BAB I
PENDAHULUAN
A .
Latar
Belakang
Kualitas
dan kemajuan suatu Bangsa tidak terlepas dari peran kondisi pendidikan yang
ada. “Pendidikan adalah usaha
sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran
agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat” (wikipedia). Negara-negara
yang maju sangat ditopang oleh kondisi dan pengelolaan pendidikan yang baik dan
berkualitas. Kualitas pendidikan sangat menentukan kondisi suatu bangsa dan
negara, karena berdasarkan pendidikan segala sesuatu dapat dicapai, dikelola,
dan dilakukan. Kualitas suatu pendidikan dipengaruhi oleh beberapa faktor,
diantaranya sarana dan prasarana, SDM pembelajar, SDM pendidik, managemen dan sistem
pendidikan, dan yang tak kalah penting adalah proses pembejaran yang dilakukan.
Proses
belajar pada hakikatnya merupakan kegiatan mental yang tidak dapat dilihat.
Proses perubahan yang terjadi dalam diri seseorang yang belajar tidak dapat
disaksikan. Perubahan hanya dapat dilihat dari adanya gejala-gejala perubahan
perilaku yang tampak. Teori pembelajaran edisi VII (2008:2), “Belajar diukur
berdasarkan perubahan dalam perilaku. Salah satunya pada pendidikan jasmani,
hasil dari belajar paratik khususnya diterjemahkan dalam perilaku atau tindakan
yang dapat diamati”.
Pendidikan jasmani
merupakan bentuk pendidikan yang memberikan perhatian pada pengajaran
pengetahuan, sikap, dan pembelajaran motorik (gerak). Pembelajaran motorik
adalah suatu upaya pembelajaran yang berbasis pada dimensi gerak. Hampir semua
proses pembelajaran yang dilakukan manusia melibatkan unsur gerak. Seperti
pendidikan yang lain, dalam pendidikan jasmanipun proses belajar terjadi di
dalamnya. Umumnya proses belajar gerak yang tejadi dalam pendidikan jasmani dipengaruhi
oleh struktur kognitif yang menciptakan lingkungan fisik (jasmani).
Berkaitan dengan struktur kognitif, teori pembejaran
adalah landasan untuk dapat menganalisis dan mengarahkan suatu proses
pembelajaran yang dilakukan. Teori belajar memiliki warisan yang
kaya dan beragam. Sebagai akibat dari warisan ini, banyak sudut pandang tentang
proses belajar yang bermunculan. Sudut pandang yang dianut oleh sejumlah ilmuan
disebut sebagai paradigma. Dan salah satunya adalah paradigma kognitif, yaitu
menekankan sifat kognitif dalam belajar.
Jean Piaget
adalah salah seorang teoritis pembelajaran yang menganut paradigma kognitif.
Menurut Piaget saat struktur kognitif makin meluas, lingkungan fisik menjadi
terartikulasikan dengan baik. Demikian pula, jika sesuatu sangat jauh dari
struktur kognitif organisme sehingga tidak dapat diakomodasikan, tidak akan
terjadi belajar. Tetapi jika sesuatu sudah dipahami dengan sempurna prose
belajar-pun tidak akan menghasilkan apa – apa. Oleh karena itu agar belajar
optimal terjadi, informasi harus disajikan sedemikian rupa sehingga dapat
diasimilasikan ke dalam struktur kognitif.
Menurut Piaget, kegagalan penegtahuan sebelumya untutk mengasimilasikan
suatu pengalaman akan menyebabkan akomodasi atau proses belajar baru.
Pengalaman harus cukup menantang, agar memicu pertumbuhan kognitif.
Terkait dengan teori Jean Piaget yang berperan dalam dunia pendidikan, tentunya ingin diketahui keterkaitan teori Jean Piaget dalam pendidikan jasmani agar dapat berjalan efektif dan efisien agar dalam usaha mencapai tujuan proses belajar dapat sesuai dengan tujuan pendidikan sehingga mampu menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas.
Terkait dengan teori Jean Piaget yang berperan dalam dunia pendidikan, tentunya ingin diketahui keterkaitan teori Jean Piaget dalam pendidikan jasmani agar dapat berjalan efektif dan efisien agar dalam usaha mencapai tujuan proses belajar dapat sesuai dengan tujuan pendidikan sehingga mampu menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas.
B.
Rumusan Masalah
1. Bagaimpeserta
didikah teori belajar menurut Jean Piaget?
2. Bagaimpeserta
didikah implikasi teori belajar menurut Jean Piaget terhadap pendidikan Jasmani
?
C. Tujuan
1. Untuk
menegtahui teori belajar menurut Jean Piaget
2. Untuk
mengetaui implikasi teori belajar menurut Jean Piaget terhadap pendidikan
Jasmani
BAB II
PEMBAHASAN
A. TEORI
BELAJAR KOGNITIF
Teori
belajar memiliki warisan yang kaya dan beragam. Sebagai akibat dari warisan
ini, banyak sudut pandang tentang proses belajar yang bermunculan. Sudut
pandang yang dianut oleh sejumlah ilmuan disebut sebagai paradigma. Adapun beberapa
sudut pandang yang dapat diidentifikasi ke dalam teori belajar antara
lain: 1) Fungsionalistik, 2) Asosiasinistik,
3) Kognitif, 4) Neurofisiologis, 5) Evolusioner. Paradigma
fungsionalistik menekankan hubungan antara belajar dengan penyesuaian diri
dengan lingkungan. Paradigma asosiasionistik mempelajari proses belajar
dalam term hokum asosiasi. Paradigma kognitif menekankan sifat kognitif
dalam belajar. Paradigma neurofisiologis mengisolasi korelasi
neurofisiologis dari hal-hal seperti belajar, persepsi, pemikira, dan
kecerdasan. Paradigma evolusioner menekankan pada sejarah evolusi proses
belajar orgaisme.
Paradigma-paradigma yang berkembang harus dlihat
sebagai kategori kasar karena sulit untuk menemukan teori belajar yang sesuai
persis dengan dengan salah satu dari kategori itu. Ketika meletakkan satu teori
dalam paradigma tertentu berdasarkan penekanan utama, maka aspek-aspek tertentu
dari paradigma lain dapat ditemukan. Sebagai contoh, teori Tolman sulit
dikategorisasikan karena mengandung elemen fungsionalistik dan kognitif.
Teori Piaget banyak dipengaruhi oleh teori Darwin namun banyak kesamaan dengan
teori dalam paradigma fungsionalistik. Teori Hull dimasukkan dalam
paradigma fungsionalis, namun teori ini banyak didasarkan pada gagasan asosiasinistik.
Dengan pertimbangan tersebut, teori belajar utama dapat dikategorikan sebagai
berikut: 1.) Paradigma fungsionalistik (Teori Thorndike, Teori
Skinner, Teori Hull), 2.) Paradigma asosiasinistik (Teori Pavlov, Teori Guthrie, Teori
Estes), 3.) Paradigma kognitif (Teori
Gestalt, Teori Piaget, Teori Tolman, Teori Bandura), 4.) Paradigma neurofisiologis
(Teori Hebb), 5.) Paradigma evolusioner (Teori Bolles).
Pendekatan
kognitif menekankan pada proses mental. Informasi yang diterima, diproses
melalui pemilihan, perbandingan dan penyatuan dengan informasi lain yang ada
dalam ingatan. Penyatuan informasi ini kemudian akan diubah dan disusun
kembali. Otak kita akan memproses secara aktif informasi yang diterima dan
menukar informasi kepada bentuk atau kategori baru. salah seorang yang menganut
paradigma kognitif yang seperti Jean Piaget menerangkan Asimilasi Akomodasi
Equilibrium/dis Pikiran manusia mempunyai struktur yang disebut skema atau
skemata (jamak yang sering disebut dengan struktur kognitif. Dengan menggunakan
skema itu seseorang mengadaptasi dan mengkoordinasi lingkungannya sehingga
terben skema yang baru, yaitu melalui proses asimilasi dan akomodasi.
Perkembangan kognitif sebagian besar
ditentukan oleh manipulasi dan interaksi aktif peserta didik dengan lingkungan.
Pengetahuan datang dari tindakan. Piaget yakin bahwa pengalaman-pengalaman
fisik dan manipulasi lingkungan penting bagi terjadinya perubahan perkembangan.
Sementara itu bahwa interaksi sosial dengan teman sebaya, khususnya berargumentasi
dan berdiskusi membantu memperjelas pemikiran yang pada akhirnya memuat
pemikiran itu menjadi lebih logis (Nur, 1998). Piaget mengembangkan teori
kognitif dengan menggunakan standar pertanyaan sebagai titik awal, mencoba
mengikuti jalan pikiran peserta didik – peserta didik melalui training dan
membuat pertanyaan lebih fleksibel. Jawaban dan komentar peserta didik – peserta
didik yang spontan memberikan tanda untuk memahami jalan pikiran mereka. Bukan
jawaban “benar” atau “salah” nya, tetapi bentuk logita dan alasan yang
digunakan peserta didik – peserta didik dalam berkomentar itulah yang menjadi
perhatian khusus oleh Piaget. Piaget menyimpulkan bahwa perkembangan
intelektual adalah hasil interaksi antara faktor bawaan sejak lahir dengan
lingkungan di mana peserta didik – peserta didik itu berkembang.
B. KONSEP TEORI JEAN PIAGET
Jean Piaget
lahir di Neuchatel, Swiss pada 9 Agustus 1896. Perjalanan Piaget berawal dari
ketertarikkannya pada biologi, dan ketika dia berusia 11 tahun dirinya
memublikasikan artikel tentang burung pipit albino. Dan usia antara 15-18
tahun, Piaget memublikasikan sejumlah artikel tentang kerang. Saat remaja,
ketika itu Piaget sedang berlibur dengan walinya, dan disinilah Piaget mulai
tertarik pada filsafat. Minat Piaget pada biologi dan filsafat terus berlanjut
di sepanjang hayatnya dan nampak jelas pada semua tulisan teorinya. Tanpa
pernah mengikuti kuliah tentang psikologi, dengan mempelajari tiga anaknya
sendiri melakukan observasi yang cermat atas perkembangan yang terjadi pada
ke-tiga anaknya tersebut. Dan akhirnya Piaget berhasil membuat karya pertamanya
tentang Psikologi perkembangan.
Jean Piaget
menentang tentang pendefisian intelligence
dalam jumlah item yang dijawab dengan benar dalam tes intelegensi, sewaktu
bekerja di Laboratorium Binet. Menurut Piaget tindakan yang cerdas adalah
tindakan yang menimbulkan kondisi yang mendekati kelangsungan hidup organisme
yang optimal. Sebuah tindakan yang cerdas selalu cenderung menciptakan kondisi
yanng optimal untuk survive di dalam situasi yang sedang dialami. Intelegensi
merupakan ciri bawaan yang dinamis sebab tindakan yang cerdas akan berubah saat
organisme itu makin matang secara biologis dan mendapat pengalaman.
Ada 4 macam istilah yang menjadi
ciri pada proses belajar pada teori Jean Piaget :
1.
Skemata atau Skema,
yaitu potensi umum untuk bertindak atau
satu kelompok perilaku dengan cara tertentu. Skemata yang tersedia pada
organisme pada waktu tertentu dinamakan struktur kognitif. Contoh Skemata
adalah skema memegang.
2.
Asimilasi dan Akomodasi, yaitu asimilasi adalah proses
merespon lingkungan sesuai dengan struktur kognitif yang ada. Akomodasi adalah
proses memodifikasi struktur kognitif. Dengan kata lain asimilasi adalah proses
pengenalan atau mengetahui dan akomodasi adalah menghasilkan modifikasi
struktur kognitif. Jadi dapat dikatakan bahwa kita merespon dunia berdasarkan
pengalaman kita sebelumnya (Asimilasi) dan akomodasi proses memodofikasi/proses
belajar atas kejadian atau pengalaman – pengalaman kita yang berbeda.
3.
Ekulibrasi, adalah
penyeimbang atau mengorganisasikan pengalaman agar mendapatkan adaptasi yang
maksimal. Secara bertahap, malalui proses penyesuaian ini informasi yang tak
dapat di asimilasi, pada akhirnya dapat di asimilasi. Mekanisme asimilasi dan akomodasi,
dan penggerak ekulibrasi akan menghasilkan pertumbuhan intelektual yang pelan
tapi pasti.
Lingkungan Fisik
Struktur Kognitif
Persepsi
Aasimilasi Akomodasi
Gambar 1.
Bagan Proses Mekanisme Perkembangan
Menurut teori Piaget, setiap
individu pada saat tumbuh mulai dari bayi yang baru di lahirkan sampai mengijak
usia dewasa mengalami empat tingkat perkembangan kognitif. Empat tingkat perkembangan
kognitif itu adalah:
1)
Sensorimotor (usia 0 - 2
tahun)
Tahap sensori motor dicirikan oleh
tidak ada bahasanya. Ciri pokok perkembangannya peserta didik mengalami dunia
melalui gerak dan inderanya. Contonya, melihat, meraba, mendengar.
2)
Pra Operasional (usia 2 – 7
tahun)
Ciri pokok perkembangannya adalah
penggunaan simbol/bahasa tanda dan konsep intuitif. Tahap ini dibagi menjadi
dua, pra konseptual (2-4 tahun)
dimana anak mulai membentuk konsep sederhana, contoh sapi adalah hewan besar
berkaki empat, hewan itu besar dan berkaki empat oleh karena itu hewan itu
adalah sapi. Yang kedua adalah tahap intuitif
(4-7 tahun), hal ini dicirikan dengan kegagalan untuk mengembangkan konservasi,
yaitu kemampuan untuk menyadari bahwa jumlah, panjang, atau luas akan tetap
sama meski dalam bentuk berbeda.
3)
Operasional Kongkrit (usia 7 –
11 tahun)
Ciri utamanya adalah anak mulai
berpikir secara logis, tentang kejadian – kejadian konkret. Pemikiran yang
didasarkan pada aturan - aturan tertentu yang logis.
4)
Operasi Formal (usia 11-15
tahun hingga dewasa)
Ciri pokok perkembangannya anak
mulai berpikir secara hipotesis, abstrak, dan logis. Dan proses berpikirnya
tidak lagi tergantung hanya pada hal – hal yang langsung dan rill.
Jean Piaget
menilai, bahwa anak – anak berusia sama dan dari kultur yang sama denderung
memilik strutur kognitif yang sama, tetapi kemungkinan diantara mereka yang
memiliki struktur kognitif yang berbeda, sehingga memerlukan materi yang
berbeda pula.
C. PENDIDIKAN JASMANI
Dalam dunia pendidikan salah satu materi yang ada pada
kurikulum adalah pendidikan Jasmani. Pendidikan jasmani pada dasarnya adalah
bagian integral dari pendidikan secara keseluruhan. Pendidikan jasmani merupakan bentuk pendidikan yang
memberikan perhatian pada pengajaran pengetahuan, sikap, dan pembelajaran
motorik (gerak). Pendidikan jasmani adalah salah satu media pendorong
perkembangan
keterampilan motorik, kemampun fisik, penegtahuan dan penalaran, penghayatan nilai-
nilai (yang berimplikasi pada sikap, mental, emosional, spiritual dan sosial),
dan untuk mengembangkan aspek kesehatan, kebugaran jasmani, serta keterampilan
berpikir kritis.
Gambar 2. Bagan Konsep Dasar Pendidikan Jasmani (Adop
By: Sudirman Husin)
Pendidikan
jasmani mencakup ruang lingkup yang luas karena terkait langsung dengan
karakteristik peserta didik dari berbagai usia. Menurut Heru Rahyubi
(2012:357), “Karena begitu eratnya hubungan antara perkembangan fisik, dan
keterampilan anak, ruang lingkup pendidikan jasmani dan olahraga yang
ditawarkan di sekolah mestinya dikembangkan berdasarkan kebutuhan peserta
didik”. Selanjutnya dikatakan “ penjaskes dan olahraga harus dirancang dan di
olah sebaik – baiknya dan secermat – cermatnyadengan pertimbanganyang matang.
Pertimbangan tersebut meliputi 1). Dasar – dasar pengembangan program, 2). Pola
pertumbuhan dan perkemabangan peserta didik, 3). Motivasi peserta didik, dan
4). Kkarakteristik dan minat peserta didik.
D. IMPLIKASI TEORI JEAN PIAGET PADA PENDIDIKAN
JASMANI
Pendapat
Jean Piaget terhadap pendidikan adalah pengalaman pendidikan harus dibangun di
seputar struktur kognitif pembelajar. Materi
pendidikan harus disesuaikan dengan struktur kognitif peserta didik, karena
kemampuan untuk mengasimilasi bervariai dari satu peserta didik dengan peserta
didik yang lain sehingga pendidikan harus diindividualisasikan. Selain itu
pendidikan membutuhkan pengalaman yang menantang bagi pembelajar sehingga
proses asimilasi dan akomodasi dapat menghasilakan pertumbuhan intelektual. Agar
pembelajaran terjadi, maka materi pelajaran perlu disusun dengan materi yang
setengah darinya diketahui dan
separuhnya lagi tidak diketahui oleh peserta didik. Bagian yang diketahui akan
diasimilasi oleh peserta didik, dan bagian yang baru akan mengharuskan peserta
didik untuk membuat sedikit perubahan (modifikasi) dalam struktur kognitifnya.
Perubahan dalam struktur kognitif tadi dapat dilihat sebagai akomodasi, yang
dapat disamakan dengan belajar. Jadi bagi Piaget, pendidikan optimal meliputi
pengalaman - pengalaman yang menantang dalam tingkat yang cukup, sehingga
proses asimilasi dan akomodasi dapat memberikan pertumbuhan intelektual.
Tindakan yang cerdas akan berubah saat organisme itu makin matang secara
biologis dan mendapat pengalaman. Untuk
menciptakan jenis pengalaman demikian, pendidik harus mengetahui tingkat fungsi
dan setiap struktur kognitif peserta didik. Dalam hal ini, dikaitkan dengan
program pendidikan, Piaget menghendaki adanya program yang individualized.
Pendapat
Piaget mengenai teori perkembangan kognitif yaitu bahwa peserta didik membangun
sendiri pengetahuannya dari pengalamannya sendiri dengan lingkungan. Dalam
pandangan Piaget, pengetahuan datang dari tindakan, perkembangan kognitif
sebagian besar bergantung kepada seberapa jauh peserta didik aktif memanipulasi
dan aktif berinteraksi dengan lingkungannya. Dalam hal ini peran pendidik
adalah sebagai fasilitator dan buku sebagai pemberi informasi.
Penerapan teori yang dikemukakan oleh Jean Piaget
dalam pembelajaran penjas, terutama yang berkaitan dengan motorik peserta
didik, pendidik harus menyadari bahwa kemampuan peserta didik dalam menguasai
keterampilan lebih banyak ditentukan oleh tahapan kematangannya.
Oleh karena itu pendidik perlu membagi-bagi tugas gerak yang harus dipelajari
peserta didik disesuaikan dengan usia peserta didik, semakin tinggi usia
peserta didik, semakin siap peserta didik itu mempelajari keterampilan yang
cukup komplek. Dan pendidik harus mampu menuntun peserta didik untuk aktif
dalam melakukan gerakan - gerakan olahraga sesuali dengan kemampuannya. Dengan
demikian peserta didik mendapatkan banyak pengalaman dan mampu mengembangkan
gerakannya sendiri sesuai dengan kemampuan untuk mengembangkan kebugaran
jasmaninya.
Misalnya saja dalam melakukan
shooting dalam permainan sepak bola untuk anak Sd kelas 4 dengan tahap Concrete Operation, peserta didik dapat
mengembangkan tekniknya sendiri dengan sering mencoba, dengan berbagai
manipulasi yang dilakukan. Pendidik dapat menggunakanan bola modifikasi atau
memanipulasi jarak shooting nya, untuk menyesuaikan kemampuan dasar dan
kesiapan fungsi organ tubuh anak seperti otot kaki anak. Apabila peserta didik dituntut
melakukan shooting dengan punggung kaki, dan hasilnya ada peserta didik yang menggunakan kaki bagian dalam, dan
sebagainya, pendidik harus memaklumi keadaan ini, dan pendidik harus mengamati
proses mengapa shooting yang seharusnya menggunakan punggung kaki, akan tetapi
peserta didik menggunakan kaki bagian dalam, dst.
Kemampuan dan keterampilan motorik
anak khususnya dalam pembelajaran Penjas, tidak terlepas dari tahapan – tahapan
perkembangan anak yang di klasifikasikan oleh Piaget sendiri. Pendidik harus
memahami, lingkungan, keterampilan dasar, dan kematangan sistem organ tubuh
peserta didik dengan menyesuaikannya dengan tahapan – tahapan ini. Berdasarkan
tingkat perkembangan kognitif Piaget ini, untuk peserta didik SLTP dengan
rentang usia 11 – 15 tahun berada pada taraf perkembangan operasi formal. Pada
usia ini yang perlu dipertimbangkan adalah aspek-aspek perkembangan remaja.
Dimana remaja mengalami tahap transisi dari penggunaan operasi kongkrit
kepenerapan operasi formal dalam bernalar. Remaja mulai menyadar
keterbatasan-keterbatasan pemikiran mereka, dimana mereka mulai bergelut dengan
konsep-konsep yang ada di luar pengalaman mereka sendiri. Peserta didik dirasa
sudah siap dan mampu apabila dalam pembelajaran diberi pemberian masalah /
problem yang lebih kompleks baik secara rill atau abstrak.
Perhatian kepada cara berpikir atau proses
mental peserta didik, tidak sekedar kepada hasilnya. 1) Pendidik harus memahami
proses yang digunakan peserta didik sehingga sampai pada hasil tersebut.
Pengalaman – pengalaman belajar yang sesuai dikembangkan dengan memperhatikan
tahap fungsi kognitif dan jika pendidik penuh perhatian terhadap Pendekatan
yang digunakan peserta didik untuk sampai pada kesimpulan tertentu, barulah
dapat dikatakan pendidik berada dalam posisi memberikan pengalaman yang dimaksud,
2) Mengutamakan peran peserta didik dalam berinisiatif sendiri dan keterlibatan
aktif dalam kegiatan belajar. Dalam kelas, Piaget menekankan bahwa pengajaran
pengetahuan jadi ( ready made knowledge ) peserta didik didorong
menentukan sendiri pengetahuan itu melalui interaksi spontan dengan lingkungan'
3) Memaklumi akan adanya perbedaan individual dalam hal kemajuan perkembangan.
Teori Piaget mengasumsikan bahwa seluruh peserta didik tumbuh dan melewati
urutan perkembangan yang sama, namun pertumbungan itu berlangsung pada
kecepatan berbeda. Oleh karena itu pendidik harus melakukan upaya untuk
mengatur aktivitas di dalam kelas yang terdiri dari individu – individu ke
dalam bentuk kelompok – kelompok kecil peserta didik daripada aktivitas dalam
bentuk klasikal, 4) Mengutamakan peran peserta didik untuk saling berinteraksi.
Menurut Piaget, pertukaran gagasan – gagasan tidak dapat dihindari untuk
perkembangan penalaran. Walaupun penalaran tidak dapat diajarkan secara langsung,
perkembangannya dapat disimulasi.
Seperti yang telah disinggung di
atas, bahwa perkembangan anak khususnya dalam pembelajaran Penjas, tidak
terlepas dari tahapan – tahapan perkembangan yang di kemukakan Piaget. Oleh
karena itu berikut akan di jelaskan contoh implementasi pembelajaran Penjas
menggunakan teori Piaget berdasarkan urutan tahapan – tahapan perkembangan anak
mulai dari usia sekolah
1)
Pra Operasional tahap Intuitif (4-7 Tahun)
Tahap intuitif (4-7 tahun) ini, dikhususkan untuk peserta didik Play Grup
atau Taman Kanak – Kanak. Hal ini
dicirikan dengan kegagalan untuk mengembangkan konservasi, yaitu kemampuan
untuk menyadari bahwa jumlah, panjang, atau luas akan tetap sama meski dalam
bentuk berbeda. Apabila di transfef dalam pembelajaran Penjas Khususnya
kemampuan motorik.
a.
Bahan / Materi
Pendidik harus mampu menciptakan
permainan gerak yang tepat tujuan namun sesuai dan menyenangkan untuk peserta
didik. Contoh dalam bermain melempar bola (bola yang digunakan adalah bola
plastik), dengan belum menerapkan aturan – aturan yang tegas.
b.
Bahasa
Pendidik harus menggunakan bahasa
yang halus dan lembut, sehingga anak merasa rileks dalam menerima materi yang
kita sampaikan.
c.
Fungsi dan Kerja Organ Tubuh
Secara fungsi, organ tubuh pada usia
ini, belum siap untuk menerima aktivitas fisik yang terlalu berat.
d.
Cara Berpikir
Cara berpikir yang belum ajeg,
sehingga masih banyak kemungkinan kegagalan dalam mengoprasionalkan apa yang
pendidik minta atau sampikan. Menuntut pendidik agar lebih memaklumi hasil dan
menghargai proses. Sebelum melakukan permainan, kenalkan terlebih dahulu baik
mengggunakan gambar atau secara langsung, beberapa jenis dan ukuran bola. Beri
pengertian bahwa bola itu adalah bulat
e.
Lingkungan
Pembelajaran dengan lingkungan
bermain yang menyenangkan, akan membuat anak lebih bersemangat dalam mengikuti
pembelajaran. buatlah lingkup pembelajaran yang banyak permainan edukatif. Cari
bola – bola plastik yang beragam warna nya yang akan digunakan dalam
pembelajaran
f.
Peluang Peserta Didik
Berikan contoh permainan bola yang
dimaksud kemudian biarkan anak – anak melakukan sesuai dengan kemampuan mereka.
2)
Operasional Kongkrit (usia 7 –
11 tahun)
Tahap operasi kongkrit ini terjadi pada anak Sekolah Dasar. Ciri
utamanya adalah peserta didik mulai berpikir secara logis, tentang kejadian –
kejadian konkret. Pemikiran yang didasarkan pada aturan - aturan tertentu yang
logis.
a.
Bahan / materi
Materi yang disiapkan, jenisnya
harus berhadapan langsung dengan peserta didik (kongkret), dan sudah mulai
diperkenalkan dengan aturan – aturan yang ada. Contohnya: materi bola kecil
dengan permainan kasti.
b.
Bahasa
Gunakanlah bahasa yang halus, jelas
dan mudah dipahami. Sikap pendidik yang penyayang masih sangat dibutuhkan pada
usia ini, tetapi juga harus sedikit tegas apabila anak melakukan kesalahan.
c.
Fungsi dan Kerja Organ Tubuh
Usia 7-11 tahun, sudah mulai mampu
untuk menerima aktifitas fisik tetapi dengan bobot yang sesuai. Hindari
aktifitas beban atau pembelajaran yang terlalu berat. Karena perkembangan anak
dapat terhambat apabila mengalami beban yang berat dan rutin. Akan tetapi anak
mulai memliki perkembangan kemampuan
motorik. Dikatakan Heri Rahyubi (2012:356), ”Dalam perkembangan motorik dan
keterampilan, anak – anak mengalami masa perkembangan motorik dan keterampilan
dasar seperti keterampilan berpindah tempat (lokomotor), gerak statis di temapt
(non lokomotor), dan gerak memakai anggota badan (manipulatif).
d.
Cara Berpikir
Pengenalan cara berpikir yang logis
dengan kejadian yang ada dihadapannya, membuat peserta didik dituntut untuk mampu
menganalisis masalah yang dihadapi. Khususnya dalam permainan kasti sebagai
permulaan permainan bola kecil. Keterampilan gerak, contoh dalam gerak melempar
dan memukul lemparan bola, dapat dilakukan dengan memanipulasi jarak lemparan
dan tongkat pemukul. Dan mungkin bisa ditingkatakan tingkat kesulitannya pada
kelas – kelas berikutnya selama peserta didik berada di bangku Sekolah Dasar.
e.
Lingkungan
Pendidik harus membantu peserta
didik dalam berinterkasi. Terutamanya, pendidik harus mampu menganalisis pola
sosial masing – masing individu peserta didik, agar peserta didik dapat
mengikuti pembelajaran dengan baik dan rileks.
f.
Peluang Peserta Didik
Peserta didik harus terlibat
langsung dalam pembelajaran (kasti). Dan merasakan disemua posisi pemain. Baik
sebagai regu pemain maupun regu penjaga.
3)
Operasi Formal (usia 11-15
tahun dan 15 tahun ke atas (dewasa))
Ciri pokok perkembangannya peserta
didik mulai berpikir secara hipotesis, abstrak, dan logis. Dan proses
berpikirnya tidak lagi tergantung hanya pada hal – hal yang langsung dan rill.
Ø
Usia 11-15 tahun, contohnya pada
peserta didik yang berada di bangku SMP.
a.
Bahan / Materi
Peserta sudah mulai matang secara
kognitif dan biologisnya, pendidik harus mulia menyiapkan materi yang cukup
kompleks hanya masih harus di pilah – pilah dan dibagi ke dalam beberapa tahap,
tetapi sudah diberikan aturan – aturan yang tegas. Contonya dalam pembelajaran
Penjas pada materi renang. Sebelum
pertemuan di kolam renang, pendidik dapat memperkenalkan materi renang dengan
menggunakan video, agar peserta didik dapat merekam ke dalam memori dan
mengkira – kira gerakan yang akan dilakukan. Kemuadia pada pertemuan pertama di kolam, di
perkenalkan dahulu cara mengapung di air, kemudian tahap berikutnya mengatur
pernafasan di dalam air, dan selanjutnya pada tahap kaki, tangan renang dan
yang terakhir pada koordinasi gerakan
renang yang dikehendaki.
b.
Bahasa
Bahasa yang digunakan tegas dan
jelas.
c.
Fungsi dan Kerja Organ Tubuh
Organ tubuh pada usia ini sedang
berkembang- berkembangnya. Perubahan bentuk tubuh antara laki – laki dan
perempuan sedang terjadi di usia ini. Pada usia ini juga dikenal dengan golden age apabila dikaitkan dengan
prestasi anak.
d.
Cara Berpikir
Walaupun peserta didik ini sudah
mampu berpikir secara analitis terhadap kejadian – kejadian rill maupun
abstrak, namun cara berpikir mereka masih berbeda dengan orang dewasa. Oleh
karena itu pendidik harus mampu menuntun peserta didik untuk membuat peserta
didik berpikir ke ranah tersebut. Dalam mencari solusi masih memerlukan
bimbingan pendidik.
e.
Lingkungan
Keadaan lingkup pembelajaran yang
menyenangkan tapi serius dapat membantu tercapainya tujuan pembelajaran.
f.
Peluang Peserta Didik
Seperti halnya pada tahap – tahap
perkembangan sebelumnya yang menuntut keaktifan peserta didik, pada tahap ini
persta didik juga di tuntut aktif terjun langsung pada pembelajaran.
Ø
Usia 15 hingga dewasa, terjadi pada
peserta didik yang duduk di bangku SMA
a.
Bahan / materi
Materi yang disampaikan memiliki
tantangan tersendiri untuk peserta didik. Dan ada kelanjutan dari materi
sebelum – sebelumnya tetapi memiliki tingkat kesulitan yang lebih kompleks.
Contohnya, pada saat duduk di bangku Sekolah Dasar peserta didik mendapatkan
materi bola kecil seperti bermain kasti. Dan di bangku SMA ini, permainan bola
kecil dapat di transferkan pada materi softball.
b.
Bahasa
Bahasa yang disampaikan tegas,
lugas, dan sistematis.
c.
Fungsi Organ Tubuh
Pada pertumbuhan secara biologis,
perkembangan dan fungsi organ tubuh berada dalam keadaan yang sudah matang, dan
siap menerima aktivitas jasmani secara kompleks.
d.
Cara Berpikir
Cara berpikir hipotesis, abstrak,
dan logis. Maksudnya mampu menghadapi suatu problem dengan analitis dan mencari
solusi secara sistematis. Matang secara mental dan biologis, mempermudah
mentransfer dan mengembangkan ilmu yang sudah ada sebelumnya. Pendidik hanya
berfungsi sebagai fasilitator.
e.
Lingkungan
Pendidik mampu memberikan
pembelajaran yang membelajarkan sehingga dapat menghasilkan perubahan tingkah
laku kearah perkembangan kognitif yang semakin matang. Dengan penyediaan sarana
dan prasarana yang lengkap sehingga memudahkan peserta didik mengembangakan
keterampilannnya.
f.
Peluang Peserta Didik
Semua peserta harus ikut aktif dalam
pembelajaran, dan mampu menganalisis keterampilan yang sudah dikuasainya.
Terutama pada contoh di atas, pada materi softball.
Peserta didik dapat mengasimilasikan
pengalamanya pada permainan kasti kedalam permainan softball dan mampu memanipulasi keterampilan yang lebih kompleks
lagi (akomodasi).
BAB IV
SIMPULAN DAN SARAN
a. Simpulan
Berikut ini
adalah implikasi penting dalam pembelajaran Pendidikan Jasmani dari teori
Piaget:
1.
Memusatkan perhatian pada berpikir
atau proses mental peserta didik, tidak sekedar pada hasilnya. Disamping
kebenaran jawaban atau hasil rangkaian gerak peserta didik, pendidik harus
memahami proses yang digunakan peserta didik sehingga sampai pada jawaban atau
hasil tersebut. Pengamatan belajar yang sesuai dikembangkan dengan
memperhatikan tahap kognitif peserta didik yang mutakhir, dan jika pendidik
penuh perhatian terhadap metode yang digunakan peserta didik untuk sampai pada
kesimpulan tertentu, barulah dapat dikatakan pendidik berada dalam posisi
memberikan pengalaman sesuai dangan yang dimaksud.
2.
Memperhatikan peranan pelik dari
inisiatif peserta didik sendiri, keterlibatan aktif dalam kegiatan
pembelajaran. Didalam kelas Piaget, penyajikan pengetahuan jadi
(ready-made)
tidak mendapat penekanan, melainkan peserta didik didorong menemukan sendiri
pengetahuan itu melalui interaksi spontan dengan lingkungannya. Sebab itu
pendidik dituntut mempersiapkan berbagai kegiatan yang memungkinkan peserta
didik melakukan kegiatan secara langsung dengan dunia fisik. Menerapkan teori
Piaget berarti dalam pembelajaran Penjas banyak menggunakan penyelidikan dan
analisis terutama analisis gerak.
3.
Memaklumi akan
adanya perbedaan invidual dalam hal kemajuan per- kembangan. Teori Piaget
mengasumsikan bahwa seluruh peserta didik tumbuh melewati urutan perkembangan
yang sama, namun pertumbuhan itu berlangsung pada kecepatan yang berbeda. Sebab
itu pendidik mampu melakukan upaya untuk mengatur kegiatan kelas dalam bentuk
kelompok kecil dari pada bentuk kelas yang utuh. Implikasinya dalam proses
pembelajaran adalah saat pendidik memperkenalkan informasi yang melibatkan
peserta didik menggunakan konsep-konsep, memberikan waktu yang cukup untuk
menemukan ide-ide dengan menggunakan pola-pola berpikir formal.
b. Saran
Agar tujuan
dan proses pembelajaran dapat tercapai, teori Jean Piaget dapat dijadikan
sebagai rujukan untuk membantu pendidik dalam menyampaikan bahan pembelajaran
yang sesuai dengan memperhatikan tahapan – tahapan perkembangan biologis dan
kognitif peserta didik. Dan pendidik menuntun peserta didik untuk ikut aktif
dalam proses pembelajaran, dengan mencari masalah dan menemukan solusi yang terjadi
pada diri peserta didik masing - masing dengan pendidik sebagai fasilitator.