Sponsor

Sunday, 15 December 2013

TEORI BELAJAR KOGNITIF DOMINAN EDWARD CHACE TOLMAN

BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang Masalah
Pengajaran identik dengan pendidikan. Proses pengajaran adalah proses pendidikan. Setiap kegiatan pengajaran adalah untuk mencapai tujuan pendidikan. Pengajaran adalah suatu proses aktivitas mengajar dan belajar, didalamnya terdapat dua subjek yang saling terlibat, yaitu guru dan peserta didik. Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam melaksanakan setiap jenis dan jenjang pendidikan. Adanya proses yang panjang dan tertata dengan rapi serta berjenjang akan memungkinkan belajar menjadi lebih baik dan efisien.
Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan kegiatan yang paling pokok. Ini berarti bahwa berhasil atau tidaknya pencapai tujuan pendidikan hanya bergantung kepada bagaimana proses belajar yang di alami oleh murid sebagai anak didik. Menurut Cronbach dia mengemukakan dalam bukunya educational psychology dengan menyatakan bahwa “Belajar dengan yang sebaik-baiknya adalah dengan mengalami dan dalam mengalami itu sipengajar mempergunakan panca indranya.
Seorang pendidik terlebih dahulu harus mengetahui teori belajar sebelum melaksanakan proses pembelajaran. Teori belajar akan sangat membantu pendidik, supaya memiliki kedewasaan dan kewibawaan dalam hal mengajar, mempelajari peserta didiknya, menggunakan prinsip-prinsip psikologi maupun dalam hal menilai cara mengajarnya sendiri. Dengan demikian, tujuan mempelajari psikologi belajar adalah: (Mahfud, 1991: 10)
1.      Untuk membantu para pendidik, agar menjadi lebih bijaksana dalam usahanya membimbing murid dalam proses pertumbuhan belajar.
2.      Agar para pendidik memiliki dasar-dasar yang luas dalam hal mendidik, sehingga peserta didik bisa bertambah baik dalam cara belajamya.
3.      Agar para pendidik dapat menciptakan suatu sistem pendidikan yang efisien dan efektif dengan jalan mempelajari, menganalisis tingkah laku murid dalam proses pendidikan untuk kemudian mengarahkan proses-proses pendidikan yang berlangsung, guna meningkatkan ke arah yang lebih baik.
Seorang pendidik dikatakan kompeten bila ia memiliki khasanah cara penyampaian yang kaya, memiliki pula kriteria yang dapat dipergunakan untuk memilih cara-cara yang tepat di dalam menyajikan pengalaman belajar mengajar, sesuai dengan materi yang akan disampaikan. Kesemuanya itu hanya akan diperoleh jika guru menguasai teori-teori belajar.
Di dalam konsep pengembangan pembelajaran adalah sebuah implikasi pengembangan dari teori-teori belajar yang sebelumnya sudah ada. Teori belajar adalah upaya untuk menggambarkan bagaimana orang dan hewan belajar, sehingga membantu kita memahami proses kompleks suatu pembelajaran. Teori belajar selalu berawal dari suatu sudut pandang psikologi belajar tertentu. Pada era modern ini, dengan berkembangnya ilmu pengetahuan terutama bidang pskiologi pendidikan bermunculan pula berbagai teori tetang belajar. Berdasarkan dari pengembangan ilmu, maka berbagai teori belajar yang ada dapat di kelompokan menjadi tiga kelompok teori belajar, yaitu:
a. teori-teori belajar Behaviorisme
b. teori-teori belajar Kognitivisme
c. teori-teori belajar Humanistik
Dalam makalah ini penulis akan menguraikan tentang teori belajar Edward Chace Tolman, dimana teori-teorinya beorientasi kognitif atau melihat melampaui perilaku untuk menjelaskan pembelajaran berbasis otak. Meskipun ada yang berpendapat bahwa teori-teori belajar dari Tolman tergolong sebagai behavior yaitu hanya berfokus pada aspek objektif diamati pembelajaran atau studi tentang perilaku terbuka yang dapat diamati dan diukur.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa itu konsep teori belajar Toolman?
2.      Apa saja pengembangan dari teori belajar Toolman?
3.      Bagaimana kaitan teori belajar Toolman dalam pendidikan?
               
C.    Tujuan
1.      Memaparkan sejarah riwayat hidup seorang Edward Chace Tolman
2.      Memahami konsep dan teori belajar Edward Chace Tolman
3.      Mengetahui kaitan teori belajar Tolman dalam pendidikan.



BAB II
PEMBAHASAN

A.      Riwayat Edward Chace Tolman
Edward Chace Tolman adalah seorang psikolog Amerika yang membuat kontribusi signifikan terhadap studi belajar dan motivasi. Tolman lahir di Newton, Massachusetts pada tahun 1886 dan meninggal pada tahun 1959. Tolman memperoleh gelar M.A. (1912) dan Ph.D. (1915) di Universitas Harvard pada bidang psikologi. Tolman lalu mengajar di Universitas Northwestern (1915-1918). Dari Universitas Northwestern Tolman pergi ke Universitas California dan menetap di sana hingga mengundurkan diri karena menolak untuk menandatangani sumpah setia yang dianggapnya sebagai pelanggaran kebebasan akademik. Akan tetapi Tolman kembali lagi ke universitas ini atas permintaan para professor.
Teori belajar Tolman dapat dikatakan sebagai campuran antara Teori Gestalt dan Behaviorisme. Setelah lulus dari Harvard Tolman pergi ke Jerman dan bekerja dengan Koffka. Keberadaan teori Gestalt terhadap proses teori Tolman mempunyai pengaruh yang sangat signifikan. Sikapnya yang senang terhadap teori Gestalt tidaklah menghalangi perhatiannya terhadap behaviorisme. Tolman memperhatikan ada sedikit nilai dalam introspective approach (pendekatan instropektif), padahal Tolman merasakan psikologi merupakan objektif yang komplit. Pemikirannya bertentangan dengan para behavioris yang menyatakan unit perilaku bisa dipelajari sebagai unsur-unsur yang terpisah. Para behavioris seperti Pavlov, Guthrie, Hull, Watson, dan Skinner digambarkan Tolman sebagai "Psychology of Twitchism" karena mereka melihat segmen-segmen perlilaku yang besar dapat dibagi menjadi segmen-segmen kecil, seperti reflek-reflek yang selanjutnya dianalisis.
Tolman memandang dengan menjadikan elemen-elemen kecil, sesungguhnya behavioris telah membuang artinya secara utuh. Akan tetapi dia juga yakin bahwa hal seperti itu mungkin juga untuk dijadikan sebagai objek ketika belajar tentang molar behavior secara sistematis. Oleh karena itu bisa dikatakan bahwa Tolman seorang behavioris secara metodologi dan teoris kognitif dalam hal metafisik. Dengan kata lain, ia belajar behavior untuk menentukan proses kognitif.

B.       Perilaku Molar
Karateristik utama pemahaman perilaku adalah "purposive" yang selalu diarahkan ke berbagai tujuan atau maksud. Tolman tidak pernah berpendapat bahwa perilaku tidak bisa dibagi menjadi unit lebih kecil untuk kepentingan studi, namun demikian ia merasakan bahwa pola perilaku utuh mempunyai suatu maksud tertentu yang akan hilang jika dipelajari dari sudut pandang parsial atau dari elemen-elemen individual.
Bentuk perilaku yang dinamakan Tolman (1932) sebagai molar, misalnya: seekor tikus yang berlari di simpang siur jalan (maze), seekor kucing yang keluar dari puzzle box, anak-anak yang saling bercerita tentang pikiran dan perasaan mereka. Di dalam olahraga dapat dicontohkan pada mahasiswa jurusan tertentu, yaitu dapat diilustrasikan ada mahasiswa yang hanya mementingkan atau menggali spesialisasi cabang olahraga yang ditekuninya. Dan apabila dituntut untuk mempelajari cabang olahraga lain yang kurang dikuasai, maka ia akan menjalankanya dengan apa adanya tanpa adanya pemahaman perilaku kalau cabang olahraga tersebut harus dikuasai dan juga bermanfaat. Ia hanya mengharapkan kelulusan dan nilai tanpa berfikir tentang apa makna harus mempelajari cabang olahraga yang lain. Yang harus diperhatikan, bahwa ketika menyebutkan hal di atas maka akan melibatkan seluruh otot, kelenjar, kegelisahan sensory dan motor nerver. Untuk respon-respon seperti di atas, bagaimanapun juga cukup mengidentifikasikan sifat-sifat mereka sendiri.

C.      Behaviorisme Purposif
Teori Tolman dikenal sebagai purposive behaviorism karena mencoba untuk menjelaskan goal (tujuan) mengarah pada perilaku atau purposive behavior. (Tolman menggunakan istilah purposive semata-mata untuk pendiskripsikan). Ia terkenal dengan contoh mencari perilaku sampai makanan ditemukan. Oleh karena itu, nampak "as if (seolah-olah)" perilakunya adalah goal-directed atau purposive. Dalam hal ini ada persamaan antara Guthrie dan Tolman. Menurut Guthrie perilaku tetap berlaku sepanjang pemeliharaan stimuli disajikan oleh beberapa status kebutuhan (need). Sedangkan menurut Tolman perilaku "as if" merupakan goal diarahkan sepanjang organisme sedang mencari-cari sesuatu yang ada di lingkungannya.

D.      Konsep Teoritis Utama
Tolman memperkenalkan penggunaan variabel campuran dalam riset psikologis, dan Hull meminjam gagasan itu darinya. Keduanya menggunakan variabel campuran yang serupa dalam penelitiannya. Namun bagaimanapun juga, Hull lebih banyak mengembangkan dan mengelaborasi teori belajar dari pada yang dilakukan Tolman.
Asumsi-asumsi umum yang dikemukakan Tolman dalam proses belajar:
Apa arti belajar?
Para tokoh behavioris seperti, Pavlov, Watson, Guthrie, dan Hull, mengatakan bahwa asosiasi-asosiasi stimulus respons itu yang dipelajari dan melibatkan hubungan S-R yang komplek. Atau belajar adalah perubahan dengan tingkah laku sebagai dari interaksi antara lain stimulus dan respons. Sedangkan Tolman banyak mengambil petunjuk atau pandangan awal dari teori-teori Gestald, yang mengatakan bahwa dalam belajar, hal yang utama adalah proses interaksi yang berkesinambungan dengan lingkungan. Sebuah organisme yang sampai pada eksplorasi, yang kemudian menemukan peristiwa tertentu, lalu ditunjukkan pada peristiwa tertentu lainnya, atau dengan kata lain, lalu ditunjukkan pada peristiwa tertentu lainnya, atau dengan kata lain, sebuah tanda memimpin tanda memimpin tanda yang lain. Oleh karena itu, Tolman lebih dikenal sebagai ahli teori S-S. Pengetahuan bagi Tolman adalah suatu proses berkelanjutan yang tidak memerlukan motivasi apapun. Dalam hal ini, Tolman sependapat dengan Guthrie dan bertentangan dengan Pavlov, Skinner, dan Torndike. Bagaimanapun juga, haruslah ditunjukkan bahwa motivasi adalah penting bagi teori Tolman. Karena motivasi itu menentukan aspek-aspek lingkungan mana yang hendak disertai oleh organisme tersebut. Misalnya, organisme yang lapar akan memakan makanan yang ada di lingkungan itu.
Menurut Tolman, belajar adalah mengenal tentang situasi. Organisme belajar tentang sesuatu yang ada di sekitarnya, jika ia berbalik ke kiri, ia akan menemukan sesuatu. Jika ia berbalik ke kanan, ia temukan juga sesuatu yang lain. Hal ini terjadi secara berangsur-angsur, sehingga ia dapat membuat kesimpulan sendiri. Dengan demikian, menurut Tolman, belajar itu akan sia-sia jika hanya dihafal.
Di dalam Ilmu Keolahragaan banyak didominasi dengan keterampilan-keterampilan gerak, maka belajar akan sia-sia jika hanya dihafal. Digambarkan para tokoh behavioris, mengartikan bahwa belajar adalah interaksi antara S-R, menurut Tolman ini akan sia-sia karena di dalam memperoleh pembelajaran hanya bergantung kepada respon sehingga stimulus hanya menghafalkan apa yang diberikan oleh respon.
Pembelajaran yang dikemukakan oleh Tolman adalah interaksi antara S-S, dimana stimulus memperoleh pembelajaran dari pengalamanya sendiri dan lingkunganya. Hal ini akan berpengaruh pada kognisi, yaitu memori otak akan efektif menyimpan lebih lama stimulus karena memperoleh pembelajaran secara langsung.
Dapat dicontohkan secara konkret, di Indonesia olahraga AmericanFootball masih sangat awam dan jarang. Apabila di dalam pembelajaran hanya mengandalkan hanya dari R-S, tentu akan sulit untuk membayangkan penggambaran yang dimaksudkan. Tetapi apabila di dalam pembelajarannya secara langsung mengalami dan mengenal lingkungannya, maka akan dapat menggambarkan secara langsung tanpa adanya respon yang mempengaruhi.

Confirmation Versus Reinforcement
Sebagaimana Guthrie, konsep penguatan (reinforcement) adalah tidak penting bagi Tolman sebagai variabel pembelajaran. Akan tetapi, Tolman mengatakan sebagai konfirmasi, di mana behavioris menyebutnya Reinforcement. Selama perkembangan sebuah peta kognitif, harapan atau dugaan-dugaan dimanfaatkan oleh sebuah organisme. Dugaan adalah sebuah firasat tentang sesuatu dan fungsinya. Di mana awal sebuah dugaan bersifat sementara yang disebut hipotesis, yang berasal baik dari pengalaman maupun bukan. Hipotesis yang telah dikonfirmasikan akan dipakai. Sedangkan hipotesis yang salah akan dibuang. Yang harus diperhatikan adalah proses penerimaan maupun penolakan hipotesis merupakan sebuah proses kognitif bukan termasuk tindakan behavior.
Dalam proses pengambilan keputusan dalam persepsi, ada 4 tahap pengambilan keputusan:
1.      Kategorisasi primitive, di mana objek atau peristiwa yang diamati diisolasi dan ditandai berdasarkan ciri-ciri khusus.
2.      Mencari tanda (cue search), di mana peneliti secara tepat memeriksa lingkungan untuk mencari informasi-informasi tambahan untuk memungkinkannya melakukan kategorisasi yang tepat.
3.      Konfirmasi, terjadi setelah objek mendapatkan penggolongan sementaranya. Pada tahap ini peneliti tidak lagi terbuka untuk sembarang masukan, melainkan ia hanya menerima tambahan informasi yang akan memperkuat konfirmasi keputusannya. Masukan-masukan yang tidak relevan dihindari.
4.      Konfimasi tuntas, di mana pencarian tanda-tanda diakhiri. Tanda-tanda baru diabaikan dan tanda-tanda yang tidak konsisten dengan kesimpulan juga diabaikan.
Di dalam keolahragaan ini sangat berpengaruh terhadap penelitian-penelitian yang dilakukan, dimana sebelum penelitian dilakukan harus mempunyai dugaan-dugaan sebagai kesimpulan sementara (hipotesis) dari informasi-informasi yang telah diperoleh baik dari pengalaman maupun bukan sebagai kofirmasi dari penelitian.

Vicarious Trial and Error
Tolman memperhatikan karakteristik tikus dalam kebingungan (jalan simpang siur). Sehingga ia bisa memanfaatkannya sebagai pendukung untuk menafsirkan teori belajarnya. Seekor tikus sering berhenti pada suatu titik tertentu dan memandang sekelilingnya seolah-olah berpikir tentang berbagai alternatif yang ada. Kegiatan seperti ini (berhenti dan memandang sekelilingnya) yang disebut Tolman sebagaiVicarious Trial and Error, sehingga organisme itu bisa membuat kesimpulan sendiri dari berbagai kegiatan yang telah dilakukannya.
Jadi belajar itu terjadi dari percobaan-percobaan yang telah dilakukan sehingga memperoleh pengalaman dan belajar terjadi dari kesalahan-kesalahan yang dilakukan sampai akhirnya memperoleh titik optimal ataupun kesempurnaan dari kegiatan-kegiatan yang sebelumnya telah dilakukan. Hal ini terjadi pada semua pembelajaran begitu juga dalam hal olahraga yang banyak mengutamakan keterampilan gerak.

Learning Versus Performance
Sebagaimana diterangkan, bahwa Hull membedakan antara learning dan performance. Pada akhir teorinya, Hull menyatakan bahwa banyaknya jumlah percobaan (trial) yang diperbuat merupakan satu-satunya variabel belajar. Sedangkan variabel-variabel lainnya, yang ada dalam sistemnya merupakan variabel capaian (performance). Sehingga performance dapat dimaksudkan sebagai perwujudan belajar ke dalam perilaku. Hal seperti ini penting bagi Hull, tapi juga penting bagi Tolman.
Menurut Tolman, kita mengetahui banyak hal tentang lingkungan di sekitar kita, akan tetapi, kita hanya akan melaksanakan informasi atau pengetahuan itu ketika kita harus melakukannya. Dalam status kebutuhan (need), organisme memanfaatkan apa yang telah dipelajarinya hingga sampai pada real testing (pengujian nyata)yang bisa menuangi kebutuhan itu. Misalnya, ada seorang mahasiswa olahraga, dimana ia hanya menguasai kecabangan tertentu; Misalnya bolavoli. Mahasiswa tersebut tidak memperhatikan dan mengalami suatu pembelajaran pencak silat. Sehingga suatu ketika ia harus mengambil suatu pembelajaran pencak silat, secara spontan mahasiswa tersebut akan belajar pencak silat walaupun ia tidak tahu dan tidak mengerti apa itu pencak silat. Dari sini kita akan menyimpulkan, mahasiswa tersebut melakukan sesuatu hal yang baru dikarenakan kebutuhan dalam memenuhi tugas pembelajaran. Dan akhirnya akan mengetahui suatu hipotesa bagaimana cara belajar pencak silat tanpa harus menunggu ketika memerlukan pembelajaran tersebut.
Beberapa point sejauh ini yang dapat diringkas adalah:
1.      Organisme membawa kepada bentuk problem-solving berbagai hipotesis, yang bisa jadi akan memanfaatkan percobaan untuk memecahkan masalah ini. Hipotesis ini sebagian besar didasarkan pada pengalaman terdahulu. Tolman juga percaya bahwa beberapa strategi problem-solving bisa jadi merupakan pembawaan.
2.      Hipotesis yang survive, yaitu yang sesuai dengan kenyataan menjadikan maksud atau tujuan tercapai.
3.      Ketika ada berbagai tuntutan maupun alasan yang harus dipenuhi, sebuah organisme akan memanfaatkan penggunaan informasi yang ada dalam peta kognitifnya. Hal inilah yang menjadi dasar perbedaan learning dan performance.

Latent Learning
Latent learning adalah belajar yang tidak diwujudkan dalam performance. Dengan kata lain, latent learning merupakan kemungkinan belajar yang terbengkalai dalam waktu yang amat panjang sebelum hal tersebut dinyatakan dalam perilaku. Konsep tentang latent learning sangat penting bagi Tolman, dan dia merasa sukses dalam mendemonstrasikan eksistensinya. Eksperimen terkenal yang dilakukan oleh Tolman dan Honzik (1930) melibatkan tiga kelompok tikus, yang mencoba belajar untuk memecahkan suatu kebingungan (jaringan jalan yang simpang siur). Kelompok pertama, tidak pernah diperkuat untuk dengan tepat melintasi jalan yang simpang siur itu. Kelompok kedua, selalu diperkuat (reinforced). Sedang kelompok ketiga, tidaklah diperkuat sampai hari ke-11 mengadakan percobaan. Kelompok terakhir inilah yang menarik bagi Tolman. Teorinya tentang latent learning meramalkan bahwa kelompok ini akan belajar di simpang siur jalan itu, sama halnya dengan kelompok yang secara teratur diperkuat. Dan ketika penguatan (reinforcement) diperkenalkan pada hari ke-11, kelompok ini akan melakukan seperti halnya kelompok yang secara terus menerus diperkuat (reinforced).
Baik kita perhatikan gambar yang ada dalam buku, maka akan nampak hal nyata:
Pada F2 jika mulai dari S2. Hal seperti ini merupakan kelompok respon learning. Sedangkan kelompok lain, selalu diberi makan pada tempat yang sama F2, sehingga jika kelompok ini mulai dari S1 harus lebih dulu belok ke kiri untuk diperkuat. Sedangkan jika mulai dari S2, harus lebih dulu memutar ke kanan. Kelompok inilah yang disebut sebagai place learning.
Dari penggambaran di atas dapat di ambil sebuah gagasan, pada eksperimen kelompok pertama yang tidak pernah diperkuat maka dapat disimpulkan bahwa dalam pencapaian pembelajaran tersebut akan terjadi proses yang begitu panjang dan juga dengan tidak adanya kotrol penguatan maka kesalahan-kesalahan ataupun kekurangan-kekurangan yang terjadi di dalam pembelajaran tidak akan terlihat. Dari kelompok eksperimen kedua yang secara terus menerus diberikan penguatan, kelompok ini akan tepat dan cepat  mencapai tujuan dalam pencapaian pembelajaran, tetapi dengan adanya penguatan yang secara terus menerus maka menjadikan di dalam pembelajarannya terjadi ketergantungan terhadap penguatan-penguatan itu. Pada kelompok eksperimen ketiga yang diberikan penguatan pada hari yang ke 11, ternyata pada hasil penelitiannya sama dengan kelompok eksperimen kedua. Pada kelompok ketiga ini, penguatan hanya dijadikan sebagai kontrol sehingga dalam proses pembelajaran secara mandiri dan tujuan dari pembelajaran tercapai karena adanya kontrol dari penguatan-penguatan tersebut.

Reinfocement Expectancy
                 Menurut Tolman, ketika kita belajar, kita menganalisa "situasi". Term understanding I(pemahaman dalam waktu tetentu)selalu ada hubungannya dengan Tolman sebagaimana para behavioris. Dalam situasi problem-solving, kita belajar untuk memperoleh cara yang paling praktis. Kita belajar untuk mengharapkan terjadinya persitiwa tertentu, mengikuti peristiwa yang lain. Seorang mahasiswa kuliah di Fakultas Keolahragaan, maka ia akan mengharapkan menjadi seorang ahli dalam olahraga karena menemukan reinforcer tertentu. Menurut pada ahli teori S-R, bahwa merubah reinforcer dalam teori belajar tidak akan mengganggu perilaku sepanjang kuantitas reinforcement tidak dirubah secara drastis. Sedangkan menurut Tolman, ia memprediksikan, jika reinforcer dirubah, perilaku akan terganggu, karena reinforcement expectancy merupakan bagian dari apa yang diharapkan.

E.       Aspek Formal Teori Tolman
                 Sebagai contoh teorisasi Tolman (1938) yang lebih abstrak, dalam artikelnya yang berjudul “The Determiners at a Choice Point”, dalam contoh ini, titik pilihan itu adalah tempat di mana tikus akan memutuskan untuk berbelok kekiri atau ke kanan dalam jalur teka-teki berbentuk T. Tolman berpendapat bahwa rasio perilaku ditentukan oleh pengalaman kolektif yang berasal dari tindakan yang berbelok ke setiap arah saat di titik pilihan dalam beberapa kali percobaan. Variable lingkungan, perbedaan individual, dan variable intervening berpengaruh terhada perilaku.

F.       Formalisasi MacCorquodale dan Meehl Atas Teori Tolman
                 MacCorquodale dan Meehl mendeskripsikan teori Tolman sebagai teori S1-R1-S2, di mana S1 menimblkan ekspektansi, R1 menunjukkan cara ekspektansi itu ditindaklanjuti, dan S2 menunjukkan apa perkiraan organisme tentang hal yang terjadi sebagai akibat dari tindakannya dalam situasi tertentu. Dengan kata lain, organism tampak berpikir “ dalam situasi ini(S1), jika saya melakukan ini (R1), maka saya akan mendapatkan pengalaman tertentu (S2)”.

G.      Enam Jenis Belajar
Dalam artikelnya (1949), "There is More than One Kind of Learning", Tolman membagi belajar menjadi enam macam.
  1. Cathexes
Cathexis (jamak chatexes) mengacu pada kecenderungan belajar untuk berhubungan dengan objek tertentu serta drive state tertentu. Misalnya, Mahasiswa Ilmu Keolahragaan cenderung untuk mempelajari seluk beluk tentang olahraga walaupun ada potensi untuk mempelajari ilmu lain selain olahraga. Karena stimuli tertentu itu dihubungkan dengan kepuasan drive tertentu, sehingga stimuli-stimuli itu akan cenderung untuk dicari-cari ketika drive itu terulang.
  1. Equivalence Beliefs
Ketika sebuah "sub goal" mempunyai pengaruh yang sejenis dengan dirinya, maka sub goal itu dikatakan mendasari sebuah equivalence belief. Hal seperti ini hampir sesuai dengan yang disebut oleh para ahli teori S-R sebagai secondary reinforcement. Tolman (1949) menganggap bahwa jenis belajar ini termasuk dalam typical "social drives" dari pada physiological drives. Misalnya, Seorang atlet olahraga yang belajar pada fakultas ataupun akademi olahraga, maka dengan jelas dapat ditunjukan dengan minat, kebutuhan dan menerima pembelajaran tanpa harus menanyakan tentang kualitas nilai belajar dan juga tanpa menanyakan tentang equivalence belief.
Di sini ada sedikit perbedaan antara Tolman dan para ahli teori S-R, kecuali pada sebuah fakta di mana Tolman menyebut "love reduction" sebagai reinforcement, dan para teori S-R lebih suka menyebutnya sebagai penurunan drive.
  1. Field Expectancies
Ini dikembangkan dengan cara yang sesuai menurut perkembangan peta kognitif. Sebuah organisme belajar tentang objek dan fungsinya. Ketika melihat suatu tanda tertentu ia mengharapkan sign yang lain akan mengikutinya. Pengetahuan umum tentang lingkungan digunakan untuk menerangkan latent learning dan place learning. Hal seperti ini bukan merupakan S-R learning melainkan S-S learning atau sign-sign learning. Dicontohkan seorang mahasiswa yang melihat sign untuk belajar, setelah memiliki bekal ilmu yang cukup ia berharap untuk bisa menjadi model pembelajaran untuk yang lainya. Satu-satunya "reinforcement" yang penting untuk jenis belajar seperti ini adalah konfrmasi sebuah hipotesis.
  1. Field-Cognition Modes
Jenis belajar seperti ini kurang diminati oleh Tolman. Ini adalah sebuah strategi, cara pendekatan untuk situasi problem-solving. Hal ini merupakan sebuah tendensi untuk menyusun perceptual field dalam bentuk tertentu. Tolman mencurigai bahwa kecenderungan ini adalah bawaan, tetapi bisa dimodifikasi dengan pengalaman. Sesungguhnya hal paling utama pada strategi yang bekerja dalam pemecahan masalah adalah akan dicoba pada situasi yang sama pada masa yang akan datang. Seperti itulah field cognitionmodes yang efektif, atau problem-solving, yaitu memindahkan permasalahan-permasalahan yang berhubungan. Pengalaman belajar akan digunakan atau di uji pada situasi yang akan datang.
  1. Drive Discrimination
Drive discrimination hanya mengacu kepada fakta bahwa organisme dapat menentukan status drive mereka sendiri. Oleh karena itu, mereka mampu merespon sewajarnya. Contohnya, Seorang mahasiswa Pasca Sarjana Ilmu Keolahragaan dibebaskan untuk menentukan program jurusannya, memilih Olahraga Usia Dini maupun Kesehatan Olahraga.
  1. Motor Patterns
Tolman menunjukkan bahwa teorinya sebagian besar itu terkait dengan ide asosiasi bukan terkait dengan ide yang berhubungan dengan perilaku. Motor patern learning ini merupakan suatu usaha untuk memecahkan sebuah masalah. Tolman menerima interpretasi Guthrie tentang bagaimana respon bisa menjadi hubungan dengan stimuli.

H.      Pendapat Tolman Tentang Pendidikan
                 Dalam banyak hal, Tolman dan Gestaltis sepakat mengenai praktik pendidikanyang menekankan pentingnya pemikiran dan pemahaman. Menurut Tolman, murid perlu melakukan hipotesis dalam situasi problem. Tolam mendukung diskusi kelompok-kelompok kecil dalam kelas. Yang penting buat murid adalah punya kesempatan, secara individual atau sebagai anggota kelompok untuk menguji ide-idenya secara memadai. Terakhir, Tolman mengatakan bahwa penguatan ekstrinsik adalah tak perlu untuk memicu proses belajar. Karena belajar bersifat konstan.

I.         Evaluasi Teori Tolman
Kontribusi
                 Banyak kontribusi yang diberikan olehTolman untuk studi belajar. Pembahasan belajar laten, eksperimen jalur teka-teki melingkar oleh Tolman,, telah dijadikan perintis studi tentang kognisi komparatif dewasa ini (Olton, 1992). Penelitian Tolman tentang belajar spasial dan peta kognitif masih menjadi pedoman riset terhadap belajar ruang pada manusia dan non manusia. Tetapi perannya yang paling besar adalah temuan riset dan perannya sebagai tokoh antagonis bagi dominasi neobehaviorisme Hullian. Tolman percaya metode behaviorisme yang ketat, dan dia memperuasnya ke perilaku molar dan kejadian mental.

Kritik
                 Kritik ilmiah terhadap teori Tolman jelas valid. Teorinya tidak mudah diteliti secara empiris. Teorinya menggunakan banyak variable individual, bebas, dan intervening yang sulit untuk dijelaskan semuanya. Ia dianggap membawa psikologi mundur kea bad yang lalu (Malone, 1991).

BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
            Teori Tolman memberikan banyak konsep secara dominan dalam psikologi perkembangan dan berpengaruh pula pada perkembangan kecerdasan melalui pengamatan perilaku secara menyeluruh. Teori ini membahas bagaimana seseorang tidak hanya sekedar melibatkan hubungan stimulus dengan respon, tetapi juga memperhatikan pemahaman tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan belajar, mengartikan interaksinya dengan berbagai tahapan perkembangan saat sesorang memperoleh cara baru dalam mempresentasikan secara langsung.
            Di dalam pembelajaran pendidikan jasmani dan olahraga melibatkan seluruh aspek gerak sensorik maupun motorik sebagai proses mengorganisasikan pengalaman-pengalaman ke dalam pola-pola yang sistematis dan bermakna.
            Belajar pendidikan jasmani dan olahraga bukan merupakan suatu penjumlahan, sebaliknya belajar pendidikan jasmani dan olahraga dimulai dari mempersepsi keseluruhan apa itu pendidikan jasmani dan olahraga, yang lambat laun akan terjadi suatu proses diferensiasi, yaitu menangkap bagian-bagian dan detail dari pengalaman. Dengan memahami bagian-bagian dan detail dari pendidikan jasmani dan olahraga, awalan keseluruhan obyek yang semula masih agak kabur akan menjadi semakin jelas.
            Dari makalah di atas, dapat disimpulkan beberapa prinsip belajar:
1.      Belajar pendidikan jasmani dan olahraga menggambarkan tentang manusia yang bereaksi dan menyesuaikan dengan lingkungannya secara keseluruhan, tidak hanya intelektual, tetapi juga secara fisik, emosional, sosial, dan sebagainya.
2.      Manusia berkembang sebagai keseluruhan sejak dari kecil sampai dewasa, lengkap dengan segala aspek-aspeknya.
3.      Belajar adalah perkembangan ke arah diferensiasi yang lebih luas.
4.      Belajar akan berhasil apabila tercapai kematangan untuk memperoleh pengertian.
5.      Motivasi sangat penting untuk memberi dorongan kemauan untuk belajar.
6.      Belajar akan berhasil kalau ada tujuan.


No comments:

Post a Comment