar menurut Jean Piaget?
2.      Bagaimpeserta didikah implikasi teori belajar menurut Jean Piaget terhadap pendidikan Jasmani ?
      C.    Tujuan
1.      Untuk menegtahui teori belajar menurut Jean Piaget
2.      Untuk mengetaui implikasi teori belajar menurut Jean Piaget terhadap pendidikan Jasmani





BAB II
PEMBAHASAN

A.    TEORI BELAJAR KOGNITIF
Teori belajar memiliki warisan yang kaya dan beragam. Sebagai akibat dari warisan ini, banyak sudut pandang tentang proses belajar yang bermunculan. Sudut pandang yang dianut oleh sejumlah ilmuan disebut sebagai paradigma. Adapun beberapa sudut pandang yang dapat diidentifikasi ke dalam teori belajar antara lain:     1) Fungsionalistik, 2) Asosiasinistik, 3) Kognitif, 4) Neurofisiologis, 5) Evolusioner. Paradigma fungsionalistik menekankan hubungan antara belajar dengan penyesuaian diri dengan lingkungan. Paradigma asosiasionistik mempelajari proses belajar dalam term hokum asosiasi. Paradigma kognitif menekankan sifat kognitif dalam belajar. Paradigma neurofisiologis mengisolasi korelasi neurofisiologis dari hal-hal seperti belajar, persepsi, pemikira, dan kecerdasan. Paradigma evolusioner menekankan pada sejarah evolusi proses belajar orgaisme.
Paradigma-paradigma yang berkembang harus dlihat sebagai kategori kasar karena sulit untuk menemukan teori belajar yang sesuai persis dengan dengan salah satu dari kategori itu. Ketika meletakkan satu teori dalam paradigma tertentu berdasarkan penekanan utama, maka aspek-aspek tertentu dari paradigma lain dapat ditemukan. Sebagai contoh, teori Tolman sulit dikategorisasikan karena mengandung elemen fungsionalistik dan kognitif. Teori Piaget banyak dipengaruhi oleh teori Darwin namun banyak kesamaan dengan teori dalam paradigma fungsionalistik. Teori Hull dimasukkan dalam paradigma fungsionalis, namun teori ini banyak didasarkan pada gagasan asosiasinistik. Dengan pertimbangan tersebut, teori belajar utama dapat dikategorikan sebagai berikut: 1.) Paradigma fungsionalistik (Teori Thorndike, Teori Skinner, Teori Hull), 2.) Paradigma asosiasinistik (Teori Pavlov, Teori Guthrie, Teori Estes), 3.) Paradigma kognitif (Teori Gestalt, Teori Piaget, Teori Tolman, Teori Bandura), 4.) Paradigma neurofisiologis (Teori Hebb), 5.) Paradigma evolusioner (Teori Bolles).
Pendekatan kognitif menekankan pada proses mental. Informasi yang diterima, diproses melalui pemilihan, perbandingan dan penyatuan dengan informasi lain yang ada dalam ingatan. Penyatuan informasi ini kemudian akan diubah dan disusun kembali. Otak kita akan memproses secara aktif informasi yang diterima dan menukar informasi kepada bentuk atau kategori baru. salah seorang yang menganut paradigma kognitif yang seperti Jean Piaget menerangkan Asimilasi Akomodasi Equilibrium/dis Pikiran manusia mempunyai struktur yang disebut skema atau skemata (jamak yang sering disebut dengan struktur kognitif. Dengan menggunakan skema itu seseorang mengadaptasi dan mengkoordinasi lingkungannya sehingga terben skema yang baru, yaitu melalui proses asimilasi dan akomodasi.
Perkembangan kognitif sebagian besar ditentukan oleh manipulasi dan interaksi aktif peserta didik dengan lingkungan. Pengetahuan datang dari tindakan. Piaget yakin bahwa pengalaman-pengalaman fisik dan manipulasi lingkungan penting bagi terjadinya perubahan perkembangan. Sementara itu bahwa interaksi sosial dengan teman sebaya, khususnya berargumentasi dan berdiskusi membantu memperjelas pemikiran yang pada akhirnya memuat pemikiran itu menjadi lebih logis (Nur, 1998). Piaget mengembangkan teori kognitif dengan menggunakan standar pertanyaan sebagai titik awal, mencoba mengikuti jalan pikiran peserta didik – peserta didik melalui training dan membuat pertanyaan lebih fleksibel. Jawaban dan komentar peserta didik – peserta didik yang spontan memberikan tanda untuk memahami jalan pikiran mereka. Bukan jawaban “benar” atau “salah” nya, tetapi bentuk logita dan alasan yang digunakan peserta didik – peserta didik dalam berkomentar itulah yang menjadi perhatian khusus oleh Piaget. Piaget menyimpulkan bahwa perkembangan intelektual adalah hasil interaksi antara faktor bawaan sejak lahir dengan lingkungan di mana peserta didik – peserta didik itu berkembang.

B.     KONSEP TEORI JEAN PIAGET
Jean Piaget lahir di Neuchatel, Swiss pada 9 Agustus 1896. Perjalanan Piaget berawal dari ketertarikkannya pada biologi, dan ketika dia berusia 11 tahun dirinya memublikasikan artikel tentang burung pipit albino. Dan usia antara 15-18 tahun, Piaget memublikasikan sejumlah artikel tentang kerang. Saat remaja, ketika itu Piaget sedang berlibur dengan walinya, dan disinilah Piaget mulai tertarik pada filsafat. Minat Piaget pada biologi dan filsafat terus berlanjut di sepanjang hayatnya dan nampak jelas pada semua tulisan teorinya. Tanpa pernah mengikuti kuliah tentang psikologi, dengan mempelajari tiga anaknya sendiri melakukan observasi yang cermat atas perkembangan yang terjadi pada ke-tiga anaknya tersebut. Dan akhirnya Piaget berhasil membuat karya pertamanya tentang Psikologi perkembangan.

Jean Piaget menentang tentang pendefisian intelligence dalam jumlah item yang dijawab dengan benar dalam tes intelegensi, sewaktu bekerja di Laboratorium Binet. Menurut Piaget tindakan yang cerdas adalah tindakan yang menimbulkan kondisi yang mendekati kelangsungan hidup organisme yang optimal. Sebuah tindakan yang cerdas selalu cenderung menciptakan kondisi yanng optimal untuk survive di dalam situasi yang sedang dialami. Intelegensi merupakan ciri bawaan yang dinamis sebab tindakan yang cerdas akan berubah saat organisme itu makin matang secara biologis dan mendapat pengalaman. 
Ada 4 macam istilah yang menjadi ciri pada proses belajar pada teori Jean Piaget :
1.      Skemata atau Skema, yaitu potensi umum  untuk bertindak atau satu kelompok perilaku dengan cara tertentu. Skemata yang tersedia pada organisme pada waktu tertentu dinamakan struktur kognitif. Contoh Skemata adalah skema memegang.
2.      Asimilasi dan Akomodasi, yaitu asimilasi adalah proses merespon lingkungan sesuai dengan struktur kognitif yang ada. Akomodasi adalah proses memodifikasi struktur kognitif. Dengan kata lain asimilasi adalah proses pengenalan atau mengetahui dan akomodasi adalah menghasilkan modifikasi struktur kognitif. Jadi dapat dikatakan bahwa kita merespon dunia berdasarkan pengalaman kita sebelumnya (Asimilasi) dan akomodasi proses memodofikasi/proses belajar atas kejadian atau pengalaman – pengalaman kita yang berbeda.
3.      Ekulibrasi, adalah penyeimbang atau mengorganisasikan pengalaman agar mendapatkan adaptasi yang maksimal. Secara bertahap, malalui proses penyesuaian ini informasi yang tak dapat di asimilasi, pada akhirnya dapat di asimilasi. Mekanisme asimilasi dan akomodasi, dan penggerak ekulibrasi akan menghasilkan pertumbuhan intelektual yang pelan tapi pasti.

Lingkungan Fisik
Text Box: belajar
Struktur Kognitif

Persepsi

Aasimilasi           Akomodasi

Gambar 1. Bagan Proses Mekanisme Perkembangan
Menurut teori Piaget, setiap individu pada saat tumbuh mulai dari bayi yang baru di lahirkan sampai mengijak usia dewasa mengalami empat tingkat perkembangan kognitif. Empat tingkat perkembangan kognitif itu adalah:
1)   Sensorimotor (usia 0 - 2 tahun)
Tahap sensori motor dicirikan oleh tidak ada bahasanya. Ciri pokok perkembangannya peserta didik mengalami dunia melalui gerak dan inderanya. Contonya, melihat, meraba, mendengar.
2)   Pra Operasional (usia 2 – 7 tahun)
Ciri pokok perkembangannya adalah penggunaan simbol/bahasa tanda dan konsep intuitif. Tahap ini dibagi menjadi dua, pra konseptual (2-4 tahun) dimana anak mulai membentuk konsep sederhana, contoh sapi adalah hewan besar berkaki empat, hewan itu besar dan berkaki empat oleh karena itu hewan itu adalah sapi. Yang kedua adalah tahap intuitif (4-7 tahun), hal ini dicirikan dengan kegagalan untuk mengembangkan konservasi, yaitu kemampuan untuk menyadari bahwa jumlah, panjang, atau luas akan tetap sama meski dalam bentuk berbeda.
3)   Operasional Kongkrit (usia 7 – 11 tahun)
Ciri utamanya adalah anak mulai berpikir secara logis, tentang kejadian – kejadian konkret. Pemikiran yang didasarkan pada aturan - aturan tertentu yang logis.
4)   Operasi Formal (usia 11-15 tahun hingga dewasa)
Ciri pokok perkembangannya anak mulai berpikir secara hipotesis, abstrak, dan logis. Dan proses berpikirnya tidak lagi tergantung hanya pada hal – hal yang langsung dan rill.
Jean Piaget menilai, bahwa anak – anak berusia sama dan dari kultur yang sama denderung memilik strutur kognitif yang sama, tetapi kemungkinan diantara mereka yang memiliki struktur kognitif yang berbeda, sehingga memerlukan materi yang berbeda pula.
                                                                                              
C.    PENDIDIKAN JASMANI
Dalam dunia pendidikan salah satu materi yang ada pada kurikulum adalah pendidikan Jasmani. Pendidikan jasmani pada dasarnya adalah bagian integral dari pendidikan secara keseluruhan. Pendidikan jasmani merupakan bentuk pendidikan yang memberikan perhatian pada pengajaran pengetahuan, sikap, dan pembelajaran motorik (gerak). Pendidikan jasmani adalah salah satu media pendorong
perkembangan keterampilan motorik, kemampun fisik, penegtahuan dan penalaran, penghayatan nilai- nilai (yang berimplikasi pada sikap, mental, emosional, spiritual dan sosial), dan untuk mengembangkan aspek kesehatan, kebugaran jasmani, serta keterampilan berpikir kritis.









Gambar 2. Bagan Konsep Dasar Pendidikan Jasmani (Adop By: Sudirman Husin)

Pendidikan jasmani mencakup ruang lingkup yang luas karena terkait langsung dengan karakteristik peserta didik dari berbagai usia. Menurut Heru Rahyubi (2012:357), “Karena begitu eratnya hubungan antara perkembangan fisik, dan keterampilan anak, ruang lingkup pendidikan jasmani dan olahraga yang ditawarkan di sekolah mestinya dikembangkan berdasarkan kebutuhan peserta didik”. Selanjutnya dikatakan “ penjaskes dan olahraga harus dirancang dan di olah sebaik – baiknya dan secermat – cermatnyadengan pertimbanganyang matang. Pertimbangan tersebut meliputi 1). Dasar – dasar pengembangan program, 2). Pola pertumbuhan dan perkemabangan peserta didik, 3). Motivasi peserta didik, dan 4). Kkarakteristik dan minat peserta didik. 

D.    IMPLIKASI TEORI JEAN PIAGET PADA PENDIDIKAN JASMANI
Pendapat Jean Piaget terhadap pendidikan adalah pengalaman pendidikan harus dibangun di seputar struktur kognitif pembelajar. Materi pendidikan harus disesuaikan dengan struktur kognitif peserta didik, karena kemampuan untuk mengasimilasi bervariai dari satu peserta didik dengan peserta didik yang lain sehingga pendidikan harus diindividualisasikan. Selain itu pendidikan membutuhkan pengalaman yang menantang bagi pembelajar sehingga proses asimilasi dan akomodasi dapat menghasilakan pertumbuhan intelektual. Agar pembelajaran terjadi, maka materi pelajaran perlu disusun dengan materi yang setengah  darinya diketahui dan separuhnya lagi tidak diketahui oleh peserta didik. Bagian yang diketahui akan diasimilasi oleh peserta didik, dan bagian yang baru akan mengharuskan peserta didik untuk membuat sedikit perubahan (modifikasi) dalam struktur kognitifnya. Perubahan dalam struktur kognitif tadi dapat dilihat sebagai akomodasi, yang dapat disamakan dengan belajar. Jadi bagi Piaget, pendidikan optimal meliputi pengalaman - pengalaman yang menantang dalam tingkat yang cukup, sehingga proses asimilasi dan akomodasi dapat memberikan pertumbuhan intelektual. Tindakan yang cerdas akan berubah saat organisme itu makin matang secara biologis dan mendapat pengalaman.  Untuk menciptakan jenis pengalaman demikian, pendidik harus mengetahui tingkat fungsi dan setiap struktur kognitif peserta didik. Dalam hal ini, dikaitkan dengan program pendidikan, Piaget menghendaki adanya program yang individualized.
Pendapat Piaget mengenai teori perkembangan kognitif yaitu bahwa peserta didik membangun sendiri pengetahuannya dari pengalamannya sendiri dengan lingkungan. Dalam pandangan Piaget, pengetahuan datang dari tindakan, perkembangan kognitif sebagian besar bergantung kepada seberapa jauh peserta didik aktif memanipulasi dan aktif berinteraksi dengan lingkungannya. Dalam hal ini  peran pendidik adalah sebagai fasilitator dan buku sebagai pemberi informasi.
Penerapan teori yang dikemukakan oleh Jean Piaget dalam pembelajaran penjas, terutama yang berkaitan dengan motorik peserta didik, pendidik harus menyadari bahwa kemampuan peserta didik dalam menguasai keterampilan lebih banyak ditentukan oleh tahapan kematangannya. Oleh karena itu pendidik perlu membagi-bagi tugas gerak yang harus dipelajari peserta didik disesuaikan dengan usia peserta didik, semakin tinggi usia peserta didik, semakin siap peserta didik itu mempelajari keterampilan yang cukup komplek. Dan pendidik harus mampu menuntun peserta didik untuk aktif dalam melakukan gerakan - gerakan olahraga sesuali dengan kemampuannya. Dengan demikian peserta didik mendapatkan banyak pengalaman dan mampu mengembangkan gerakannya sendiri sesuai dengan kemampuan untuk mengembangkan kebugaran jasmaninya.
Misalnya saja dalam melakukan shooting dalam permainan sepak bola untuk anak Sd kelas 4 dengan tahap Concrete Operation, peserta didik dapat mengembangkan tekniknya sendiri dengan sering mencoba, dengan berbagai manipulasi yang dilakukan. Pendidik dapat menggunakanan bola modifikasi atau memanipulasi jarak shooting nya, untuk menyesuaikan kemampuan dasar dan kesiapan fungsi organ tubuh anak seperti otot kaki anak. Apabila peserta didik dituntut melakukan shooting dengan punggung kaki, dan hasilnya ada peserta didik  yang menggunakan kaki bagian dalam, dan sebagainya, pendidik harus memaklumi keadaan ini, dan pendidik harus mengamati proses mengapa shooting yang seharusnya menggunakan punggung kaki, akan tetapi peserta didik menggunakan kaki bagian dalam, dst.
Kemampuan dan keterampilan motorik anak khususnya dalam pembelajaran Penjas, tidak terlepas dari tahapan – tahapan perkembangan anak yang di klasifikasikan oleh Piaget sendiri. Pendidik harus memahami, lingkungan, keterampilan dasar, dan kematangan sistem organ tubuh peserta didik dengan menyesuaikannya dengan tahapan – tahapan ini. Berdasarkan tingkat perkembangan kognitif Piaget ini, untuk peserta didik SLTP dengan rentang usia 11 – 15 tahun berada pada taraf perkembangan operasi formal. Pada usia ini yang perlu dipertimbangkan adalah aspek-aspek perkembangan remaja. Dimana remaja mengalami tahap transisi dari penggunaan operasi kongkrit kepenerapan operasi formal dalam bernalar. Remaja mulai menyadar keterbatasan-keterbatasan pemikiran mereka, dimana mereka mulai bergelut dengan konsep-konsep yang ada di luar pengalaman mereka sendiri. Peserta didik dirasa sudah siap dan mampu apabila dalam pembelajaran diberi pemberian masalah / problem yang lebih kompleks baik secara rill atau abstrak.
 Perhatian kepada cara berpikir atau proses mental peserta didik, tidak sekedar kepada hasilnya. 1) Pendidik harus memahami proses yang digunakan peserta didik sehingga sampai pada hasil tersebut. Pengalaman – pengalaman belajar yang sesuai dikembangkan dengan memperhatikan tahap fungsi kognitif dan jika pendidik penuh perhatian terhadap Pendekatan yang digunakan peserta didik untuk sampai pada kesimpulan tertentu, barulah dapat dikatakan pendidik berada dalam posisi memberikan pengalaman yang dimaksud, 2) Mengutamakan peran peserta didik dalam berinisiatif sendiri dan keterlibatan aktif dalam kegiatan belajar. Dalam kelas, Piaget menekankan bahwa pengajaran pengetahuan jadi ( ready made knowledge ) peserta didik didorong menentukan sendiri pengetahuan itu melalui interaksi spontan dengan lingkungan' 3) Memaklumi akan adanya perbedaan individual dalam hal kemajuan perkembangan. Teori Piaget mengasumsikan bahwa seluruh peserta didik tumbuh dan melewati urutan perkembangan yang sama, namun pertumbungan itu berlangsung pada kecepatan berbeda. Oleh karena itu pendidik harus melakukan upaya untuk mengatur aktivitas di dalam kelas yang terdiri dari individu – individu ke dalam bentuk kelompok – kelompok kecil peserta didik daripada aktivitas dalam bentuk klasikal, 4) Mengutamakan peran peserta didik untuk saling berinteraksi. Menurut Piaget, pertukaran gagasan – gagasan tidak dapat dihindari untuk perkembangan penalaran. Walaupun penalaran tidak dapat diajarkan secara langsung, perkembangannya dapat disimulasi.
Seperti yang telah disinggung di atas, bahwa perkembangan anak khususnya dalam pembelajaran Penjas, tidak terlepas dari tahapan – tahapan perkembangan yang di kemukakan Piaget. Oleh karena itu berikut akan di jelaskan contoh implementasi pembelajaran Penjas menggunakan teori Piaget berdasarkan urutan tahapan – tahapan perkembangan anak mulai dari usia sekolah
1)   Pra Operasional tahap Intuitif (4-7 Tahun)
Tahap intuitif (4-7 tahun) ini, dikhususkan untuk peserta didik Play Grup atau Taman Kanak – Kanak.  Hal ini dicirikan dengan kegagalan untuk mengembangkan konservasi, yaitu kemampuan untuk menyadari bahwa jumlah, panjang, atau luas akan tetap sama meski dalam bentuk berbeda. Apabila di transfef dalam pembelajaran Penjas Khususnya kemampuan motorik.
a.       Bahan / Materi
Pendidik harus mampu menciptakan permainan gerak yang tepat tujuan namun sesuai dan menyenangkan untuk peserta didik. Contoh dalam bermain melempar bola (bola yang digunakan adalah bola plastik), dengan belum menerapkan aturan – aturan yang tegas.
b.      Bahasa
Pendidik harus menggunakan bahasa yang halus dan lembut, sehingga anak merasa rileks dalam menerima materi yang kita sampaikan.
c.       Fungsi dan Kerja Organ Tubuh
Secara fungsi, organ tubuh pada usia ini, belum siap untuk menerima aktivitas fisik yang terlalu berat.
d.      Cara Berpikir
Cara berpikir yang belum ajeg, sehingga masih banyak kemungkinan kegagalan dalam mengoprasionalkan apa yang pendidik minta atau sampikan. Menuntut pendidik agar lebih memaklumi hasil dan menghargai proses. Sebelum melakukan permainan, kenalkan terlebih dahulu baik mengggunakan gambar atau secara langsung, beberapa jenis dan ukuran bola. Beri pengertian bahwa bola itu adalah bulat
e.       Lingkungan
Pembelajaran dengan lingkungan bermain yang menyenangkan, akan membuat anak lebih bersemangat dalam mengikuti pembelajaran. buatlah lingkup pembelajaran yang banyak permainan edukatif. Cari bola – bola plastik yang beragam warna nya yang akan digunakan dalam pembelajaran
f.       Peluang Peserta Didik
Berikan contoh permainan bola yang dimaksud kemudian biarkan anak – anak melakukan sesuai dengan kemampuan mereka.
2)   Operasional Kongkrit (usia 7 – 11 tahun)
Tahap operasi kongkrit ini  terjadi pada anak Sekolah Dasar. Ciri utamanya adalah peserta didik mulai berpikir secara logis, tentang kejadian – kejadian konkret. Pemikiran yang didasarkan pada aturan - aturan tertentu yang logis.
a.       Bahan / materi
Materi yang disiapkan, jenisnya harus berhadapan langsung dengan peserta didik (kongkret), dan sudah mulai diperkenalkan dengan aturan – aturan yang ada. Contohnya: materi bola kecil dengan permainan kasti.
b.      Bahasa
Gunakanlah bahasa yang halus, jelas dan mudah dipahami. Sikap pendidik yang penyayang masih sangat dibutuhkan pada usia ini, tetapi juga harus sedikit tegas apabila anak melakukan kesalahan.
c.       Fungsi dan Kerja Organ Tubuh
Usia 7-11 tahun, sudah mulai mampu untuk menerima aktifitas fisik tetapi dengan bobot yang sesuai. Hindari aktifitas beban atau pembelajaran yang terlalu berat. Karena perkembangan anak dapat terhambat apabila mengalami beban yang berat dan rutin. Akan tetapi anak mulai memliki perkembangan  kemampuan motorik. Dikatakan Heri Rahyubi (2012:356), ”Dalam perkembangan motorik dan keterampilan, anak – anak mengalami masa perkembangan motorik dan keterampilan dasar seperti keterampilan berpindah tempat (lokomotor), gerak statis di temapt (non lokomotor), dan gerak memakai anggota badan (manipulatif).


d.      Cara Berpikir
Pengenalan cara berpikir yang logis dengan kejadian yang ada dihadapannya, membuat peserta didik dituntut untuk mampu menganalisis masalah yang dihadapi. Khususnya dalam permainan kasti sebagai permulaan permainan bola kecil. Keterampilan gerak, contoh dalam gerak melempar dan memukul lemparan bola, dapat dilakukan dengan memanipulasi jarak lemparan dan tongkat pemukul. Dan mungkin bisa ditingkatakan tingkat kesulitannya pada kelas – kelas berikutnya selama peserta didik berada di bangku Sekolah Dasar.
e.       Lingkungan
Pendidik harus membantu peserta didik dalam berinterkasi. Terutamanya, pendidik harus mampu menganalisis pola sosial masing – masing individu peserta didik, agar peserta didik dapat mengikuti pembelajaran dengan baik dan  rileks.
f.       Peluang Peserta Didik
Peserta didik harus terlibat langsung dalam pembelajaran (kasti). Dan merasakan disemua posisi pemain. Baik sebagai regu pemain maupun regu penjaga.

3)   Operasi Formal (usia 11-15 tahun dan 15 tahun ke atas (dewasa))
Ciri pokok perkembangannya peserta didik mulai berpikir secara hipotesis, abstrak, dan logis. Dan proses berpikirnya tidak lagi tergantung hanya pada hal – hal yang langsung dan rill.
Ø  Usia 11-15 tahun, contohnya pada peserta didik yang berada di bangku SMP.
a.       Bahan / Materi
Peserta sudah mulai matang secara kognitif dan biologisnya, pendidik harus mulia menyiapkan materi yang cukup kompleks hanya masih harus di pilah – pilah dan dibagi ke dalam beberapa tahap, tetapi sudah diberikan aturan – aturan yang tegas. Contonya dalam pembelajaran Penjas pada materi renang.  Sebelum pertemuan di kolam renang, pendidik dapat memperkenalkan materi renang dengan menggunakan video, agar peserta didik dapat merekam ke dalam memori dan mengkira – kira gerakan yang akan dilakukan. Kemuadia  pada pertemuan pertama di kolam, di perkenalkan dahulu cara mengapung di air, kemudian tahap berikutnya mengatur pernafasan di dalam air, dan selanjutnya pada tahap kaki, tangan renang dan yang terakhir  pada koordinasi gerakan renang yang dikehendaki.
b.      Bahasa
Bahasa yang digunakan tegas dan jelas.
c.       Fungsi dan Kerja Organ Tubuh
Organ tubuh pada usia ini sedang berkembang- berkembangnya. Perubahan bentuk tubuh antara laki – laki dan perempuan sedang terjadi di usia ini. Pada usia ini juga dikenal dengan golden age apabila dikaitkan dengan prestasi anak.
d.      Cara Berpikir
Walaupun peserta didik ini sudah mampu berpikir secara analitis terhadap kejadian – kejadian rill maupun abstrak, namun cara berpikir mereka masih berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu pendidik harus mampu menuntun peserta didik untuk membuat peserta didik berpikir ke ranah tersebut. Dalam mencari solusi masih memerlukan bimbingan pendidik.
e.       Lingkungan
Keadaan lingkup pembelajaran yang menyenangkan tapi serius dapat membantu tercapainya tujuan pembelajaran.
f.       Peluang Peserta Didik
Seperti halnya pada tahap – tahap perkembangan sebelumnya yang menuntut keaktifan peserta didik, pada tahap ini persta didik juga di tuntut aktif terjun langsung pada pembelajaran.
Ø  Usia 15 hingga dewasa, terjadi pada peserta didik yang duduk di bangku SMA
a.       Bahan / materi
Materi yang disampaikan memiliki tantangan tersendiri untuk peserta didik. Dan ada kelanjutan dari materi sebelum – sebelumnya tetapi memiliki tingkat kesulitan yang lebih kompleks. Contohnya, pada saat duduk di bangku Sekolah Dasar peserta didik mendapatkan materi bola kecil seperti bermain kasti. Dan di bangku SMA ini, permainan bola kecil dapat di transferkan pada materi softball.





b.      Bahasa
Bahasa yang disampaikan tegas, lugas, dan sistematis.
c.       Fungsi Organ Tubuh
Pada pertumbuhan secara biologis, perkembangan dan fungsi organ tubuh berada dalam keadaan yang sudah matang, dan siap menerima aktivitas jasmani secara kompleks.
d.      Cara Berpikir
Cara berpikir hipotesis, abstrak, dan logis. Maksudnya mampu menghadapi suatu problem dengan analitis dan mencari solusi secara sistematis. Matang secara mental dan biologis, mempermudah mentransfer dan mengembangkan ilmu yang sudah ada sebelumnya. Pendidik hanya berfungsi sebagai fasilitator.
e.       Lingkungan
Pendidik mampu memberikan pembelajaran yang membelajarkan sehingga dapat menghasilkan perubahan tingkah laku kearah perkembangan kognitif yang semakin matang. Dengan penyediaan sarana dan prasarana yang lengkap sehingga memudahkan peserta didik mengembangakan keterampilannnya.
f.       Peluang Peserta Didik
Semua peserta harus ikut aktif dalam pembelajaran, dan mampu menganalisis keterampilan yang sudah dikuasainya. Terutama pada contoh di atas, pada materi softball.  Peserta didik dapat mengasimilasikan pengalamanya pada permainan kasti kedalam permainan softball dan mampu memanipulasi keterampilan yang lebih kompleks lagi (akomodasi).












BAB IV
SIMPULAN DAN SARAN

a.      Simpulan
Berikut ini adalah implikasi penting dalam pembelajaran Pendidikan Jasmani dari teori Piaget:
1.      Memusatkan perhatian pada berpikir atau proses mental peserta didik, tidak sekedar pada hasilnya. Disamping kebenaran jawaban atau hasil rangkaian gerak peserta didik, pendidik harus memahami proses yang digunakan peserta didik sehingga sampai pada jawaban atau hasil tersebut. Pengamatan belajar yang sesuai dikembangkan dengan memperhatikan tahap kognitif peserta didik yang mutakhir, dan jika pendidik penuh perhatian terhadap metode yang digunakan peserta didik untuk sampai pada kesimpulan tertentu, barulah dapat dikatakan pendidik berada dalam posisi memberikan pengalaman sesuai dangan yang dimaksud.
2.      Memperhatikan peranan pelik dari inisiatif peserta didik sendiri, keterlibatan aktif dalam kegiatan pembelajaran. Didalam kelas Piaget, penyajikan pengetahuan jadi
(ready-made) tidak mendapat penekanan, melainkan peserta didik didorong menemukan sendiri pengetahuan itu melalui interaksi spontan dengan lingkungannya. Sebab itu pendidik dituntut mempersiapkan berbagai kegiatan yang memungkinkan peserta didik melakukan kegiatan secara langsung dengan dunia fisik. Menerapkan teori Piaget berarti dalam pembelajaran Penjas banyak menggunakan penyelidikan dan analisis terutama analisis gerak.
3.      Memaklumi akan adanya perbedaan invidual dalam hal kemajuan per- kembangan. Teori Piaget mengasumsikan bahwa seluruh peserta didik tumbuh melewati urutan perkembangan yang sama, namun pertumbuhan itu berlangsung pada kecepatan yang berbeda. Sebab itu pendidik mampu melakukan upaya untuk mengatur kegiatan kelas dalam bentuk kelompok kecil dari pada bentuk kelas yang utuh. Implikasinya dalam proses pembelajaran adalah saat pendidik memperkenalkan informasi yang melibatkan peserta didik menggunakan konsep-konsep, memberikan waktu yang cukup untuk menemukan ide-ide dengan menggunakan pola-pola berpikir formal.

b.      Saran
Agar tujuan dan proses pembelajaran dapat tercapai, teori Jean Piaget dapat dijadikan sebagai rujukan untuk membantu pendidik dalam menyampaikan bahan pembelajaran yang sesuai dengan memperhatikan tahapan – tahapan perkembangan biologis dan kognitif peserta didik. Dan pendidik menuntun peserta didik untuk ikut aktif dalam proses pembelajaran, dengan mencari masalah dan menemukan solusi yang terjadi pada diri peserta didik masing - masing dengan pendidik sebagai fasilitator.