Sponsor

Sunday, 2 February 2014

TEORI BELAJAR WILLIAM KAYE ESTES



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Proses pembelajaran saat ini banyak menggunakan berbagai macam gaya belajar. Dari berbagai macam gaya tersebut mempunyai tujuan yang sama yaitu agar para peserta didik lebih aktif dan terjadi perubahan perilaku akibat proses belajar tersebut, diantaranya dari hal tidak bisa menjadi bisa, hal sederhana menjadi kompleks. Para pendidik atau pengajar pada saat ini dapat melakukan tugas dengan baik, pendidik mengetahui tentang teori-teori terdahulu yang menjadi sebuah acuan bagaimana pendekatan dan metode yang digunakan pada peserta didik untuk mengoptimalkan proses pembelajaran dan penyampaian pesan dari proses belajar tersebut, yaitu pesan yang disampaikan oleh pendidik dapat diterima dan dipahami serta diaplikasikan dalam kehidupan peserta didik.
Dalam kehidupan sehari-hari kita banyak melakukan kegiatan yang sebenarnya merupakan gejalah belajar, dalam arti mustahil dapat melakukan kegiatan itu, kalau tidak belajar terlebih dahulu. Terlalu banyak hal yang kita lakukan jika ingin sebutkan satu-persatu, namun secara spontanitas kegiatan yang dilakukan adalah bagian dari belajar. Kimble dalam Hergenhahn dan Olson (2008: 2), mendefinisikan belajar sebagai perubahan yang relatif permanen di dalam behavioral potentiality (potensi behavioral) yang terjadi sebagai akibat dari reinforced practice (praktek yang diperkuat). Menurut pengertian secara psikologis, belajar merupakan proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Perubahan-perubahan tersebut akan nyata dalam seluruh aspek tingkah laku.
Salah satu tren era modern saat ini dalam teori belajar adalah menjauhi teori yang luas dan komprehensif dan menuju ke sistem yang lebih kecil. Para periset memfokuskan diri pada suatu area yang mereka minati dan mengeksplorasinya secara menyeluruh. Keluasaan akan mengorbankan kedalaman. Contoh dari tren ini apa yang disebut sebagai teoretisi belajar statistik, yang berusaha membangun minisistem yang kukuh untuk meneliti sederetan fenomena belajar. Salah satu yang paling awal adalah teori menurut Estes pada tahun 1950 (B.R. Hergenhahn dan Matthew H. Olson, 2008: 250).
Dari penjelasan di atas, maka dalam makalah ini penulis akan menjelaskan tentang teori yang dikemukakan oleh William Kaye Estes yang lebih dikenal dengan sebutan teori Estes.
B.     Rumusan Masalah
Dari uraian di atas, maka masalah yang akan dibahas dalam penulisan makalah ini adalah:
1.      Siapa William Kaye Estes?
2.      Teori apa yang dikemukakan oleh Estes?
3.      Bagaimana teori yang dikemukakan oleh Estes?
C.    Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini yaitu untuk mengetahui apa saja dan bagaimana implementasi dari teori yang dikemukan oleh Estes.

D.    Manfaat
Manfaat dari penulisan makalah ini yaitu:
1.      Bagi Mahasiswa
Dapat mengetahui pengetahuan tentang teori belajar menurut Estes dan manfaat yang dapat diterapkan dalam proses belajar saat ini.
2.      Bagi Dosen Pengampu Mata Kuliah
Diharapkan dapat membimbing dan mengarahkan penulis, mahasiswa dalam memperoleh pengetahuan tentang teori belajar menurut Estes dan manfaat yang akan ditimbulkan dari teori tersebut.



BAB II
PEMBAHASAN

A.    William Kaye Estes
William Kaye Estes lahir pada tahun 1919, mengawali karier profesionalnya di University Of Indiana. Estes kemudian pindah ke Stanford University dan selanjutnya ke Rockfeller University dan mengakhiri kariernya di Havard di mana dia mendapat gelar profesor emeritus (B.R. Hergenhahn dan Matthew H. Olson, 2008: 250).
Pada 1997 Estes dianugerahi Medal of Science yang merupakan penghargaan tertinggi yang diberikan oleh National Sience Foundation. Penghargaan ini diberikan berkat jasanya bagi teori kognisi dan belajar fundamental yang mengubah bidang psikologi eksperimental dan memicu perkembangan ilmu kognitif kuantitatif. Metode modeling kuantitatif dan penekanannya pada ketepatan dan ketelitian telah menjadi standar bagi ilmu psikologi modern.
William K. Estes belajar bersama Skinner ketika Skinner berada di Universitas Minnesota dan di sana pula ia menerima gelar Ph. D di bidang psikologi pada tahun 1943. Karya bersama Estes dengan Skinner mengenai efek hukuman menghasilkan kontribusi penting bagi pemikir Skinner dalam topik tersebut. Bagaimanapun juga, minatnya untuk membangun model-model pembelajaran matematis telah memisahkan arah yang ditempuhnya dari bisa antiteoretis Skinner. Selain itu, asumsi-asumsi dalam teori Estes nampak lebih memperlihatkan pengaruh Guthrie yang tidak pernah menjadi rekan studinya.
Estes berpendapat bahwa elemen stimulus yang dijadikan sampel pada satu percobaan tertentu dikondisikan dengan cara all-or-none; namun karena hanya ada sedikit yang dijadikan sampel pada satu percobaan, belajar berlangsung secara inkremental atau gradual. Probabilitas munculnya respons A1 berubah secara gradual dari satu percobaan ke percobaan selanjutnya dan jika jumlah total elemen stimulus yang ada dalam eksperimen cukup banyak, sifat all-or-none tidak dapat dideteksi (Hergenhann dan Olson, 2008: 259). Estes memandang teori sampling stimulus (SST) sebagai perluasan matematis dari teori transfer elemen identik Thorndike. Yakni, teori itu dikembangkan untuk membuat prediksi yang tepat tentang transfer training dari satu situasi ke situasi yang lain, berdasarkan elemen-elemen stimulus yang sama untuk keduanya. Dalam SST, belajar terjadi dengan cara sekaligus atau tidak sama sekali (all-or-none) dan hanya dibutuhkan kontiguitas antara stimulus dan respons tertentu (Hergenhann dan Olson, 2008: 265).
B.     Konsep Teoretis Utama
Ada beberapa asumsi yang dibuat oleh Estes menurut B.R. Hergenhahn dan Matthew H. Olson (2008: 251) yang dijabarkan sebagai berikut:
1.      Asumsi I
Situasi belajar terdiri dari banyak elemen stimulus dalam jumlah tertentu. Elemen-elemen ini terdiri dari banyak hal yang dapat dialami pembelajar pada awal percobaan belajar. Stimuli-stimuli itu bisa mencakup kejadian eksperimental seperti cahaya, suara berisik, materi verbal yang disajikan dalam drum memori, palang dalam kotak Skinner, jalur T. Stimuli itu juga bisa stimuli yang dapat diubah atau stimuli sementara seperti perilaku eksperimenter, suhu, suara tambahan di dalam dan di luar ruang dan kondisi di dalam diri subjek eksperimen seperti keletihan atau sakit kepala. Semua elemen stimulus ini secara kolektif disimbolkan sebagai S. Sekali lagi, S adalah jumlah total dari stimuli yang mengiringi satu percobaan dalam situasi belajar.
2.      Asumsi II
Semua respons yang diberikan dalam situasi eksperimen dapat digolongkan menjadi dua kategori. Jika responsnya adalah yang dicari oleh eksperimenter (seperti keluarnya air liur, mata berkedip, menekan palang, berbelok ke kanan di jalur T, atau melafalkan suku kata yang tak bermakna dengan benar), ini dinamakan respons A1. Jika responsnya adalah bukan yang dicari oleh eksperimenter diberi label A2. Jadi, Estes membagi semua respons yang mungkin muncul dalam eksperimen belajar menjadi dua kelompok: (A1) respons yang benar atau (A2) respons yang lainnya.
3.      Asumsi III
Semua elemen di S dilekatkan dengan A1 atau A2. Ini adalah situasi all or nothing. Semua unsur stimulus dalam S adalah dikondisikan ke respons yang diinginkan atau benar (A1) atau ke respons yang tidak relevan atau salah (A2). Pada awal eksperimen, hampir semua stimuli akan dikondisikan ke A2 akan menimbulkan respons A2. Respons yang benar terjadi hanya setelah respons dihubungkan dengan stimuli dalam konteks eksperimental.
4.      Asumsi IV
Pembelajar terbatas kemampuannya dalam mengalami S. Pembelajar mengalami hanya sebagian dari stimuli yang tersedia pada setiap percobaan belajar dan besarnya sampel diasumsikan tetap konstan di sepanjang eksperimen. Proporsi konstan dari S yang dialami pada awal setiap percobaan belajar dilambangkan dengan θ (theta). Sesudah setiap percobaan, elemen θ dikembalikan ke S. Jadi teori Estes mengamsusikan sampling dengan penggantian (sampling with replacement). Elemen-elemen yang dijadikan sampel pada satu percobaan mungkin akan dijadikan sampel lagi pada percobaan selanjutnya.
5.      Asumsi V
Percobaan belajar berakhir ketika respons terjadi, jika respons A1 menghentikan percobaan, elemen stimulus dalam θ dikondisikan ke respons A1. Ketika respons A1 muncul, akan terbentuk asosiasi antara respons itu dengan stimuli yang mendahuluinya. Dengan kata lain, karena proporsi elemen stimulus dalam S diambil sampelnya pada awal percobaan, elemen itu dikondisikan ke A1 melalui prinsip kontiguitas setiap kali respons A1 menghentikan satu percobaan. Setelah jumlah elemen dalam S yang dikondisikan ke A1 bertambah, kemungkinan θ mengandung beberapa dari elemen itu juga akan bertambah. Jadi, tendensi munculnya respons A1 di awal percobaan belajar akan meningkat dari waktu ke waktu, dan elemen stimulus yang pada mulanya dilekatkan pada A2 perlahan-lahan akan diletakkan ke A1. Inilah yang oleh Estes disebut sebagai belajar. Keadaan sistem pada momen tertentu adalah proporsi dari elemen yang dilekatkan ke respons A1 dan A2.
6.      Asumsi VI
Karena Elemen di θ dikembalikan ke S pada akhir percobaan, dan karena θ yang dijadikan sampel pada awal percobaan belajar pada dasarnya adalah acak, proporsi elemen yang dikondisikan ke A1 dalam S akan tercermin dalam elemen dalam θ pada awal setiap percobaan baru.
Berdasarkan asumsi-asumsi diatas, maka Estes mengemukakan empat konsep teoretis utama (B.R. Hergenhahn dan Matthew H. Olson, 2008: 256), yaitu:
1.      Generalisasi
Generalisasi dari situasi belajar awal ke situasi belajar lainnya dapat dengan mudah dijelaskan dengan teori sampling stimulus. Transfer terjadi sepanjang dua situasi memiliki elemen stimulus yang sama. Jika banyak dari elemen yang sebelumnya dikondisikan ke respons A1 ada didalam situasi belajar yang baru, probabilitas respons A1 akan muncul ke dalam situasi baru itu akan cukup tinggi. Jika di dalam situasi baru tidak ada elemen yang pada sebelumnya dikondisikan ke A1, probabilitas munculnya respons A1 adalah 0. Dalam satu situasi baru, seperti halnya dalam situasi belajar awal, probabilitas respons A1 sama dengan proporsi elemen stimulus dalam S yang dikondisikan ke respons itu.
2.      Pelenyapan
Estes menjelaskan problem pelenyapan dengan cara yang pada dasarnya sama dengan yang dilakukan Guthrie, karena dalam pelenyapan satu percobaan biasanya diakhiri setelah subjek melakukan sesuatu selain A1, elemen stimulus yang sebelumnya dikondisikan ke A1 pelan-pelan akan kembali lagi ke A2. Hukum untuk pelenyapan adalah sama. Apa yang dinamakan pelenyapan muncul setiap kali kondisi disusun sedemikian rupa sehingga elemen stimulus digeser dari respons A1 ke respons A2.
3.      Pemulihan Spontan
Pemulihan spontan merupakan munculnya kembali respons yang dikondisikan setelah respons itu mengalami pelenyapan. Dengan kata lain pemulihan spontan dijelaskan dengan mengasumsikan bahwa proses pelenyapan (pergeseran elemen dari A1 ke A2) pada awalnya tidak pernah komplet.
4.      Pencocokan Probabilitas
Eksperimen pencocokan probabilitas tradisional adalah menggunakan sinyal cahaya yang diikuti satu atau dua cahaya lain. Ketika sinyal menyala, subjek percobaan menduga cahaya mana dari dua cahaya lain yang akan muncul. Misal, cahaya kanan muncul 80% dari waktu, subjek akan memprediksi bahwa cahaya itu akan muncul 80% dari waktu percobaan.


C.    Model Stimulus-Sampling Estes
Sistem Estes bisa dikatakan merupakan sebuah model pembelajaran karena setidaknya pada awalnya, sistem tersebut tidak diusahakan untuk menjadi teori yang komplet dan menyeluruh. Dalam segi ini teori Estes lebih sederhana dibandingkan sistem Guthrie, Skinner dan Hull serta mencerminkan kesadaran yang sama akan kondisi-kondisi batas seperti yang diungkapkan oleh Spence. Modelnya lebih merupakan sebuah statement yang sangat simpel mengenai asumsi-asumsi yang digunakan untuk memprediksikan beberapa aspek pembelajaran dengan cara yang diharapkan cukup akurat.
Model ini mengandung pengertian yang sama seperti model tiga dimensi sebuah atom, berupa bola-bola kayu untuk melambangkan elektron, proton, dan neutron. Tentu saja tidak ada orang yang bisa mengklaim bahwa model di ruang kelas tersebut merupakan gambaran komplet dan akurat dari sebuah atom yang sebenarnya. Dapat dengan baik bahwa elektron berbeda dari bola-bola kayu dan bahwa orbit mereka tidak benar-benar mirip dengan kawat besi. Sekalipun begitu, ada segi-segi tertentu dimana model tersebut dan atom yang sesungguhnya memiliki kemiripan tertentu. Dengan adanya kemiripan ini, model tersebut memungkinkan kita untuk memprediksi hal-hal tertentu mengenai bagaimana perilaku atom itu. Sejauh bahwa sebuah model memungkinkan kita untuk memprediksi sebagian aspek realitas, model itu pun berguna. Kita tidak perlu memperdebatkan apakah model itu tepat atau tidak, karena model itu tidak lebih dari sekedar representasi parsial. Hal ini amat mirip dengan logika  konstruksi teori yang digunakan Hull, namun Estes menjalankannya lebih jauh lagi. Estes bertolak dari sebuah model sederhana dan kemudian mengembangkannya secara bertahap sambil menguji kegunaannya (http://fairisawaliyah.blogspot.com/2011/06/ model-stimulus.html didownload tanggal 10 September 2013).
Model Estes merupakan sebuah upaya untuk menjadikan ide-ide tertentu Guthrie agar lebih akurat, mengubah sebagian teori Guthrie yang bersifat umum dan berorientasi praktis menjadi sebuah model yang sesuai untuk studi laboratorium. Perlu diingat bahwa Guthrie memandang belajar sebuah keahlian sebagai pengkondisian atas banyak hubungan stimulus-respons. Estes menyederhanakan pendapat ini dengan mengelompokkan semua respons yang ada ke dalam dua kategori, yaitu respons yang menghasilkan hasil tertentu dan respons yang tidak. Sebagai contoh, Estes hanya akan mencatat apakah seorang pemain bola baket berhasil memasukkan bola ke keranjang atau tidak, tanpa memandang jumlah kotraksi otot yang tidak terhitung banyaknya yang menghasilkan salah satu dari dua hal di atas. Dengan cara ini, fokus Guthrie mengenai apa yang dilakukan oleh subjek diubah menjadi fokus mengenai apa yang diselesaikan oleh subjek, mengenai hasil-hasil perilaku yang berhasil dan tidak berhasil. Keberhasilan di sini didefinisikan menurut pengamat, tidak harus menurut tujuan subjek karena kedua kelompok respons atau tepatnya hasil respons. Hal ini membentuk dua kemungkinan tindakan yang disebut oleh Estes A1 dan A2.
Sejauh ini Estes membagi semua kemungkinan respons dalam situasi tertentu menjadi dua kelompok dan Estes membagi semua kemungkinan aspek situasi stimulus menjadi banyak elemen yang tidak tertentukan. Sekarang lebih jauh lagi Estes berasumsi bahwa masing-masing elemen dikondisikan dengan salah satu dari dua kelompok respons itu. Dengan kata lain, masing-masing elemen stimulus cenderung untuk menghasilkan entah itu A1 atau A2. Sebuah elemen tidak bisa dikondisikan dengan A1 dan A2 sekaligus, juga tidak mungkin dikondisikan dengan tidak satupun dari keduanya. Karena pada momen tertentu seluruh elemen bisa dikelompokkan sebagai terkondisikan dengan A1 atau terkondisikan dengan A2.
Di dalam hubungan seperti ini, istilah dikondisikan (conditioned) tidak selalu berarti ada pembelajaran sebelumnya. Mungkin akan lebih tepat bila dikatakan bahwa setiap elemen melekat pada salah satu kelompok respons, sehingga elemen-elemen stimulus yang sebelumnya melekat pada A1 menjadi melekat pada A2 atau sebaliknya, bagi Estes perubahan semacam inilah yang dinamakan sebagai pembelajaran. Perubahan-perubahan ini merupakan proses pengkondisian dan karenanya Estes menyatakan bahwa suatu elemen dikondisikan dengan suatu respons ketika elemen itu cenderung menghasilkan respons tersebut.
Dari berbagai macam penjelasan di atas, maka dapat diketahui bahwa belajar menurut Estes bukan hanya hubungan stimulus dan respons, tetapi juga terdapat hubungan response dan outcome, yaitu belajar dan mengingat yang akan menimbulkan konsekuensi tertentu sehingga subjek melakukan tindakan.



BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Estes memandang belajar bukan hanya pengkondisian atas banyak hubungan stimulus-respons, tetapi terdapat hubungan antara response-outcome yang mana kemudian Estes membagi respons yang ada ke dalam dua kategori, yaitu respons yang menghasilkan hasil tertentu dan respons yang tidak menghasilkan.
B.     Saran
1.      Bagi dosen pengampu mata kuliah teori pembelajaran dapat membantu dalam proses belajar mengajar di kelas dengan menerangkan dan menjelaskan materi yang menyangkut tentang teori belajar menurut Estes.
2.      Bagi mahasiswa diharapkan makalah ini dapat memberikan pengetahuan terutama tentang teori belajar.



DAFTAR PUSTAKA

B.R Hergenhahn dan Matthew H. Olson. (2008). Theories of Learning. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
(http://fairisawaliyah.blogspot.com/2011/06/ model-stimulus.html di download pada tanggal 10 September 2013).

No comments:

Post a Comment