PSIKOLOGI OLAHRAGA
“ MOTIVATION “
BAB
I
PENDAHULUAN
Pada
masa sekarang ini motivasi memang sangat diperlukan bagi orang-orang yang
kurang optimis dalam menghadapi hidup. Motivasi sangat berguna bagi seseorang
untuk mencapai suatu keinginan. Motivasi merupakan pendorong bagi seseorang
untuk mencapai apa yang diinginkannya. Jika seseorang mempunyai keinginan maka
untuk mewujudkan keinginan tersebut memerlukan suatu energi pendorong yang akan
sangat membantu dalama pencapaiankeinginannya tersebut, energi pendorong itulah
yang disebut dengan motivasi.
Bahkan
lebih sering lagi seseorang memberikan motivasi kepada orang lain. Biasanya
motivasi yang diberikan orang lain dapat menyebabkan seseorang menjadi sangat
bersemangat dan antusias dalam mewujudkan apa yang menjadi keinginan orang
tersebut. Hal tersebut terjadi karena ketika ada orang yang memberikan motivasi
kepada orang lain maka orang yang diberikan motivasi merasa ada yang mendukung
dan mendorong untuk melakukan hal yang menjadi keinginan orang itu.
Dalam
melakukan suatu aktivitas atau kegiatan banyak faktor yang terlibat di
dalamnya. Salah satu faktor yang berperan dalam pencapaian hasil yang optimal
dalam melakukan suatu aktivitas yaitu motivasi. Motivasi merupakan suatu
dorongan atau dukungan yang dapat membuat seseorang menjadi semangat dalam
melakukan suatu aktivitas atau kegiatan. Biasanya motivasi yang diberikan orang
lain dapat menyebabkan seseorang menjadi sangat bersemangat dan antusias dalam
mewujudkan apa yang menjadi keinginan orang tersebut. Hal tersebut terjadi
karena ketika ada orang yang memberikan motivasi kepada orang lain maka orang
yang diberikan motivasi merasa ada yang mendukung dan mendorong untuk melakukan
hal yang menjadi keinginan orang itu.
Motivasi
dapat diartikan sebagai kekuatan (energi) seseorang yang dapat menimbulkan
tingkat persistensi dan entusiasmenya dalam melaksanakan suatu kegiatan, baik
yang bersumber dari dalam diri individu itu sendiri (motivasi intrinsik) maupun
dari luar individu (motivasi ekstrinsik). motivasi dalam bentuk
stres kompetitif, dan motivasi intrinsik dan ekstrinsik.
Beragam bentuk motivasi ini adalah semua
bagian dari definisi yang lebih umum motivasi. oleh
karena itu,kami memahami pengertian motivasi secara spesifik dan lebih luas.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN
MOTIVASI
Berikut
adalah beberapa definisi motovasi menurut beberapa ahli :
1.
Menurut Mitchell (Winardi, 2002) motivasi mewakili
proses-proses psikologikal, yang menyebabkan timbulnya, diarahkanya, dan
terjadinya persistensi kegiatan-kegiatan sukarela (volunter) yang diarahkan ke
tujuan tertentu.
2.
Menurut Gray (Winardi, 2002) motivasi merupakan
sejumlah proses, yang bersifat internal, atau eksternal bagi seorang individu,
yang menyebabkan timbulnya sikap antusiasme dan persistensi, dalam hal
melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu.
3.
Menurut Suprihanto (2003), motivasi merupakan masalah
kompleks dalam organisasi, karena kebutuhan dan keinginan setiap anggota
4.
Morgan mengemukakan bahwa motivasi bertalian dengan
tiga hal yang sekaligus merupakan aspek-aspek dari motivasi. Ketiga hal
tersebut adalah keadaan yang mendorong tingkah laku (motivating states), tingkah laku yang di dorong oleh keadaan
tersebut (motivated behavior), dan
tujuan dari pada tingkah laku tersebut (goals
or ends of such behavior).
5.
McDonald (1950),
Motivasi adalah suatu perubahan energi dalam diri (pribadi) seseorang yang
ditandai dengan timbulnya perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan.
6.
Menurut Wexley dan Yukl (dalam As’ad, 1987) motivasi
adalah pemberian atau penimbulan motif, dapat pula diartikan hal atau keadaan
menjadi motif.
7.
(Sage,1977).Motivasi dapat
didefinisikan sebagai arahan dan intensitas suatu usaha
8.
Motivasi adalah kekuatan tersembunyi di dalam diri yang
mendorong seseorang untuk berkelakuan dan bertindak dengan cara yang khas
(Davies, Ivor K: 1986).
9.
Motivasi adalah usaha–usaha untuk menyediakan
kondisi–kondisi sehingga anak itu mau melakukan sesuatu (Prof. Drs. Nasution:
1995).
10. Chung
dan Megginson yang dikutip oleh Faustino Cardoso Gomes, menerangkan bahwa
pengertian motivasi adalah tingkat usaha yang dilakukan oleh seseorang yang
mengejar suatu tujuan dan berkaitan dengan kepuasan kerja dan perfoman
pekerjaan.
11. A.
Anwar Prabu Mangkunegara, memberikan pengertian motivasi dengan kondisi yang
berpengaruh membangkitkan, mengarahkan dan memelihara prilaku yang berubungan
dengan lingkungan kerja.
12. H.
Hadari Nawawi mendefinisikan motivasi sebagai suatu keadaan yang mendorong atau
menjadi sebab seseorang melakukan sesuatu perbuatan atau kegiatan yang
berlangsung secara sadar.
13. T.
Hani Handoko mengemukakan bahwa motivasi adalah keadaan pribadi seseorang yang
mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan tertentu guna mencapai
tujuan.
14. Soemanto
(1987) secara umum mendefinisikan motivasi sebagai suatu perubahan tenaga yang
ditandai oleh dorongan efektif dan reaksi- reaksi pencapaian tujuan.
15. Motivasi
adalah suatu proses untuk menggiatkan motif-motif menjadi perbuatan atau tingkah
laku untuk memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan atau keadaan dan kesiapan
dalam diri individu yang mendorong tingkah lakunya untuk berbuat sesuatu dalam
mencapai tujuan (Drs. Moh. Uzer Usman: 2000).
Motivasi dapat
diartikan sebagai kekuatan (energi) seseorang yang dapat menimbulkan tingkat
persistensi dan antusiasme dalam melaksanakan suatu kegiatan, baik yang
bersumber dari dalam diri individu itu sendiri (motivasi intrinsik) maupun dari
luar individu (motivasi ekstrinsik).
B. Komponen - komponen
motivasi adalah sebagai berikut :
·
Arah
Usaha
Arah
usaha mengacu pada apakah seseorang/individu berusaha keluar mencari jalan
keluar, pendekatan,
atau tertarik pada situasi tertentu.
misalnya, seorang
siswa SMA dapat termotivasi untuk bergabung pada tim tennis, wanita bisnis bergabung dengan kelas aerobik, atau seorang atlet terluka untuk mencari perawatan
medis.olahraga dan psikolog olahraga dapat melihat motivasi dari beberapa
keuntungan tertentu, termasuk motivasi
berprestasi, motivasi dalam bentuk
streskompetitif.
·
Intensitas Usaha
intensitas usaha mengacu pada berapa
banyak usaha seseorang menempatkan usahanya dalam situasi tertentu.
misalnya, siswa
dapat menghadiri kelas pendidikan jasmani (pendekatan situasi) tetapi tidak mengajukan banyak usaha selama kelas.
di sisi lain, pegolf mungkin ingin membuat putt menang begitu parah sehingga
ia menjadi terlalu termotivasi, mengencangkan,
dan berkinerja buruk. Akhirnya, atlet angkat besi
mungkin bekerja 4 hari seminggu seperti teman - temannya, namun berbeda dari mereka dalam hal usaha yang luar biasa atau
intensitas dia menempatkan ke setiap latihan.
Ø Pandangan mengenai motivasi
Masing
– masing kita mengembangkan pandangan sendiri – sendiri tentang bagaimana
motivasi bekerja, teori tentang apa yang
memotivasi orang. kita cenderung
untuk melakukan hal ini dengan
mempelajari apa yang memotivasi diri kita sendiri dan mengamati bagaimana orang
lain termotivasi.Meskipun banyak
pandangan mengenai motivasi, tetapi kebanyakan
orang mengetahui motivasi itu masuk ke dalam tiga orientasi umum yang paralel dengan pendekatan kepribadian
dibahas dalam bab 2. ini termasuk orientasi yang berpusat
pada personal terhadap motivasi,
orientasi yang berpusat pada situasi, dan
orientasi interaksional.
·
Pandangan
yang berpusat pada Personal
Pandangan yang berpusat pada personal (
juga disebut pandangan yang
berpusat pada peserta / individu
) berpendapat bahwa perilaku termotivasi
terutama fungsi dari karakteristik individu itu sendiri. yaitu, kepribadian,kebutuhan,dan tujuan dari mahasiswa,atlet, atau
olahragawan adalah penentu utama perilaku termotivasi. Dengan demikian, pelatih sering
menggambarkan seorang atlet sebagai " pemenang sejati "
menyiratkan bahwa individu ini memiliki
cerminan pribadi yang memungkinkan dia untuk unggul dalam olahraga.
Dalam hal ini sama ketika seorang atlet
lain digambarkan sebagai " pecundang " yang
mempunyai karakter yang tidak mau bangkit dari
kekalahan.
Beberapa orang memiliki
sifat pribadi yang tampaknya
mempengaruhi mereka untuk keberhasilan dan tingkat motivasi yang tinggi,
sedangkan beberapa orang lain tampaknya
kurang motivasi, kurang tujuan pribadi,
dan keinginan. Namun, kebanyakan dari kita
akan setuju bahwa kita berada dalam bagian yang dipengaruhi
oleh situasi di mana kita ditempatkan. Misalnya,
jika guru tidak menciptakan lingkungan belajar yang memotivasi, motivasi siswa akibatnya akan menurun.
sebaliknya, seorang pemimpin yang sangat baik yang menciptakan lingkungan
yang positif akan sangat meningkatkan motivasi siswanya. Dengan demikian, mengabaikan
pengaruh lingkungan terhadap motivasitidak realistis, dan ini merupakan salah satu alasan olahraga dan psikolog olahraga tidak
mendukung pandangan motivasi yang berpusat pada sifat / individu untuk membimbing praktek yang profesional.
·
Pandangan
yang Berpusat Pada Situasi
Kontras dengan pandangan
yang berpusat pada sifat, orientasi
yang berpusat pada situasi berpendapat bahwa
tingkat motivasi ditentukan terutama olehsituasi. misalnya, Brittany mungkin
benar-benar termotivasi dalam kelas latihan aerobik, tapi tidak termotivasi dalam situasi olahraga kompetitif.
Kita mungkin akan
setuju bahwa situasi mempengaruhi motivasi, tetapi
bisa juga mengingat ada situasi dimana Anda
tetap termotivasi meskipun lingkungan yang negatif? misalnya, mungkin Anda bermain
untuk pelatih, Anda tidak suka yang
terus - menerus berteriak dan mengkritik Anda, tapi
tetap saja Anda tidak keluar dari tim atau kehilangan motivasi Anda.
dalam kasus seperti situasi itu jelas
bukan faktor utama yang mempengaruhi tingkat motivasi Anda. untuk alasan ini, olahraga
dan spesialis psikologi olahraga tidak merekomendasikan pandangan yang berpusat
pada situasi terhadap motivasi sebagai yang
paling efektif untuk membimbing praktek olahraga.
·
Pandangan
Interaksional
Pandangan motivasi yang paling
banyak didukung oleh olahraga dan psikolog olahraga saat ini adalah peserta
dengan pandangan interaksional peserta dan situasi. "Interaksionis" berpendapat
bahwa hasil motivasi tidak hanya dari faktor peserta, seperti kepribadian, kebutuhan,
minat, dan tujuan, atau semata-mata dari faktor situasional, seperti pelatih atau gaya guru atau rekor menang – kalah dari
sebuah tim. Sebaliknya,
cara terbaik untuk memahami motivasi
adalah untuk menguji bagaimana
kedua perangkat faktor ini berinteraksi
Ø Lima Pedoman untuk Membangun Motivasi
Untuk meningkatkan motivasi,
Anda harus menganalisis dan merespon
tidak hanya kepribadian pemain tetapi
juga untuk interaksi karakteristik pribadi dan situasional.
Karena motivasi dapat berubah dari waktu
ke waktu, Anda harus terus
memantau motivasi orang untuk
berpartisipasi bahkan berbulan – bulan setelah mulai. Lima pengamatan mendasar
yang berasal dari motivasi pandangan interaksional membuat pedoman yang baik
untuk latihan / praktek profesional. Kelima pedoman itu adalah
sebagai berikut :
Pedoman1 : Baik faktor situasi dan faktor personal harus memotivasi
peserta/individu
Ketika kita sebagai seorang pelatih
mencoba untuk meningkatkan motivasi, kita harus mempertimbangkan
faktor situasi dan faktor personal para peserta / individu. Kita
harus pastikan bahwa peserta / individu termotivasi mengikuti
latihan baik oleh faktor personal dan situasi.
Sering ketika guru, instruktur,
pelatih, atau
pemimpin latihan bekerja dengan siswa, atlet,
atau klien yang tampaknya kurang motivasi,
mereka secara langsung memperlihatkan kurangnya motivasi
mereka pada karakteristik pribadi mereka.Contohnya
saja seperti, para peserta / individu tidak peduli terhadap latihan, atau
latihan tidak hanya menjadi prioritas dalam
kehidupan peserta. Frase tersebut
menggambarkan sifat pribadi kepada orang-orang dan, pada
dasarnya, berfungsi untuk mengabaikan
dalam membantu peserta mengembangkan motivasi.
Pada kenyataannya, motivasi peserta rendah biasanya merupakan hasil dari kombinasi
faktor personal dan situasi. Faktor
pribadi dapat menyebabkan orang tidak memiliki motivasi, tapi begitu juga lingkungan di mana orang berparti sipasi.
Dan seringkali mungkin lebih mudah bagi
instruktur untuk mengubah situasi dari pada untuk mengubah kebutuhan dan
kepribadian peserta. kuncinya,
bagaimana pun, kita sebagai pelatih /
instruktur tidak hanya memusatkan perhatian kita pada salah satu faktor
seperti pada faktor personal peserta atau hanya pada faktor situasi yang dihadapi, tetapi mempertimbangkan
interaksi kedua faktor tersebut.
Pedoman 2 : Peserta / individu memiliki beberapa motif keterlibatan
Sebagai seorang pelatih atau instruktur
hal yang terpenting adalah memahami / mengetahui motif peserta untuk terlibat
dalam latihan atau olahraga. Kita harus mengerti mengapa orang
berpartisipasi / terlibat dalam aktivitas olahraga kita, mungkin mereka
mempunyai alasan tersendiri seperti untuk menurunkan berat badan, menjaga
kesehatan, atau untuk mencari teman. Selanjutnya, ada beberapa orang yang
terlibat dalam aktivitas olahraga yang mempunyai alasan yang lebih dari satu.
Contohnya : seorang laki-laki yang mengikuti latihan angkat beban karena dia
menginginkan badan yang terlihat bagus. Selain itu, dengan dia mengikuti
olahraga angkat beban ini juga dapat membuat badan dia sehat, plus mendapatkan
teman. Oleh karena itu, para instruktur / pelatih harus mengetahui alasan -
alasan keterlibatan para peserta / individu, karena alasan tersebut mempengaruhi
motivasi mereka dalam melakukan olahraga.
Karena alasan - alasan tersebut, kita sebagai pelatih /
instruktur harus menyadari motivasi peserta / individu untuk terlibat dalam
aktivitas olahraga. Ada beberapa langkah - langkah untuk meningkatkan kesadaran
kita sebagai pelatih / instruktur :
1. Lakukan
observasi kepada partisipan lihat apa yang mereka suka dan apa yang mereka
tidak suka mengenai aktivitas olahraga.
2. Mencari
tahu informasi baik kepada teman partisipan, keluarga, dll untuk mengetahui
alasan mengikuti aktivitas olahraga ini.
3. Secara
berskala kita mulai berbicara secara langsung kepada partisipan untuk
menceritakan alasan dia untuk berpartisipasi dalam olahraga ini.
Pedoman
3 : Mengubah Lingkungan untuk Meningkatkan Motivasi
Mengetahui
mengapa orang terlibat dalam olahraga dan latihan adalah penting,
tetapi informasi ini saja tidak
cukup untuk meningkatkan motivasi. Anda perlu
menggunakan apa yang Anda pelajari tentang peserta untuk struktur olahraga dan
mengevaluasi lingkungan untuk memenuhi kebutuhan mereka. Contohnya :
sebagai seorang instruktur tempat fitnes, pekerjaan kita tidak hanya cukup
untuk mengetahui alasan partisipan mengikuti fitnes ditempat kita. Tetapi kita
juga harus berusaha melakukan sesuatu agar harapan / keinginan yg dia harapkan
melakukan olahraga dapat terwujud. Salah
satu caranya adalah dengan mengubah lingkungan / situasi dalam tempat
fitnes kita, seperti memutarkan musik yang semangat dan bersuara nyaring agar
para partisipan dapat terus termotivasi dalam mencapai keinginan mereka.
Pedoman 4 :
Pelatih / Instruktur Mempengaruhi Motivasi
Sebagai
seorang pelatih / instruktur dalam aktivitas olahraga bukanlah hal yang mudah.
Karena pembawaan diri kita sebagai pelatih / instruktur olahraga mempengaruhi motivasi
para partisipan. Ketika kita dalam kondisi yang baik, maka kita dapat
memberikan contoh dan gerakan yang baik dalam melatih olahraga, tetapi ketika
kita dalam kondisi yang tidak baik / bad mood (ada masalah) maka secara
otomatis pengajaran kita tidak optimal. Dan ini dapat mempengaruhi motivasi
murid ataupun partisipan kita dalam melakukan aktivitas olahraga. Untuk
menghadapi ini, hal yang terpenting adalah kita (pelatih/instruktur olahraga)
mencoba bersikap profesional terhadap apa yang kita hadapi, tetapi ketika kita
tidak dapat melakukannya, memberi tahu siswa/partisipan bahwa sekarang anda
sedang tidak dalam kondisi yang baik adalah solusi yang baik, sehingga para
siswa / partisipan tidak menyalah artikan kelakukan pelatih / intruktur
olahraga.
Pedoman
5 : Menggunakan Modifikasi perilaku
untuk mengubah motif
motivasi peserta
yang tidak diinginkan
Kami
telah menekankan perlunya penataan lingkungan untuk memfasilitasi motivasi
peserta karena pemimpin olahraga, seperti
para instruktur, pelatih, atau guru yang biasanya memiliki kontrol yang
lebih langsung terhadap lingkungan,
lebih dari motif individu. Bagaimanapun,
ini tidak berarti bahwa tidak tepat untuk mencoba mengubah motif peserta untuk
terlibat.
Misalnya, Pemain sepak bolamuda,
mungkin terlibat dalam olahraga yang terutama untuk menimbulkan
cedera pada orang lain. Pelatih pemain ini pasti akan
ingin menggunakan teknik modifikasi perilaku untuk mengubah motivasi yang tidak
diinginkan ini. yaitu, pelatih
akan memperkuat bermain bersih yang baik, menghukum
bermain agresif yang dirancang untuk menimbulkan cedera,
dan sekaligus mendiskusikan perilaku yang sesuai dengan pemain.
Ø Apa itu motivasi Berprestasi dan daya saing
Pada dasarnya, orang tidak hanya berpartisipasi dalam olahraga dan aktivitas
fisik untuk alasan yang berbeda, mereka
juga termotivasi oleh metode dan situasi yang berbeda. Oleh karena itu, penting untuk
memahami mengapa beberapa orang tampak begitu sangat termotivasi untuk mencapai
tujuan mereka dan yang lainnya tampaknya untuk biasa saja mengikuti aktivitas
olahraga tersebut. Kita akan mulai dengan
membahas dua motif terkait yang mempengaruhi kinerja dan partisipasi dalam
olahraga: motivasi berprestasi
dan daya saing.
·
Motivasi
Berprestasi
Motivasi berprestasi mengacu pada upaya
seseorang untuk menguasai tugas, mencapai
dengan secara baik, mengatasi hambatan, melakukan
lebih baik dari pada yang lain, dan
bangga dalam melaksanakan bakat ( Murray,1938).
Selanjutnya, motivasi berprestasi adalah orientasi
seseorang untuk berjuang untuk sukses, bertahan
dalam menghadapi kegagalan, dan
pengalaman kebanggaan prestasi ( Gill, 1986
).
Tidak mengherankan, jika pelatih, pemimpin olahraga,
dan guru memiliki ketertarikan pada
motivasi berprestasi: ini dikarenakan
karakteristik yang tepat yang memungkinkan atlet untuk mencapai tujuannya
dengan baik, melakukan latihan untuk mendapatkan tingkat kebugaran, dan siswa untuk memaksimalkan pembelajaran.
Seperti pandangan umum mengenai
motivasi dan kepribadian, dilihat dari motivasi berprestasi khususnya telah berkembang
dari pandangan yang berorientasi pada personal pada pandangan interaksional
yang menekankan tujuan prestasi yang lebih berubah dan bagaimana ini
mempengaruhi dan dipengaruhi oleh situasi. motivasi berprestasi dalam olahraga
yang populer disebut daya saing / persaingan.
·
Persaingan
Persaingan didefinisikan sebagai " karakter
yang berjuang untuk kepuasan ketika membuat
perbandingan dengan beberapa standar keunggulan dihadapan evaluatif lain " ( Martens,
1976, p.3
). Pada dasarnya, Martens memandang persaingan sebagai perilaku prestasi dalam
konteks kompetitif, dengan evaluasi sosial
sebagai komponen kunci. penting untuk melihat
orientasi dikatakan berpestasi pada situasi tertentu. Contohnya beberapa
orang sedang melakukan persaingan bermain bola dengan setting situasi / tempat
yang berbeda, maka mereka akan menggunakan setting kompetisi olahraga
dan tidak menggunakan setting pengaturan lain
misalnya persaingan dalam kelas matematika.
B.
Mengembangkan Motivasi berprestasi dan Daya
Saing
Pada intinya tidak
hanya individu yang berpartisipasi dalam olahraga dan aktivitas fisik untuk
alasan yang berbeda, individu-individu tersebut juga termotivasi dengan metode
yang berbeda dan situasi. Oleh karena itu, penting untuk memahami mengapa
sebagian orang tampak begitu sangat termotivasi untuk mencapai tujuan mereka.
Motivasi berprestasi adalah upaya
seseorang untuk menguasai suatu tugas, mencapai keunggulan, mengatasi hambatan,
melakukan lebih baik daripada yang lain, dan bangga dalam menggunakan bakat
(Murrat, 1983). Ini adalah orientasi seseorang untuk berusaha untuk sukses
melakukan tugas, bertahan dalam menghadapi kegagalan, dan kebanggaan pengalaman
dalam prestasi (Gill, 2000).
Daya Saing didefinisikan sebagai
disposisi untuk berjuang untuk kepuasan saat melakukan perbandingan dengan
beberapa standar keunggulan dihadapan lain evaluatif (Martens, 1976: 3). Pada
dasarnya Martens memandang daya saing sebagai perilaku prestasi dalam konteks
kompetitif, dengan evaluasi sosial sebagai komponen kunci. Hal ini penting
untuk melihat orientasi prestasi situasi tertentu. Beberapa orang yang sangat
berorientasi pada pencapaian dalam satu pengaturan.
Martens mendefinisikan daya saing yang
terbatas kepada situasi di mana yang dievaluasi oleh atau memiliki potensi
untuk dievaluasi oleh orang lain yang memiliki pengetahuan. Namun, banyak orang
bersaing dengan diri mereka sendiri. Bahkan ketika tidak ada orang lain
mengevaluasi kinerja. Tingkat motivasi berprestasi akan membawa diri ini untuk
berkompetisi, di mana sebagai tingkat daya saing akan mempengaruhi perilaku
dalam situasi sosial yang dievaluasi.
Motivasi berprestasi dan daya saing
tidak hanya berurusan dengan hasil akhir atau mengejar keberhasilan tetapi juga
dengan perjalanan psikologis kesana. Jika dapat memahami mengapa perbedaan
motivasi terjadi pada orang, seseorang bisa campur tangan secara positif.
Dengan demikian, bagaimana daya saing seseorang dan motivasi berprestasi
mempengaruhi berbagai perilaku, pikiran, dan perasaan, termasuk yang berikut:
a.
Pilihan aktivitas (misalnya, mencari lawan dari
kemampuan yang sama untuk bersaing atau mencari pemain dari kemampuan yang
lebih besar atau lebih kecil untuk bermain dengan upaya).
b.
Usaha mencapai tujuan (misalnya, seberapa sering
berlatih).
c.
Intensitas usaha dalam mengejar tujuan (misalnya, bagaimana
konsisten mencoba selama pekerjaan).
d.
Kegigihan dalam menghadapi kegagalan dan kesulitan
(misalnya, ketika keadaan menjadi sulit, apakah akan bekerja lebih keras atau
mengambil lebih mudah).
C.
JENIS MOTIVASI
1.
Motivasi yang didasarkan atas ketakutan (fear motivation). Seseorang melakukan
sesuatu karena takut jika tdk maka sesuatu yang buruk akan terjadi, misalnya
orang patuh pada atasannya karena takut dipecat, seorang siswa datang tepat
waktu di kelas agar tidak mendapatkan hukuman dari guru jika datang terlambat.
2.
Motivasi karena ingin mencapai sesuatu (achievement motivation). Motivasi ini
jauh lebih baik dari motivasi yang pertama, karena sudah ada tujuan di
dalamnya. Seseorang mau melakukkan sesuatu karena dia ingin mencapai suatu
sasaran atau prestasi tertentu.
3.
Motivasi yang didorong oleh kekuatan dari dalam (inner motivation), yaitu karena
didasarkan oleh misi atau tujuan hidupnya. Seseorang yang telah menemukan misi
atau tujuan hidupnya. Seseorang yang telah menemukan misi hidupnya bekerja
berdasarkan nilali (values) yang di
yakininya. Nilai-nilai itu bisa berupa rasa kasih (love) pada sesama atau
ingin memiliki makna dalam menjalani hidupnya. Orang yang memiliki motivasi
seperti ini biasanya memiliki visi yang jauh ke depan. Baginya bekerja bukan sekedar
untuk memperoleh sesuatu (uang, harga diri, kebanggaan, prestasi) tetapi adalah
proses belajar dan proses yang harus dilaluinya untuk mencapai misi hidupnya.
4.
Motivasi Intrinsik
Motivasi Intrinsik
merupakan motivasi yang berasal dari rangsangan di dalam diri setiap individu.
Motivasi intrinsik terdiri dari dorongan dan minat individu untuk melakukan
suautu aktivitas tanpa mengharap ataupun meminta ganjaran. Sebagaimana yang
sudah dibicarakan, Bruner (1996) mengaitkan motivasi intrinsik ini dengan naluri
ingin tahu dan dorongan mencapai kemudahan belajar bagi siswa yang baru masuk
sekolah. Bagaimanapun, bukan semua motivasi intrinsik diwujudkan secara nyata,
akan tetapi ada juga motivasi intrinsik yang dibentuk melalui pembelajaran dan
pengalaman yang membawa kepuasan. Contohnya, kebiasan melakukan aktivitas
olahraga merupakan gerakan motivasi intrinsik yang dibentuk berdasarkan
pembelajaran dan pengalaman.
Harter (1981)
mengenal pasti lima dimensi kecenderungan motivasi intrinsic dalam bidang
pembelajaran. Dimensi-dimensi ini adalah insentif bekerja untuk memuaskan minat
dan sifat ingin tahu, percobaan untuk mencapai penguasaan yang bebas, penilaian
yang bebas berkenaan dengan apa yang hendak dilakukan di dalam kelas dan
semangat untuk dapat meraih keberhasilan. Pelajar yang lebih cenderung semangat
untuk dapat meraih keberhasilan. Pelajar yang lebih cenderung ke arah motivasi
intrinsik menyukai pekerjaan yang menantang. Seseorang mempunyai insentif yang
lebih untuk belajar memanfaatkan kepuasaan diri sendiri daripada mengambil hati
guru untuk mendapatkan nilai yang baik. Seseorang lebih suka mencoba mengatasi
masalah dengan sendirinya daripada bergantung pada bantuan ataupun bimbingan
guru. Orang tersebut juga menerapkan suatu sistem penguasaan target dan taraf
pencapaian yang memperbolehkan membuat penilaian yang bebas berkenaan dengan
keberhasilan ataupun kegagalan di dalam
kelas tanpa bergantung pada guru untuk mendapatkan hasil ataupun penilaian.
5.
Motivasi Ekstrinsik
Motivasi
ekstrinsik diwujudkan dalam bentuk rangsangan dari luar yang bertujuan
menggerakkan individu untuk melakukan suatu aktivitas yang membawa manfaat
kepada individu itu sendiri. Motivasi ekstrinsik ini dapat dirangsang dalam
bentuk-bentuk seperti pujian, insentif, hadiah, dan nilai. Selain itu,
membentuk suasana dan lingkungan yang kondusif juga dapat dikategorikan ke
dalam bentuk motivasi ekstrinsik, karena hal tersebut dapat mendorong seseorang
pelajar untuk lebih giat belajar.
Contoh motivasi
ekstrinsik yaitu pujian yang diberikan oleh guru kepada siswa didiknya karena
pekerjaannya yang baik, pujian tersebut dapat mwngakibatkan daya usaha atau
motivasi siswa didiknya menjadi meningkat. Dalam hal ini berlakulah apa yang
dikenal dengan “hokum pengaruh” yang menyatakan bahwa manusia cenderung untuk
mengulangi perilaku yang mempunyai konsekuensi yang menguntungkan dirinya
(konsekuensi positif) dan menghindari perilaku yang mengakibatkan timbulnya
konsekuensi yang merugikan (konsekuensi negatif).
D.
TEORI MOTIVASI
1.
Teori Abraham H. Maslow (Teori Kebutuhan)
Teori motivasi yang dikembangkan oleh
Abraham H. Maslow pada intinya berkisar pada pendapat bahwa manusia mempunyai
lima tingkat atau hierarki kebutuhan, yaitu :
a.
Kebutuhan fisiologikal (physiological needs), seperti : rasa lapar, haus, istirahat dan
sex;
b.
Kebutuhan rasa aman (safety
needs), tidak dalam arti fisik semata, akan tetapi juga mental,
psikologikal dan intelektual;
c.
Kebutuhan akan kasih sayang (love needs);
d.
Kebutuhan akan harga diri (esteem needs), yang pada umumnya tercermin dalam berbagai
simbol-simbol status;
e.
Aktualisasi diri (self
actualization), dalam arti tersedianya kesempatan bagi seseorang untuk
mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya sehingga berubah menjadi
kemampuan nyata.
Kebutuhan-kebutuhan
yang disebut pertama (fisiologis) dan kedua (keamanan) kadang-kadang
diklasifikasikan dengan cara lain, misalnya dengan menggolongkannya sebagai
kebutuhan primer, sedangkan yang lainnya dikenal pula dengan klasifikasi
kebutuhan sekunder. Dari penjelasan di atas mengenai kebutuhan manuasia, yang
jelas adalah bahwa sifat, jenis dan intensitas kebutuhan manusia berbeda satu
orang dengan yang lainnya karena manusia merupakan individu yang unik. Selain
itu dapat dilihat bahwa kebutuhan manusia itu tidak hanya bersifat materi, akan
tetapi bersifat psikologikal, mental, intelektual dan spiritual.
Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa lebih tepat apabila berbagai kebutuhan manusia
digolongkan sebagai rangkaian dan bukan sebagai hierarki. Dalam hubungan ini,
perlu ditekankan bahwa :
a.
Kebutuhan yang satu saat sudah terpenuhi sangat mungkin
akan timbul lagi di waktu yang akan datang.
b.
Pemuasaan berbagai kebutuhan tertentu, terutama
kebutuhan fisik, bisa bergeser dari pendekatan kuantitatif menjadi pendekatan
kualitatif dalam pemuasannya.
c.
Berbagai
kebutuhan tersebut tidak akan mencapai “titik jenuh” dalam arti tibanya suatu
kondisi dalam mana seseorang tidak lagi dapat berbuat sesuatu dalam pemenuhan
kebutuhan itu.
2.
Teori McClelland (Teori Kebutuhan Berprestasi)
McClelland dikenal
dengan teori kebutuhan untuk mencapai prestasi atau Need for Acievement yang menyatakan bahwa motivasi berbeda-beda,
sesuai dengan kekuatan kebutuhan seseorang akan prestasi. Murray sebagaimana
dikutip oleh Winardi merumuskan kebutuhan akan prestasi tersebut sebagai
keinginan: “Melaksanakan sesuatu tugas atau pekerjaan yang sulit. Menguasai,
memanipulasi, atau mengorganisasi obyek-obyek fisik, manusia, atau ide-ide
melaksanakan hal-hal tersebut secepat mungkin dan semandiri mungkin, sesuai
kondisi yang berlaku. Mengatasi kendala-kendala, mencapai standar tinggi.
Mencapai performa puncak untuk diri sendiri. Mampu menang dalam persaingan
dengan pihak lain. Meningkatkan kemampuan diri melalui penerapan bakat secara
berhasil”.
Menurut McClelland
karakteristik orang yang berprestasi tinggi (high
achievers) memiliki tiga ciri umum yaitu:
a.
Sebuah preferensi untuk mengerjakan tugas-tugas dengan
derajat kesulitan moderat;
b.
Menyukai situasi-situasi di mana kinerja mereka timbul
karena upaya-upaya mereka sendiri, dan bukan karena faktor-faktor lain, seperti
kemujuran;
c.
Menginginkan umpan balik tentang keberhasilan dan
kegagalan mereka, dibandingkan dengan mereka yang berprestasi rendah.
Teori prestasi (Atkinson, 1974;
McClelland, 1961) adalah pandangan yang menganggap faktor interaksi personal
dan situasional sebagai prediktor penting perilaku. Lima komponen membentuk
teori ini, termasuk faktor kepribadian atau motif, faktor situasional,
kecenderungan resultan, reaksi emosional, dan prestasi yang berhubungan dengan
perilaku.
a.
Faktor Kepribadian
Motif untuk
mencapai keberhasilan didefinisikan sebagai "kapasitas untuk mengalami
rasa bangga dalam menyelesaikan" dimana sebagai motif untuk menghindari
kegagalan adalah "kemampuan untuk mengalami rasa malu dengan
kegagalan" (Gill, 2000: 104). Teori ini berpendapat bahwa perilaku
dipengaruhi oleh keseimbangan dari motif. Secara khusus, berprestasi tinggi
menunjukkan motivasi yang tinggi untuk mencapai sukses dan motivasi rendah
untuk menghindari kegagalan. Seseorang mengevaluasi kemampuan dirinya dan tidak
sibuk dengan pikiran kegagalan. Sebaliknya, berprestasi rendah menunjukkan
rendahnya motivasi untuk mencapai keberhasilan, motivasi yang tinggi untuk
menghindari kegagalan. Seseorang khawatir dan sibuk dengan pikiran kegagalan.
Teori ini tidak membuat prediksi yang jelas bagi seseorang dengan tingkat
moderat motif masing-masing (Gill, 2000).
b.
Faktor Situasional
Informasi tentang
sifat-sifat saja tidak cukup untuk secara akurat memprediksi perilaku. Situasi
juga harus dipertimbangkan. Ada dua pertimbangan utama yang harus dipahami
dalam teori kebutuhan prestasi: probabilitas keberhasilan dalam situasi atau
tugas dan nilai insentif keberhasilan. Pada dasarnya, probabilitas keberhasilan
tergantung pada siapa pesaing dan sulitnya tugas.
c.
Resultan Kecenderungan
Komponen ketiga
pada gambar 3.4 adalah kecenderungan resultan atau perilaku, berasal dengan
mempertimbangkan tingkat prestasi motif individu dalam kaitannya dengan faktor
situasional (misalnya, probabilitas keberhasilan atau nilai insentif
keberhasilan). Berprestasi tinggi mencari tantangan dalam situasi ini karena
senang bersaing dari kemampuan yang sama atau melakukan tugas-tugas yang tidak
terlalu mudah atau terlalu sulit. Berprestasi rendah, di sisi lain, menghindari
tantangan tersebut, bukannya memilih baik untuk tugas-tugas mudah di mana
keberhasilan dijamin atau tidak realistis untuk tugas-tugas sulit dimana
kegagalan hampir pasti. Berprestasi rendah kadang-kadang lebih memilih tugas
yang sangat sulit karena tidak ada yang mengharapkan untuk menang.
d.
Reaksi Emosional
Secara khusus
berapa banyak kebanggaan dan rasa malu yang dialami. Berprestasi baik tinggi
dan rendah ingin mengalami kebanggaan dan meminimalkan rasa malu, tapi
karakteristik kepribadian dalam berinteraksi secara berbeda dengan situasi
untuk membuat lebih fokus di kedua hal yaitu kebanggaan atau malu. Berprestasi
tinggi lebih fokus pada kesombongan, sedangkan berprestasi rendah fokus lebih
malu dan khawatir.
e.
Pencapaian Perilaku
Berprestasi tinggi
memilih tugas yang lebih menantang, lebih memilih risiko menengah, dan tampil
lebih baik dalam situasi evaluatif. Berprestasi rendah menghindari risiko
menengah, melakukan lebih buruk dalam situasi evaluatif, dan menghindari
tugas-tugas menantang dengan memilih tugas-tugas yang sulit sehingga mereka
yakin untuk gagal atau tugas yang mudah sehingga mereka dijamin sukses.
Motivasi
berprestasi adalah kecenderungan berusaha untuk sukses, bertahan dalam
menghadapi kegagalan dan kebanggaan pengalaman dalam prestasi. Motivasi
berprestasi dalam olahraga dan pengaturan latihan berfokus pada diri dan
kompetisi, sedangkan daya saing mempengaruhi perilaku dalam situasi sosial
evaluatif. Teori Atribusi berfokus pada bagaimana individu menjelaskan keberhasilan
dan kegagalan yang dialami.
Berprestasi tinggi
memilih tugas yang menantang, lebih memilih risiko menengah, dan tampil lebih
baik ketika sedang dievaluasi. Berprestasi rendah menghindari tugas-tugas yang
menantang, menghindari risiko menengah, dan melakukan lebih buruk ketika sedang
dievaluasi.
3.
Teori Clyton Alderfer (Teori “ERG”)
Teori Alderfer
dikenal dengan akronim “ERG”. Akronim “ERG” dalam teori Alderfer merupakan
huruf-huruf pertama dari tiga istilah yaitu E=Existence (kebutuhan akan eksistensi), R=Relatedness (kebutuhan untuk berhubungan dengan pihak lain), dan G=Growth (kebutuhan akan pertumbuhan).
Jika makna tiga
istilah tersebut didalami akan tampak dua hal penting. Pertama, secara
konseptual terdapat persamaan antara teori atau model yang dikembangkan oleh
Maslow dan Alderfer. Karena “Existence”
dapat dikatakan identik dengan hierarki pertama dan kedua dalam teori Maslow; “Relatedness” senada dengan hierarki
kebutuhan ketiga dan keempat menurut konsep Maslow dan “Growth” mengandung makna sama dengan “self actualization” menurut Maslow. Kedua, teori Alderfer
menekankan bahwa berbagai jenis kebutuhan manusia itu diusahakan pemuasannya
secara serentak. Apabila teori Alderfer disimak lebih lanjut akan tampak bahwa:
a.
Makin tidak terpenuhinya suatu kebutuhan tertentu,
makin besar pula keinginan untuk memuaskannya.
b.
Kuatnya keinginan memuaskan kebutuhan yang “lebih
tinggi” semakin besar apabila kebutuhan yang lebih rendah telah dipuaskan.
c.
Sebaliknya, semakin sulit memuaskan kebutuhan yang
tingkatnya lebih tinggi, semakin besar keinginan untuk memuasakan kebutuhan
yang lebih mendasar.
Tampaknya
pandangan ini didasarkan kepada sifat pragmatisme oleh manusia. Artinya, karena
menyadari keterbatasannya, seseorang dapat menyesuaikan diri pada kondisi obyektif
yang dihadapinya dengan memusatkan perhatiannya kepada hal-hal yang mungkin
dicapainya.
4.
Teori Herzberg
(Teori Dua Faktor)
Ilmuwan ketiga
yang diakui telah memberikan kontribusi penting dalam pemahaman motivasi
Herzberg. Teori yang dikembangkannya dikenal dengan “Model Dua Faktor” dari
motivasi, yaitu faktor motivasional dan faktor hygiene atau “pemeliharaan”.
Menurut teori ini
yang dimaksud faktor motivasional adalah hal-hal yang mendorong berprestasi
yang sifatnya intrinsik, yang berarti bersumber dalam diri seseorang, sedangkan
yang dimaksud dengan faktor hygiene
atau pemeliharaan adalah faktor-faktor yang sifatnya ekstrinsik yang berarti
bersumber dari luar diri seseorang yang turut menentukan perilaku seseorang
dalam kehidupan seseorang.
Menurut Herzberg,
yang tergolong sebagai faktor motivasional antara lain ialah pekerjaan
seseorang, keberhasilan yang diraih, kesempatan bertumbuh, kemajuan dalam
karier dan pengakuan orang lain. Sedangkan faktor-faktor hygiene atau pemeliharaan mencakup antara lain status seseorang
dalam organisasi, hubungan seorang individu dengan atasannya, hubungan
seseorang dengan rekan-rekan sekerjanya, kebijakan organisasi, sistem
administrasi dalam organisasi, kondisi kerja dan sistem imbalan yang berlaku.
Salah satu tantangan
dalam memahami dan menerapkan teori Herzberg ialah memperhitungkan dengan tepat
faktor mana yang lebih berpengaruh kuat dalam kehidupan seseorang, apakah yang
bersifat intrinsik ataukah yang bersifat ekstrinsik.
5.
Teori Keadilan
Inti teori ini
terletak pada pandangan bahwa manusia terdorong untuk menghilangkan kesenjangan
antara usaha yang dibuat bagi kepentingan organisasi dengan imbalan yang
diterima. Artinya, apabila seorang pegawai mempunyai persepsi bahwa imbalan
yang diterimanya tidak memadai, dua kemungkinan dapat terjadi, yaitu seorang
akan berusaha memperoleh imbalan yang lebih besar, atau mengurangi intensitas
usaha yang dibuat dalam melaksanakan tugas yang menjadi tanggung jawabnya.
6. Teori
pencapaian tujuan (achievement goal
theory)
Teori pencapaian
tujuan, tiga faktor berinteraksi untuk menentukan motivasi seseorang: tujuan
prestasi, kemampuan yang dirasakan, dan perilaku prestasi. Untuk memahami
motivasi seseorang, kita harus memahami apa keberhasilan dan kegagalan berarti
tujuan pencapaian orang itu dan bagaimana mereka berinteraksi dengan persepsi
bahwa individu kompetensi, harga diri, atau kemampuan yang dirasakan.
7.
Teori Victor H. Vroom (Teori Harapan )
Victor H. Vroom,
dalam bukunya yang berjudul “Work And
Motivation”, suatu teori yang disebutnya sebagai “Teori Harapan”. Menurut
teori ini, motivasi merupakan akibat suatu hasil dari yang ingin dicapai oleh
seorang dan perkiraan yang bersangkutan bahwa tindakannya akan mengarah kepada
hasil yang diinginkannya itu. Artinya, apabila seseorang sangat menginginkan
sesuatu, dan jalan tampaknya terbuka untuk memperolehnya maka seseorang akan
berupaya mendapatkannya.
Dinyatakan dengan
cara yang sangat sederhana, teori harapan berkata bahwa jika seseorang
menginginkan sesuatu dan harapan untuk memperoleh sesuatu itu cukup besar maka
seseorang akan sangat terdorong untuk memperoleh hal yang diinginkannya itu.
Sebaliknya, jika harapan memperoleh hal yang diinginkannya itu tipis,
motivasinya untuk berupaya akan menjadi rendah.
8.
Teori Penguatan dan Modifikasi Perilaku
Berbagai teori
atau model motivasi yang telah dibahas dapat digolongkan sebagai model kognitif
motivasi karena didasarkan pada kebutuhan seseorang berdasarkan persepsi orang
yang bersangkutan berarti sifatnya sangat subyektif. Perilakunya pun ditentukan
oleh persepsi tersebut.
Padahal dalam
kehidupan organisasional disadari dan diakui bahwa kehendak seseorang
ditentukan pula oleh berbagai konsekuensi ekstrernal dari perilaku dan
tindakannya. Artinya, dari berbagai faktor di luar diri seseorang turut
berperan sebagai penentu dan pengubah perilaku.
Dalam hal ini
berlaku apa yang dikenal dengan “hukum pengaruh” yang menyatakan bahwa manusia
cenderung untuk mengulangi perilaku yang mempunyai konsekuensi yang
menguntungkan dirinya dan mengelakkan perilaku yang mengakibatkan timbulnya
konsekuensi yang merugikan.
Contoh yang sangat
sederhana adalah seorang siswa yang dapat menyelesaikan tugas yang diberikan
oleh guru dengan tepat waktu maka akan mendapatkan pujian dari guru dan
terhindar dari hukuman.
Contoh sebaliknya
adalah seorang siswa yang terlambat mengumpulkan tugas atau tidak mengumpulkan
tugas maka akan mendapatkan teguran dari guru dan dianggap tidak disiplin dalam
mengumpulkan tugas.
9.
Teori Kaitan Imbalan dengan Prestasi.
Menurut model ini,
motivasi seorang individu sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik yang
bersifat internal maupun eksternal. Faktor internal adalah : (a) persepsi
seseorang mengenai diri sendiri; (b) harga diri; (c) harapan pribadi; (d)
kebutuhaan; (e) keinginan; (f) kepuasan kerja; (g) prestasi kerja yang
dihasilkan. Sedangkan faktor eksternal mempengaruhi motivasi seseorang, antara
lain ialah : (a) jenis dan sifat pekerjaan; (b) kelompok kerja dimana seseorang
bergabung; (c) organisasi tempat bekerja; (d) situasi lingkungan pada umumnya;
(e) sistem imbalan yang berlaku dan cara penerapannya.
E.
TEKNIK MOTIVASI
Ada
beberapa teknik motivasi antara lain:
a.
Verbal (cakap), pemberian motivasi yang dilakukan
dengan perkataan atau verbal. Misalnya, mendatangkan seorang motivator untuk
memberikan motivasi.
b.
Perilaku (behavioral),
pemberian motivasi yang dilakukan melalui suatu tindakan.
c.
Bonus/ganjaran (insentif/reward),
pemberian motivasi yang dilakukan dengan memberikan hadiah. Misalnya,
pemberian piala kepada pemenang dalam suatu turnamen.
d.
Visualisasi/imajinasi, pemberian motivasi melalui
imajinasi. Misalnya, berimajinasi ketika sedang dalam suatu pertandingan.
e.
Intimidasi, pemberian motivasi dengan disertai
desakan-desakan yang akan membangkitkan motivasi tersebut.
f.
Cakap sendiri (self-talk),
memberikan motivasi kepada diri sendiri. Misalnya, ketika dalam pertandingan
ketika melakukan kesalahan maka dengan berkata kali ini tidak akan salah lagi,
“saya pasti bisa”.
g.
Supertisi (peralatan), motivasi akan muncul jika
menggunakan barang atau alat yang dianggap dapat memberikan rasa percaya diri.
Misalnya, seorang pemain sepak bola merasa percaya diri memakai sepatu yang
biasa dipakainya.
h.
Ritual (perilaku), motivasi akan muncul jika sebelum
melakukan suatu aktivitas ada suatu hal yang biasa dilakukan. Misalnya, atlet
pencak silat ketika masuk ke arena pertandingan harus melangkah dengan kaki
sebelah kanan.
F.
PERANAN MOTIVASI DALAM OLAHRAGA
Motivasi sangat erat kaitannya dengan kehidupan manusia
karena setiap manusia memiliki keinginan dan tujuan dalam hidupnya. Oleh karena
itu, untuk mencapai keinginan dan tujuannya itulah maka diperlukan adanya
energi pendukung dan pendorong yang disebut dengan motivasi. Motivasi sangat
berperan dalam seluruh aspek kehidupan manusia baik dalam belajar, bekerja,
berlatih dan masih banyak lagi kegiatan dimana salah satu faktor pendukungnya
adalah motivasi itu sendiri.
Dalam dunia olahraga motivasi juga menjadi hal yang penting
khususnya bagi atlet. Atlet yang berlatih dengan giat dan teratur memiliki tujuan
dan keinginan menjadi juara atau pemenang di cabang yang mereka geluti. Untuk
mencapai tujuan tersebut bukan hanya teknik, fisik, taktik yang bagus, namun
seorang atlet harus memiliki motivasi yang dapat menjadikan dirinya antusias
dalam meraih tujuannya tersebut.
Dalam melakukan suatu pekerjaan motivasi akan menentukan
seberapa besar usaha yang akan dilakukan dalam memperoleh hasil yang maksimal.
Jika seseorang memiliki motivasi yang tinggi maka usaha yang akan dilakukannya
juga akan maksimal sedangkan orang yang memiliki motivasi yang rendah maka
usaha yang dilakukan untuk mencapai tujuannya juga tidak akan maksimal. Sama
halnya dengan seorang atlet, jika seorang atlet mengalami kejenuhan pada masa
latihan maka latihan yang dilakukan tidak akan maksimal. Pada saat itulah
sangat diperlukan penyemangat atau energi pendukung yaitu motivasi.
Pada dasarnya motivasi tidak hanya diberikan ketika terjadi
kejenuhan atau kebosanan ketika berlatih, karena jika dilihat dari penjelasan
di atas bahwa selalu ada motif ketika seseorang akan melakukan suatu pekerjaan.
Motivasi ini bisa diberikan sesuai dengan kebutuhan tanpa harus menunggu adanya
permasalahan. Sama halnya dengan seorang atlet, pelatih ataupun orang-orang
yang berkecimpung di dalam organisasi olahraga juga memiliki tujuan-tujuan yang
harus dicapai.
Membangun motivasi bukanlah hal yang mudah karena tidak
setiap orang bisa dimotivasi dengan cara yang sama sehingga diperlukan orang
yang sangat mengerti hal tersebut yang biasanya sering disebut sebagai motivator.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa motivasi yang datang dari dalam
diri sendiri (intrinsik) dan motivasi yang datang dari luar diri seseorang
(ekstrinsik). Motivasi intrinsik biasanya muncul dari dalam diri atlet tersebut
seperti keinginan, harapan, tujuan yang ingin dicapainya sedangkan motivasi
yang ekstrinsik muncul dari lingkungan dimana atlet tersebut berlatih, pelatih,
keluarga, teman bahkan yang akan menjadi lawan dalam pertandingan juga dapat
menjadi sebuah motivasi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa motivasi
merupakan faktor penting dalam kehidupan manusia.
BAB
III
KESIMPULAN
Motivasi merupakan kekuatan (energi)
yang dapat meningkatkan persistensi dan antusiasme seseorang dalam mencapai
tujuan dan keinginannya baik yang muncul dari dalam diri (intrinsik) maupun
yang muncul dari luar diri (ekstrinsik). Motivasi yang timbul dari dalam diri
sendiri tanpa adanya faktor atau dorongan dari luar disebut dengan motivasi
intrinsik sedangkan motivasi yang timbul karena adanya pengaruh dari luar
individu disebut dengan motivasi ekstrinsik.
Motivasi merupakan suatu hal yang
penting karena motivasi dapat memicu seseorang untuk melakukan suatu hal yang
ingin dicapainya. Motivasi berperan memberikan dorongan kepada seseorang dalam
mencapai tujuan dan keinginannya. Misalnya seorang atlet yang ingin memenangkan
suatu kejuaraan, yang pada awalnya merasa kurang yakin akan kemampuannya maka
dengan adanya motivasi baik yang muncul dari diri sendiri ditambah motivasi dari
teman, pelatih, keluarga dan lingkungan maka atlet tersebut akan merasa
semangat dan antusias dalam berlatih dan semakin siap dalam menghadapi
kejuaraan.
DAFTAR PUSTAKA
Nana S. Sukmadinata. 2003. Landasan
psikologi proses pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Weinberg, Robert S.; Gould, Daniel,
(2007). Foundation of sport and exercise psychology. 4th edition.
Champaign, II.: Human Kinestics Publishers, Inc.
http://www.duniapsikologi.com/pengertian-motivasi/.
Diunduh pada tanggal 16 Februari 2012.
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2009/11/definisi-motivasi-dan-teori-teori-motivasi/.
Diunduh pada tanggal 16 Februari 2012.
http://www.duniaq-duniamu.com/2012/01/7-jenis-motivasi.html.
Diunduh pada tanggal 26 Februari 2012.
No comments:
Post a Comment