BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pengajaran identik dengan pendidikan. Proses pengajaran
adalah proses pendidikan. Setiap kegiatan pengajaran adalah untuk mencapai
tujuan pendidikan. Pengajaran adalah suatu proses aktivitas mengajar dan
belajar, didalamnya terdapat dua subjek yang saling terlibat, yaitu guru dan
peserta didik. Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang
sangat fundamental dalam melaksanakan setiap jenis dan jenjang pendidikan.
Adanya proses yang panjang dan tertata dengan rapi serta berjenjang akan memungkinkan
belajar menjadi lebih baik dan efisien.
Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan
belajar merupakan kegiatan yang paling pokok. Ini berarti bahwa berhasil atau
tidaknya pencapai tujuan pendidikan hanya bergantung kepada bagaimana proses
belajar yang di alami oleh murid sebagai anak didik. Menurut Cronbach dia
mengemukakan dalam bukunya educational psychology dengan menyatakan bahwa
“Belajar dengan yang sebaik-baiknya adalah dengan mengalami dan dalam mengalami
itu sipengajar mempergunakan panca indranya.
Seorang pendidik terlebih dahulu harus mengetahui teori
belajar sebelum melaksanakan proses pembelajaran. Teori belajar akan sangat
membantu pendidik, supaya memiliki kedewasaan dan kewibawaan dalam hal
mengajar, mempelajari peserta didiknya, menggunakan prinsip-prinsip psikologi
maupun dalam hal menilai cara mengajarnya sendiri. Dengan demikian, tujuan
mempelajari psikologi belajar adalah: (Mahfud, 1991: 10)
1. Untuk membantu para pendidik, agar
menjadi lebih bijaksana dalam usahanya membimbing murid dalam proses
pertumbuhan belajar.
2. Agar para pendidik memiliki
dasar-dasar yang luas dalam hal mendidik, sehingga peserta didik bisa bertambah
baik dalam cara belajamya.
3. Agar para pendidik dapat menciptakan
suatu sistem pendidikan yang efisien dan efektif dengan jalan mempelajari,
menganalisis tingkah laku murid dalam proses pendidikan untuk kemudian
mengarahkan proses-proses pendidikan yang berlangsung, guna meningkatkan ke
arah yang lebih baik.
Seorang pendidik dikatakan kompeten bila ia memiliki
khasanah cara penyampaian yang kaya, memiliki pula kriteria yang dapat
dipergunakan untuk memilih cara-cara yang tepat di dalam menyajikan pengalaman
belajar mengajar, sesuai dengan materi yang akan disampaikan. Kesemuanya itu
hanya akan diperoleh jika guru menguasai teori-teori belajar.
Di dalam konsep
pengembangan pembelajaran adalah sebuah implikasi pengembangan dari teori-teori
belajar yang sebelumnya sudah ada. Teori belajar
adalah upaya untuk menggambarkan bagaimana orang dan hewan belajar, sehingga
membantu kita memahami proses kompleks suatu pembelajaran. Teori belajar selalu
berawal dari suatu sudut pandang psikologi belajar tertentu. Pada era modern
ini, dengan berkembangnya ilmu pengetahuan terutama bidang pskiologi pendidikan
bermunculan pula berbagai teori tetang belajar. Berdasarkan dari pengembangan
ilmu, maka berbagai teori belajar yang ada dapat di kelompokan menjadi tiga
kelompok teori belajar, yaitu:
a. teori-teori belajar
Behaviorisme
b. teori-teori belajar
Kognitivisme
c. teori-teori belajar
Humanistik
Dalam makalah ini
penulis akan menguraikan tentang teori belajar Edward Chace Tolman, dimana
teori-teorinya beorientasi kognitif atau melihat melampaui perilaku untuk
menjelaskan pembelajaran berbasis otak. Meskipun ada yang berpendapat bahwa
teori-teori belajar dari Tolman tergolong sebagai behavior yaitu hanya berfokus
pada aspek objektif diamati pembelajaran atau studi tentang perilaku terbuka
yang dapat diamati dan diukur.
B. Rumusan
Masalah
1. Apa itu konsep teori belajar Toolman?
2. Apa saja pengembangan dari teori
belajar Toolman?
3. Bagaimana kaitan teori belajar Toolman dalam
pendidikan?
C. Tujuan
1. Memaparkan
sejarah riwayat hidup seorang Edward
Chace Tolman
2. Memahami konsep dan teori belajar
Edward Chace
Tolman
3. Mengetahui
kaitan teori belajar Tolman dalam pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Riwayat Edward Chace Tolman
Edward Chace Tolman
adalah seorang psikolog Amerika yang membuat kontribusi signifikan terhadap
studi belajar dan motivasi. Tolman lahir di Newton, Massachusetts pada tahun
1886 dan meninggal pada tahun 1959. Tolman memperoleh gelar M.A. (1912) dan
Ph.D. (1915) di Universitas Harvard pada bidang psikologi. Tolman lalu mengajar
di Universitas Northwestern (1915-1918). Dari Universitas Northwestern Tolman
pergi ke Universitas California dan menetap di sana hingga mengundurkan diri
karena menolak untuk menandatangani sumpah setia yang dianggapnya sebagai
pelanggaran kebebasan akademik. Akan tetapi Tolman kembali lagi ke universitas
ini atas permintaan para professor.
Teori belajar Tolman
dapat dikatakan sebagai campuran antara Teori Gestalt dan Behaviorisme. Setelah
lulus dari Harvard Tolman pergi ke Jerman dan bekerja dengan Koffka. Keberadaan
teori Gestalt terhadap proses teori Tolman mempunyai pengaruh yang sangat
signifikan. Sikapnya yang senang terhadap teori Gestalt tidaklah menghalangi
perhatiannya terhadap behaviorisme. Tolman memperhatikan ada sedikit nilai
dalam introspective approach (pendekatan
instropektif), padahal Tolman merasakan psikologi merupakan objektif
yang komplit. Pemikirannya bertentangan dengan para behavioris yang menyatakan
unit perilaku bisa dipelajari sebagai unsur-unsur yang terpisah. Para
behavioris seperti Pavlov, Guthrie, Hull, Watson, dan Skinner digambarkan
Tolman sebagai "Psychology of Twitchism" karena mereka melihat
segmen-segmen perlilaku yang besar dapat dibagi menjadi segmen-segmen kecil,
seperti reflek-reflek yang selanjutnya dianalisis.
Tolman memandang dengan
menjadikan elemen-elemen kecil, sesungguhnya behavioris telah membuang artinya
secara utuh. Akan tetapi dia juga yakin bahwa hal seperti itu mungkin juga
untuk dijadikan sebagai objek ketika belajar tentang molar behavior secara
sistematis. Oleh karena itu bisa dikatakan bahwa Tolman seorang behavioris
secara metodologi dan teoris kognitif dalam hal metafisik. Dengan kata lain, ia
belajar behavior untuk menentukan proses kognitif.
B.
Perilaku Molar
Karateristik utama
pemahaman perilaku adalah "purposive" yang selalu diarahkan ke
berbagai tujuan atau maksud. Tolman tidak pernah berpendapat bahwa perilaku
tidak bisa dibagi menjadi unit lebih kecil untuk kepentingan studi, namun
demikian ia merasakan bahwa pola perilaku utuh mempunyai suatu maksud tertentu
yang akan hilang jika dipelajari dari sudut pandang parsial atau dari
elemen-elemen individual.
Bentuk perilaku yang
dinamakan Tolman (1932) sebagai molar, misalnya: seekor tikus yang berlari di
simpang siur jalan (maze), seekor kucing yang keluar dari puzzle box, anak-anak yang saling
bercerita tentang pikiran dan perasaan mereka. Di dalam olahraga dapat
dicontohkan pada mahasiswa jurusan tertentu, yaitu dapat diilustrasikan ada
mahasiswa yang hanya mementingkan atau menggali spesialisasi cabang olahraga
yang ditekuninya. Dan apabila dituntut untuk mempelajari cabang olahraga lain
yang kurang dikuasai, maka ia akan menjalankanya dengan apa adanya tanpa adanya
pemahaman perilaku kalau cabang olahraga tersebut harus dikuasai dan juga
bermanfaat. Ia hanya mengharapkan kelulusan dan nilai tanpa berfikir tentang
apa makna harus mempelajari cabang olahraga yang lain. Yang harus diperhatikan,
bahwa ketika menyebutkan hal di atas maka akan melibatkan seluruh otot,
kelenjar, kegelisahan sensory dan motor nerver. Untuk respon-respon
seperti di atas, bagaimanapun juga cukup mengidentifikasikan sifat-sifat mereka
sendiri.
C.
Behaviorisme Purposif
Teori Tolman dikenal
sebagai purposive behaviorism karena
mencoba untuk menjelaskan goal (tujuan) mengarah pada perilaku atau purposive behavior. (Tolman menggunakan
istilah purposive semata-mata untuk pendiskripsikan). Ia terkenal dengan
contoh mencari perilaku sampai makanan ditemukan. Oleh karena itu, nampak
"as if (seolah-olah)" perilakunya adalah goal-directed atau purposive.
Dalam hal ini ada persamaan antara Guthrie dan Tolman. Menurut Guthrie perilaku
tetap berlaku sepanjang pemeliharaan stimuli disajikan oleh beberapa status
kebutuhan (need). Sedangkan menurut Tolman perilaku "as if"
merupakan goal diarahkan sepanjang organisme sedang mencari-cari sesuatu yang
ada di lingkungannya.
D.
Konsep Teoritis Utama
Tolman memperkenalkan
penggunaan variabel campuran dalam riset psikologis, dan Hull meminjam gagasan
itu darinya. Keduanya menggunakan variabel campuran yang serupa dalam
penelitiannya. Namun bagaimanapun juga, Hull lebih banyak mengembangkan dan
mengelaborasi teori belajar dari pada yang dilakukan Tolman.
Asumsi-asumsi umum yang
dikemukakan Tolman dalam proses belajar:
Apa arti belajar?
Para tokoh behavioris
seperti, Pavlov, Watson, Guthrie, dan Hull, mengatakan bahwa asosiasi-asosiasi
stimulus respons itu yang dipelajari dan melibatkan hubungan S-R yang komplek.
Atau belajar adalah perubahan dengan tingkah laku sebagai dari interaksi antara
lain stimulus dan respons. Sedangkan Tolman banyak mengambil petunjuk atau
pandangan awal dari teori-teori Gestald, yang mengatakan bahwa dalam belajar,
hal yang utama adalah proses interaksi yang berkesinambungan dengan lingkungan.
Sebuah organisme yang sampai pada eksplorasi, yang kemudian menemukan peristiwa
tertentu, lalu ditunjukkan pada peristiwa tertentu lainnya, atau dengan kata
lain, lalu ditunjukkan pada peristiwa tertentu lainnya, atau dengan kata lain,
sebuah tanda memimpin tanda memimpin tanda yang lain. Oleh karena itu, Tolman
lebih dikenal sebagai ahli teori S-S. Pengetahuan bagi Tolman adalah suatu
proses berkelanjutan yang tidak memerlukan motivasi apapun. Dalam hal ini,
Tolman sependapat dengan Guthrie dan bertentangan dengan Pavlov, Skinner, dan
Torndike. Bagaimanapun juga, haruslah ditunjukkan bahwa motivasi adalah penting
bagi teori Tolman. Karena motivasi itu menentukan aspek-aspek lingkungan mana
yang hendak disertai oleh organisme tersebut. Misalnya, organisme yang lapar
akan memakan makanan yang ada di lingkungan itu.
Menurut Tolman, belajar
adalah mengenal tentang situasi. Organisme belajar tentang sesuatu yang ada di
sekitarnya, jika ia berbalik ke kiri, ia akan menemukan sesuatu. Jika ia
berbalik ke kanan, ia temukan juga sesuatu yang lain. Hal ini terjadi secara
berangsur-angsur, sehingga ia dapat membuat kesimpulan sendiri. Dengan
demikian, menurut Tolman, belajar itu akan sia-sia jika hanya dihafal.
Di dalam Ilmu
Keolahragaan banyak didominasi dengan keterampilan-keterampilan gerak, maka
belajar akan sia-sia jika hanya dihafal. Digambarkan para tokoh behavioris,
mengartikan bahwa belajar adalah interaksi antara S-R, menurut Tolman ini akan
sia-sia karena di dalam memperoleh pembelajaran hanya bergantung kepada respon
sehingga stimulus hanya menghafalkan apa yang diberikan oleh respon.
Pembelajaran yang
dikemukakan oleh Tolman adalah interaksi antara S-S, dimana stimulus memperoleh
pembelajaran dari pengalamanya sendiri dan lingkunganya. Hal ini akan
berpengaruh pada kognisi, yaitu memori otak akan efektif menyimpan lebih lama
stimulus karena memperoleh pembelajaran secara langsung.
Dapat dicontohkan
secara konkret, di Indonesia olahraga AmericanFootball
masih sangat awam dan jarang. Apabila di dalam pembelajaran hanya mengandalkan
hanya dari R-S, tentu akan sulit untuk membayangkan penggambaran yang
dimaksudkan. Tetapi apabila di dalam pembelajarannya secara langsung mengalami
dan mengenal lingkungannya, maka akan dapat menggambarkan secara langsung tanpa
adanya respon yang mempengaruhi.
Confirmation
Versus Reinforcement
Sebagaimana Guthrie,
konsep penguatan (reinforcement) adalah tidak penting bagi Tolman
sebagai variabel pembelajaran. Akan tetapi, Tolman mengatakan sebagai
konfirmasi, di mana behavioris menyebutnya Reinforcement. Selama
perkembangan sebuah peta kognitif, harapan atau dugaan-dugaan dimanfaatkan oleh
sebuah organisme. Dugaan adalah sebuah firasat tentang sesuatu dan fungsinya.
Di mana awal sebuah dugaan bersifat sementara yang disebut hipotesis, yang
berasal baik dari pengalaman maupun bukan. Hipotesis yang telah dikonfirmasikan
akan dipakai. Sedangkan hipotesis yang salah akan dibuang. Yang harus
diperhatikan adalah proses penerimaan maupun penolakan hipotesis merupakan
sebuah proses kognitif bukan termasuk tindakan behavior.
Dalam proses
pengambilan keputusan dalam persepsi, ada 4 tahap pengambilan keputusan:
1.
Kategorisasi primitive, di mana objek
atau peristiwa yang diamati diisolasi dan ditandai berdasarkan ciri-ciri
khusus.
2.
Mencari tanda (cue search), di mana peneliti secara tepat memeriksa
lingkungan untuk mencari informasi-informasi tambahan untuk memungkinkannya
melakukan kategorisasi yang tepat.
3.
Konfirmasi, terjadi setelah objek mendapatkan penggolongan sementaranya. Pada
tahap ini peneliti tidak lagi terbuka untuk sembarang masukan, melainkan ia
hanya menerima tambahan informasi yang akan memperkuat konfirmasi keputusannya.
Masukan-masukan yang tidak relevan dihindari.
4.
Konfimasi tuntas, di mana pencarian tanda-tanda diakhiri. Tanda-tanda baru
diabaikan dan tanda-tanda yang tidak konsisten dengan kesimpulan juga
diabaikan.
Di dalam keolahragaan
ini sangat berpengaruh terhadap penelitian-penelitian yang dilakukan, dimana
sebelum penelitian dilakukan harus mempunyai dugaan-dugaan sebagai kesimpulan
sementara (hipotesis) dari informasi-informasi yang telah diperoleh baik dari
pengalaman maupun bukan sebagai kofirmasi dari penelitian.
Vicarious Trial and
Error
Tolman memperhatikan
karakteristik tikus dalam kebingungan (jalan simpang siur). Sehingga ia bisa
memanfaatkannya sebagai pendukung untuk menafsirkan teori belajarnya. Seekor
tikus sering berhenti pada suatu titik tertentu dan memandang sekelilingnya
seolah-olah berpikir tentang berbagai alternatif yang ada. Kegiatan seperti ini
(berhenti dan memandang sekelilingnya) yang disebut Tolman sebagaiVicarious
Trial and Error, sehingga organisme itu bisa membuat kesimpulan sendiri
dari berbagai kegiatan yang telah dilakukannya.
Jadi belajar itu
terjadi dari percobaan-percobaan yang telah dilakukan sehingga memperoleh
pengalaman dan belajar terjadi dari kesalahan-kesalahan yang dilakukan sampai
akhirnya memperoleh titik optimal ataupun kesempurnaan dari kegiatan-kegiatan
yang sebelumnya telah dilakukan. Hal ini terjadi pada semua pembelajaran begitu
juga dalam hal olahraga yang banyak mengutamakan keterampilan gerak.
Learning Versus
Performance
Sebagaimana
diterangkan, bahwa Hull membedakan antara learning dan performance. Pada
akhir teorinya, Hull menyatakan bahwa banyaknya jumlah percobaan (trial)
yang diperbuat merupakan satu-satunya variabel belajar. Sedangkan
variabel-variabel lainnya, yang ada dalam sistemnya merupakan variabel capaian
(performance). Sehingga performance dapat dimaksudkan sebagai
perwujudan belajar ke dalam perilaku. Hal seperti ini penting bagi Hull, tapi
juga penting bagi Tolman.
Menurut Tolman, kita
mengetahui banyak hal tentang lingkungan di sekitar kita, akan tetapi, kita
hanya akan melaksanakan informasi atau pengetahuan itu ketika kita harus
melakukannya. Dalam status kebutuhan (need), organisme memanfaatkan apa
yang telah dipelajarinya hingga sampai pada real testing (pengujian nyata)yang bisa menuangi
kebutuhan itu. Misalnya, ada seorang mahasiswa olahraga, dimana ia hanya
menguasai kecabangan tertentu; Misalnya bolavoli. Mahasiswa tersebut tidak
memperhatikan dan mengalami suatu pembelajaran pencak silat. Sehingga suatu
ketika ia harus mengambil suatu pembelajaran pencak silat, secara spontan
mahasiswa tersebut akan belajar pencak silat walaupun ia tidak tahu dan tidak
mengerti apa itu pencak silat. Dari sini kita akan menyimpulkan, mahasiswa
tersebut melakukan sesuatu hal yang baru dikarenakan kebutuhan dalam memenuhi
tugas pembelajaran. Dan akhirnya akan mengetahui suatu hipotesa bagaimana cara
belajar pencak silat tanpa harus menunggu ketika memerlukan pembelajaran
tersebut.
Beberapa point sejauh
ini yang dapat diringkas adalah:
1.
Organisme membawa kepada bentuk problem-solving berbagai hipotesis, yang
bisa jadi akan memanfaatkan percobaan untuk memecahkan masalah ini. Hipotesis
ini sebagian besar didasarkan pada pengalaman terdahulu. Tolman juga percaya
bahwa beberapa strategi problem-solving bisa jadi merupakan pembawaan.
2.
Hipotesis yang survive, yaitu yang sesuai dengan kenyataan menjadikan
maksud atau tujuan tercapai.
3.
Ketika ada berbagai tuntutan maupun alasan yang harus dipenuhi, sebuah
organisme akan memanfaatkan penggunaan informasi yang ada dalam peta
kognitifnya. Hal inilah yang menjadi dasar perbedaan learning dan performance.
Latent Learning
Latent learning
adalah belajar yang tidak diwujudkan dalam performance. Dengan kata
lain, latent learning merupakan kemungkinan belajar yang terbengkalai
dalam waktu yang amat panjang sebelum hal tersebut dinyatakan dalam perilaku.
Konsep tentang latent learning sangat penting bagi Tolman, dan dia
merasa sukses dalam mendemonstrasikan eksistensinya. Eksperimen terkenal yang
dilakukan oleh Tolman dan Honzik (1930) melibatkan tiga kelompok tikus, yang
mencoba belajar untuk memecahkan suatu kebingungan (jaringan jalan yang simpang
siur). Kelompok pertama, tidak pernah diperkuat untuk dengan tepat melintasi
jalan yang simpang siur itu. Kelompok kedua, selalu diperkuat (reinforced).
Sedang kelompok ketiga, tidaklah diperkuat sampai hari ke-11 mengadakan
percobaan. Kelompok terakhir inilah yang menarik bagi Tolman. Teorinya tentang latent
learning meramalkan bahwa kelompok ini akan belajar di simpang siur jalan
itu, sama halnya dengan kelompok yang secara teratur diperkuat. Dan ketika
penguatan (reinforcement) diperkenalkan pada hari ke-11, kelompok ini
akan melakukan seperti halnya kelompok yang secara terus menerus diperkuat (reinforced).
Baik kita perhatikan
gambar yang ada dalam buku, maka akan nampak hal nyata:
Pada F2 jika mulai dari S2. Hal seperti
ini merupakan kelompok respon learning. Sedangkan kelompok lain, selalu
diberi makan pada tempat yang sama F2, sehingga jika kelompok ini mulai dari S1
harus lebih dulu belok ke kiri untuk diperkuat. Sedangkan jika mulai dari S2,
harus lebih dulu memutar ke kanan. Kelompok inilah yang disebut sebagai place
learning.
Dari penggambaran di atas dapat di ambil sebuah gagasan, pada
eksperimen kelompok pertama yang tidak pernah diperkuat maka dapat disimpulkan
bahwa dalam pencapaian pembelajaran tersebut akan terjadi proses yang begitu
panjang dan juga dengan tidak adanya kotrol penguatan maka kesalahan-kesalahan
ataupun kekurangan-kekurangan yang terjadi di dalam pembelajaran tidak akan
terlihat. Dari kelompok eksperimen kedua yang secara terus menerus diberikan
penguatan, kelompok ini akan tepat dan cepat
mencapai tujuan dalam pencapaian pembelajaran, tetapi dengan adanya
penguatan yang secara terus menerus maka menjadikan di dalam pembelajarannya
terjadi ketergantungan terhadap penguatan-penguatan itu. Pada kelompok
eksperimen ketiga yang diberikan penguatan pada hari yang ke 11, ternyata pada
hasil penelitiannya sama dengan kelompok eksperimen kedua. Pada kelompok ketiga
ini, penguatan hanya dijadikan sebagai kontrol sehingga dalam proses
pembelajaran secara mandiri dan tujuan dari pembelajaran tercapai karena adanya
kontrol dari penguatan-penguatan tersebut.
Reinfocement Expectancy
Menurut
Tolman, ketika kita belajar, kita menganalisa "situasi". Term understanding
I(pemahaman dalam waktu
tetentu)selalu ada hubungannya dengan Tolman sebagaimana para
behavioris. Dalam situasi problem-solving, kita belajar untuk memperoleh
cara yang paling praktis. Kita belajar untuk mengharapkan terjadinya persitiwa
tertentu, mengikuti peristiwa yang lain. Seorang mahasiswa kuliah di Fakultas
Keolahragaan, maka ia akan mengharapkan menjadi seorang ahli dalam olahraga
karena menemukan reinforcer tertentu. Menurut pada ahli teori S-R, bahwa
merubah reinforcer dalam teori belajar tidak akan mengganggu perilaku
sepanjang kuantitas reinforcement tidak dirubah secara drastis.
Sedangkan menurut Tolman, ia memprediksikan, jika reinforcer dirubah,
perilaku akan terganggu, karena reinforcement expectancy merupakan
bagian dari apa yang diharapkan.
E.
Aspek Formal Teori Tolman
Sebagai
contoh teorisasi Tolman (1938) yang lebih abstrak, dalam artikelnya yang
berjudul “The Determiners at a Choice Point”, dalam contoh ini, titik pilihan
itu adalah tempat di mana tikus akan memutuskan untuk berbelok kekiri atau ke
kanan dalam jalur teka-teki berbentuk T. Tolman berpendapat bahwa rasio
perilaku ditentukan oleh pengalaman kolektif yang berasal dari tindakan yang
berbelok ke setiap arah saat di titik pilihan dalam beberapa kali percobaan.
Variable lingkungan, perbedaan individual, dan variable intervening berpengaruh
terhada perilaku.
F.
Formalisasi MacCorquodale dan Meehl
Atas Teori Tolman
MacCorquodale
dan Meehl mendeskripsikan teori Tolman sebagai teori S1-R1-S2, di mana S1
menimblkan ekspektansi, R1 menunjukkan cara ekspektansi itu ditindaklanjuti,
dan S2 menunjukkan apa perkiraan organisme tentang hal yang terjadi sebagai
akibat dari tindakannya dalam situasi tertentu. Dengan kata lain, organism
tampak berpikir “ dalam situasi ini(S1), jika saya melakukan ini (R1), maka
saya akan mendapatkan pengalaman tertentu (S2)”.
G.
Enam Jenis Belajar
Dalam artikelnya
(1949), "There is More than One Kind
of Learning", Tolman membagi belajar menjadi enam macam.
- Cathexes
Cathexis (jamak chatexes) mengacu pada
kecenderungan belajar untuk berhubungan dengan objek tertentu serta drive state tertentu. Misalnya,
Mahasiswa Ilmu Keolahragaan cenderung untuk mempelajari seluk beluk tentang
olahraga walaupun ada potensi untuk mempelajari ilmu lain selain olahraga.
Karena stimuli tertentu itu dihubungkan dengan kepuasan drive tertentu, sehingga stimuli-stimuli itu akan cenderung untuk
dicari-cari ketika drive itu
terulang.
- Equivalence Beliefs
Ketika sebuah "sub goal" mempunyai pengaruh yang sejenis dengan
dirinya, maka sub goal itu dikatakan
mendasari sebuah equivalence belief.
Hal seperti ini hampir sesuai dengan yang disebut oleh para ahli teori S-R
sebagai secondary reinforcement.
Tolman (1949) menganggap bahwa jenis belajar ini termasuk dalam typical "social drives" dari pada physiological drives. Misalnya, Seorang
atlet olahraga yang belajar pada fakultas ataupun akademi olahraga, maka dengan
jelas dapat ditunjukan dengan minat, kebutuhan dan menerima pembelajaran tanpa
harus menanyakan tentang kualitas nilai belajar dan juga tanpa menanyakan
tentang equivalence belief.
Di sini ada sedikit perbedaan antara
Tolman dan para ahli teori S-R, kecuali pada sebuah fakta di mana Tolman
menyebut "love reduction" sebagai
reinforcement, dan para teori S-R
lebih suka menyebutnya sebagai penurunan drive.
- Field Expectancies
Ini dikembangkan dengan cara yang sesuai
menurut perkembangan peta kognitif. Sebuah organisme belajar tentang objek dan
fungsinya. Ketika melihat suatu tanda tertentu ia mengharapkan sign yang lain akan mengikutinya.
Pengetahuan umum tentang lingkungan digunakan untuk menerangkan latent learning dan place learning. Hal seperti ini bukan merupakan S-R learning
melainkan S-S learning atau sign-sign learning. Dicontohkan seorang
mahasiswa yang melihat sign untuk
belajar, setelah memiliki bekal ilmu yang cukup ia berharap untuk bisa menjadi
model pembelajaran untuk yang lainya. Satu-satunya "reinforcement" yang penting untuk jenis belajar seperti
ini adalah konfrmasi sebuah hipotesis.
- Field-Cognition Modes
Jenis belajar seperti ini kurang
diminati oleh Tolman. Ini adalah sebuah strategi, cara pendekatan untuk situasi
problem-solving. Hal ini merupakan
sebuah tendensi untuk menyusun perceptual
field dalam bentuk tertentu. Tolman mencurigai bahwa kecenderungan ini
adalah bawaan, tetapi bisa dimodifikasi dengan pengalaman. Sesungguhnya hal
paling utama pada strategi yang bekerja dalam pemecahan masalah adalah akan
dicoba pada situasi yang sama pada masa yang akan datang. Seperti itulah field cognitionmodes yang efektif, atau problem-solving, yaitu memindahkan
permasalahan-permasalahan yang berhubungan. Pengalaman belajar akan digunakan
atau di uji pada situasi yang akan datang.
- Drive Discrimination
Drive
discrimination hanya mengacu kepada fakta bahwa
organisme dapat menentukan status drive
mereka sendiri. Oleh karena itu, mereka mampu merespon sewajarnya. Contohnya,
Seorang mahasiswa Pasca Sarjana Ilmu Keolahragaan dibebaskan untuk menentukan
program jurusannya, memilih Olahraga Usia Dini maupun Kesehatan Olahraga.
- Motor Patterns
Tolman menunjukkan bahwa teorinya
sebagian besar itu terkait dengan ide asosiasi bukan terkait dengan ide yang
berhubungan dengan perilaku. Motor patern
learning ini merupakan suatu usaha untuk memecahkan sebuah masalah. Tolman
menerima interpretasi Guthrie tentang bagaimana respon bisa menjadi hubungan
dengan stimuli.
H.
Pendapat Tolman Tentang Pendidikan
Dalam banyak
hal, Tolman dan Gestaltis sepakat mengenai praktik pendidikanyang menekankan
pentingnya pemikiran dan pemahaman. Menurut Tolman, murid perlu melakukan
hipotesis dalam situasi problem. Tolam mendukung diskusi kelompok-kelompok
kecil dalam kelas. Yang penting buat murid adalah punya kesempatan, secara
individual atau sebagai anggota kelompok untuk menguji ide-idenya secara
memadai. Terakhir, Tolman mengatakan bahwa penguatan ekstrinsik adalah tak
perlu untuk memicu proses belajar. Karena belajar bersifat konstan.
I.
Evaluasi Teori Tolman
Kontribusi
Banyak kontribusi yang
diberikan olehTolman untuk studi belajar. Pembahasan belajar laten, eksperimen
jalur teka-teki melingkar oleh Tolman,, telah dijadikan perintis studi tentang
kognisi komparatif dewasa ini (Olton, 1992). Penelitian Tolman tentang belajar
spasial dan peta kognitif masih menjadi pedoman riset terhadap belajar ruang
pada manusia dan non manusia. Tetapi perannya yang paling besar adalah temuan
riset dan perannya sebagai tokoh antagonis bagi dominasi neobehaviorisme
Hullian. Tolman percaya metode behaviorisme yang ketat, dan dia memperuasnya ke
perilaku molar dan kejadian mental.
Kritik
Kritik
ilmiah terhadap teori Tolman jelas valid. Teorinya tidak mudah diteliti secara
empiris. Teorinya menggunakan banyak variable individual, bebas, dan intervening
yang sulit untuk dijelaskan semuanya. Ia dianggap membawa psikologi mundur kea
bad yang lalu (Malone, 1991).
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Teori
Tolman memberikan banyak konsep secara dominan dalam psikologi perkembangan dan
berpengaruh pula pada perkembangan kecerdasan melalui pengamatan perilaku
secara menyeluruh. Teori ini membahas bagaimana seseorang tidak hanya sekedar
melibatkan hubungan stimulus dengan respon, tetapi juga memperhatikan pemahaman
tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan belajar, mengartikan
interaksinya dengan berbagai tahapan perkembangan saat sesorang memperoleh cara
baru dalam mempresentasikan secara langsung.
Di
dalam pembelajaran pendidikan jasmani dan olahraga melibatkan seluruh aspek
gerak sensorik maupun motorik sebagai proses mengorganisasikan
pengalaman-pengalaman ke dalam pola-pola yang sistematis dan bermakna.
Belajar
pendidikan jasmani dan olahraga bukan merupakan suatu penjumlahan, sebaliknya
belajar pendidikan jasmani dan olahraga dimulai dari mempersepsi keseluruhan
apa itu pendidikan jasmani dan olahraga, yang lambat laun akan terjadi suatu
proses diferensiasi, yaitu menangkap bagian-bagian dan detail dari pengalaman.
Dengan memahami bagian-bagian dan detail dari pendidikan jasmani dan olahraga,
awalan keseluruhan obyek yang semula masih agak kabur akan menjadi semakin
jelas.
Dari
makalah di atas, dapat disimpulkan beberapa prinsip belajar:
1. Belajar
pendidikan jasmani dan olahraga menggambarkan tentang manusia yang bereaksi dan
menyesuaikan dengan lingkungannya secara keseluruhan, tidak hanya intelektual,
tetapi juga secara fisik, emosional, sosial, dan sebagainya.
2. Manusia
berkembang sebagai keseluruhan sejak dari kecil sampai dewasa, lengkap dengan
segala aspek-aspeknya.
3. Belajar
adalah perkembangan ke arah diferensiasi yang lebih luas.
4. Belajar
akan berhasil apabila tercapai kematangan untuk memperoleh pengertian.
5. Motivasi
sangat penting untuk memberi dorongan kemauan untuk belajar.
6. Belajar
akan berhasil kalau ada tujuan.
No comments:
Post a Comment