BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Proses pembelajaran
saat ini banyak menggunakan berbagai macam gaya belajar. Dari berbagai macam gaya tersebut mempunyai tujuan
yang sama yaitu agar para peserta
didik lebih aktif dan terjadi perubahan perilaku akibat proses belajar
tersebut, diantaranya dari hal tidak bisa menjadi bisa, hal sederhana menjadi
kompleks. Para pendidik atau pengajar pada saat ini dapat
melakukan tugas dengan baik, pendidik mengetahui tentang teori-teori terdahulu
yang menjadi sebuah acuan bagaimana pendekatan dan metode yang digunakan pada
peserta didik untuk mengoptimalkan proses pembelajaran dan penyampaian pesan
dari proses belajar tersebut, yaitu pesan yang disampaikan oleh pendidik dapat
diterima dan dipahami serta diaplikasikan dalam kehidupan peserta didik.
Dalam kehidupan sehari-hari kita banyak melakukan kegiatan yang sebenarnya
merupakan gejalah belajar, dalam arti mustahil dapat melakukan kegiatan itu,
kalau tidak belajar terlebih dahulu. Terlalu banyak hal yang kita lakukan jika ingin sebutkan
satu-persatu, namun secara spontanitas kegiatan yang dilakukan adalah bagian dari belajar.
Kimble dalam Hergenhahn dan Olson (2008: 2), mendefinisikan belajar sebagai
perubahan yang relatif permanen di dalam behavioral
potentiality (potensi behavioral)
yang terjadi sebagai akibat dari reinforced
practice (praktek yang diperkuat). Menurut pengertian secara psikologis, belajar merupakan
proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi
dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Perubahan-perubahan
tersebut akan nyata dalam seluruh aspek tingkah laku.
Salah satu tren era modern
saat ini dalam teori
belajar adalah menjauhi teori yang luas dan komprehensif dan menuju ke sistem
yang lebih kecil. Para periset memfokuskan diri pada suatu area yang mereka
minati dan mengeksplorasinya secara menyeluruh. Keluasaan akan mengorbankan
kedalaman. Contoh dari tren ini apa yang disebut sebagai teoretisi belajar
statistik, yang berusaha membangun minisistem yang kukuh untuk meneliti sederetan
fenomena belajar. Salah satu yang paling awal adalah teori menurut Estes pada tahun 1950
(B.R. Hergenhahn dan Matthew H. Olson,
2008: 250).
Dari penjelasan di atas, maka dalam makalah ini penulis akan menjelaskan
tentang teori yang dikemukakan oleh William Kaye Estes yang lebih dikenal
dengan sebutan teori Estes.
B. Rumusan
Masalah
Dari
uraian di atas, maka masalah yang akan dibahas dalam penulisan makalah ini
adalah:
1.
Siapa
William Kaye Estes?
2.
Teori
apa yang dikemukakan oleh Estes?
3.
Bagaimana
teori yang dikemukakan oleh Estes?
C. Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini yaitu untuk mengetahui apa saja dan
bagaimana implementasi dari teori yang dikemukan oleh Estes.
D. Manfaat
Manfaat
dari penulisan makalah ini yaitu:
1.
Bagi
Mahasiswa
Dapat
mengetahui pengetahuan tentang teori belajar menurut Estes dan manfaat yang dapat diterapkan dalam proses belajar
saat ini.
2.
Bagi
Dosen Pengampu Mata Kuliah
Diharapkan dapat membimbing dan mengarahkan penulis, mahasiswa dalam
memperoleh pengetahuan tentang teori belajar menurut Estes
dan manfaat yang akan ditimbulkan dari teori tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
A. William Kaye Estes
William Kaye Estes lahir pada tahun 1919, mengawali karier profesionalnya
di University Of Indiana. Estes kemudian pindah ke Stanford University dan
selanjutnya ke Rockfeller University dan mengakhiri kariernya di Havard di mana
dia mendapat gelar profesor emeritus (B.R. Hergenhahn dan Matthew H. Olson, 2008: 250).
Pada 1997 Estes dianugerahi Medal of
Science yang merupakan penghargaan tertinggi yang diberikan oleh National
Sience Foundation. Penghargaan ini diberikan berkat jasanya bagi teori kognisi
dan belajar fundamental yang mengubah bidang psikologi eksperimental dan memicu
perkembangan ilmu kognitif kuantitatif. Metode modeling kuantitatif dan
penekanannya pada ketepatan dan ketelitian telah menjadi standar bagi ilmu
psikologi modern.
William K. Estes belajar bersama Skinner
ketika Skinner berada di
Universitas Minnesota dan di sana pula ia menerima gelar Ph. D di bidang
psikologi pada tahun 1943. Karya bersama Estes dengan Skinner mengenai efek
hukuman menghasilkan kontribusi penting bagi pemikir Skinner dalam topik
tersebut. Bagaimanapun juga, minatnya untuk membangun model-model
pembelajaran matematis telah memisahkan arah yang ditempuhnya dari bisa
antiteoretis Skinner. Selain itu, asumsi-asumsi
dalam teori Estes nampak lebih memperlihatkan pengaruh Guthrie
yang
tidak pernah menjadi rekan studinya.
Estes berpendapat bahwa
elemen stimulus yang dijadikan sampel pada satu percobaan tertentu dikondisikan
dengan cara all-or-none;
namun karena hanya ada sedikit yang dijadikan sampel pada satu percobaan,
belajar berlangsung secara inkremental atau gradual. Probabilitas munculnya respons
A1 berubah secara gradual dari satu percobaan ke percobaan
selanjutnya dan jika jumlah total elemen stimulus yang ada dalam eksperimen
cukup banyak, sifat all-or-none
tidak dapat dideteksi (Hergenhann dan Olson, 2008: 259). Estes memandang teori sampling
stimulus (SST) sebagai perluasan matematis dari teori transfer elemen identik
Thorndike. Yakni, teori itu dikembangkan untuk membuat prediksi yang tepat
tentang transfer training dari satu situasi ke situasi yang lain, berdasarkan
elemen-elemen stimulus yang sama untuk keduanya. Dalam SST, belajar terjadi
dengan cara sekaligus atau tidak sama sekali (all-or-none) dan hanya dibutuhkan
kontiguitas antara stimulus dan respons tertentu (Hergenhann dan Olson, 2008:
265).
B. Konsep Teoretis
Utama
Ada beberapa asumsi
yang dibuat oleh Estes menurut B.R. Hergenhahn dan Matthew H. Olson (2008: 251) yang dijabarkan
sebagai berikut:
1.
Asumsi I
Situasi belajar terdiri dari
banyak elemen stimulus dalam jumlah tertentu. Elemen-elemen ini terdiri dari
banyak hal yang dapat dialami pembelajar pada awal percobaan belajar.
Stimuli-stimuli itu bisa mencakup kejadian eksperimental seperti cahaya, suara
berisik, materi verbal yang disajikan dalam drum memori, palang dalam kotak
Skinner, jalur T. Stimuli itu juga bisa stimuli yang dapat diubah atau stimuli
sementara seperti perilaku eksperimenter, suhu, suara tambahan di dalam dan di
luar ruang dan kondisi di dalam diri subjek eksperimen seperti keletihan atau
sakit kepala. Semua elemen stimulus ini secara kolektif disimbolkan sebagai S. Sekali lagi, S adalah jumlah total dari stimuli yang mengiringi satu percobaan
dalam situasi belajar.
2.
Asumsi
II
Semua respons yang diberikan
dalam situasi eksperimen dapat digolongkan menjadi dua kategori. Jika responsnya
adalah yang dicari oleh eksperimenter (seperti keluarnya air liur, mata
berkedip, menekan palang, berbelok ke kanan di jalur T, atau melafalkan suku
kata yang tak bermakna dengan benar), ini dinamakan respons A1. Jika
responsnya adalah bukan yang dicari oleh eksperimenter diberi label A2.
Jadi, Estes membagi semua respons yang mungkin muncul dalam eksperimen belajar
menjadi dua kelompok: (A1) respons
yang benar atau (A2) respons yang lainnya.
3.
Asumsi III
Semua elemen di S dilekatkan dengan A1 atau A2.
Ini adalah situasi all or nothing.
Semua unsur stimulus dalam S adalah
dikondisikan ke respons yang diinginkan atau benar (A1) atau ke respons
yang tidak relevan atau salah (A2). Pada awal eksperimen, hampir semua stimuli akan dikondisikan ke A2
akan menimbulkan respons A2. Respons yang benar terjadi hanya
setelah respons dihubungkan dengan stimuli dalam konteks eksperimental.
4.
Asumsi
IV
Pembelajar terbatas
kemampuannya dalam mengalami S.
Pembelajar mengalami hanya sebagian dari stimuli yang tersedia pada setiap percobaan belajar
dan besarnya sampel diasumsikan tetap konstan di sepanjang eksperimen. Proporsi
konstan dari S yang dialami pada awal
setiap percobaan belajar dilambangkan dengan θ (theta). Sesudah setiap percobaan, elemen θ dikembalikan ke S.
Jadi teori Estes mengamsusikan sampling dengan penggantian (sampling with replacement).
Elemen-elemen yang dijadikan sampel pada satu percobaan mungkin akan dijadikan
sampel lagi pada percobaan selanjutnya.
5.
Asumsi V
Percobaan
belajar berakhir ketika respons terjadi,
jika respons A1 menghentikan percobaan,
elemen stimulus dalam θ
dikondisikan ke respons A1. Ketika respons A1
muncul, akan terbentuk asosiasi antara respons itu dengan stimuli yang
mendahuluinya. Dengan kata lain, karena proporsi elemen stimulus dalam S diambil sampelnya pada awal percobaan,
elemen itu dikondisikan ke A1 melalui prinsip kontiguitas setiap
kali respons A1 menghentikan satu percobaan. Setelah jumlah elemen
dalam S yang dikondisikan ke A1
bertambah, kemungkinan θ mengandung beberapa
dari elemen itu juga akan bertambah. Jadi, tendensi munculnya respons A1
di awal percobaan belajar akan meningkat dari waktu ke waktu, dan elemen stimulus
yang pada mulanya dilekatkan pada A2 perlahan-lahan akan diletakkan
ke A1. Inilah yang oleh Estes disebut sebagai belajar. Keadaan
sistem pada momen tertentu adalah proporsi dari elemen yang dilekatkan ke respons
A1 dan A2.
6.
Asumsi VI
Karena Elemen di θ dikembalikan ke S pada akhir percobaan, dan karena
θ yang dijadikan sampel pada
awal percobaan belajar pada dasarnya adalah acak, proporsi elemen yang
dikondisikan ke A1 dalam S
akan tercermin dalam elemen dalam θ pada
awal setiap percobaan baru.
Berdasarkan
asumsi-asumsi diatas, maka Estes mengemukakan empat konsep teoretis utama (B.R. Hergenhahn dan Matthew H. Olson, 2008: 256), yaitu:
1.
Generalisasi
Generalisasi dari
situasi belajar awal ke situasi belajar lainnya dapat dengan mudah dijelaskan
dengan teori sampling stimulus.
Transfer terjadi sepanjang dua situasi memiliki elemen stimulus yang sama. Jika
banyak dari elemen yang sebelumnya dikondisikan ke respons A1 ada
didalam situasi belajar yang baru, probabilitas respons A1 akan
muncul ke dalam situasi baru itu akan cukup tinggi.
Jika di dalam situasi baru tidak ada elemen yang pada sebelumnya dikondisikan
ke A1, probabilitas munculnya respons A1 adalah 0. Dalam
satu situasi baru, seperti halnya dalam situasi belajar awal, probabilitas respons
A1 sama dengan proporsi elemen stimulus dalam S yang dikondisikan ke respons itu.
2.
Pelenyapan
Estes menjelaskan problem pelenyapan dengan cara yang
pada dasarnya sama dengan yang dilakukan Guthrie, karena dalam pelenyapan satu percobaan biasanya diakhiri
setelah subjek melakukan sesuatu selain A1, elemen stimulus yang
sebelumnya dikondisikan ke A1 pelan-pelan akan kembali lagi ke A2.
Hukum untuk pelenyapan adalah sama. Apa yang dinamakan pelenyapan muncul setiap kali kondisi disusun
sedemikian rupa sehingga elemen stimulus digeser dari respons A1 ke respons
A2.
3.
Pemulihan Spontan
Pemulihan
spontan merupakan munculnya
kembali respons yang dikondisikan setelah respons itu mengalami pelenyapan.
Dengan kata lain pemulihan
spontan dijelaskan dengan mengasumsikan bahwa proses pelenyapan (pergeseran
elemen dari A1 ke A2) pada awalnya tidak pernah komplet.
4.
Pencocokan Probabilitas
Eksperimen pencocokan
probabilitas tradisional adalah menggunakan sinyal cahaya yang diikuti satu
atau dua cahaya lain. Ketika sinyal menyala, subjek percobaan menduga cahaya
mana dari dua cahaya lain yang akan muncul. Misal, cahaya kanan muncul 80% dari
waktu, subjek akan memprediksi bahwa cahaya itu akan muncul 80% dari waktu
percobaan.
C. Model
Stimulus-Sampling Estes
Sistem Estes bisa dikatakan merupakan sebuah
model pembelajaran karena setidaknya pada awalnya, sistem tersebut tidak
diusahakan untuk menjadi teori yang komplet dan menyeluruh. Dalam segi ini
teori Estes lebih sederhana dibandingkan sistem Guthrie, Skinner dan Hull serta
mencerminkan kesadaran yang sama akan kondisi-kondisi
batas seperti yang diungkapkan oleh Spence. Modelnya lebih merupakan sebuah statement
yang sangat simpel mengenai asumsi-asumsi
yang digunakan untuk memprediksikan beberapa aspek pembelajaran dengan cara
yang diharapkan cukup akurat.
Model ini mengandung pengertian yang sama
seperti model tiga dimensi sebuah atom, berupa bola-bola
kayu untuk melambangkan elektron, proton, dan neutron. Tentu saja tidak ada
orang yang bisa mengklaim bahwa model di ruang kelas tersebut merupakan
gambaran komplet dan akurat dari sebuah atom yang sebenarnya. Dapat
dengan
baik bahwa elektron berbeda dari bola-bola
kayu dan bahwa orbit mereka tidak benar-benar
mirip dengan kawat besi. Sekalipun begitu, ada segi-segi
tertentu dimana model tersebut dan atom yang sesungguhnya memiliki kemiripan
tertentu. Dengan adanya kemiripan ini, model tersebut memungkinkan kita untuk
memprediksi hal-hal
tertentu mengenai bagaimana perilaku atom itu. Sejauh bahwa sebuah model
memungkinkan kita untuk memprediksi sebagian aspek realitas, model itu pun
berguna. Kita tidak perlu memperdebatkan apakah model itu tepat atau tidak,
karena model itu tidak lebih dari sekedar representasi parsial. Hal ini amat
mirip dengan logika konstruksi teori yang digunakan Hull, namun Estes menjalankannya
lebih jauh lagi. Estes
bertolak dari sebuah model sederhana dan kemudian mengembangkannya secara
bertahap sambil menguji kegunaannya
(http://fairisawaliyah.blogspot.com/2011/06/
model-stimulus.html didownload tanggal 10 September 2013).
Model Estes merupakan
sebuah upaya untuk menjadikan ide-ide
tertentu Guthrie agar lebih akurat, mengubah sebagian teori Guthrie yang
bersifat umum dan berorientasi praktis menjadi sebuah model yang sesuai untuk
studi laboratorium. Perlu diingat bahwa Guthrie memandang belajar
sebuah keahlian sebagai pengkondisian atas banyak hubungan stimulus-respons.
Estes menyederhanakan pendapat ini dengan mengelompokkan semua respons yang ada
ke dalam dua kategori, yaitu respons
yang menghasilkan hasil tertentu dan respons yang tidak. Sebagai contoh, Estes
hanya akan mencatat apakah seorang pemain bola
baket berhasil memasukkan bola ke keranjang atau tidak, tanpa memandang jumlah
kotraksi otot yang tidak terhitung banyaknya yang menghasilkan salah satu dari
dua hal di atas. Dengan cara ini, fokus Guthrie mengenai apa yang dilakukan
oleh subjek diubah menjadi fokus mengenai apa
yang diselesaikan oleh subjek, mengenai hasil-hasil
perilaku yang berhasil dan tidak berhasil. Keberhasilan
di sini didefinisikan menurut pengamat, tidak harus menurut tujuan subjek
karena kedua kelompok respons atau tepatnya
hasil
respons. Hal ini membentuk dua
kemungkinan tindakan yang disebut oleh Estes
A1 dan A2.
Sejauh ini Estes membagi semua kemungkinan respons
dalam situasi tertentu menjadi dua kelompok dan Estes
membagi semua kemungkinan aspek situasi stimulus menjadi banyak elemen yang
tidak tertentukan. Sekarang lebih jauh lagi Estes
berasumsi bahwa masing-masing elemen dikondisikan dengan salah satu dari dua
kelompok respons itu. Dengan kata lain, masing-masing
elemen stimulus cenderung untuk menghasilkan entah itu A1 atau A2.
Sebuah elemen tidak bisa dikondisikan dengan A1 dan A2
sekaligus, juga tidak mungkin dikondisikan dengan tidak satupun dari keduanya.
Karena pada momen tertentu
seluruh elemen bisa dikelompokkan sebagai terkondisikan dengan
A1 atau terkondisikan dengan A2.
Di dalam hubungan seperti
ini, istilah dikondisikan (conditioned)
tidak selalu berarti ada pembelajaran sebelumnya.
Mungkin akan lebih tepat bila dikatakan bahwa setiap elemen melekat pada salah
satu kelompok respons, sehingga elemen-elemen
stimulus yang sebelumnya melekat pada
A1 menjadi melekat pada A2 atau sebaliknya, bagi Estes
perubahan semacam inilah yang dinamakan sebagai pembelajaran.
Perubahan-perubahan ini
merupakan proses pengkondisian dan karenanya Estes menyatakan bahwa suatu
elemen dikondisikan dengan suatu respons ketika elemen itu cenderung
menghasilkan respons tersebut.
Dari berbagai macam penjelasan di atas, maka
dapat diketahui bahwa belajar menurut Estes bukan hanya hubungan stimulus dan respons,
tetapi juga terdapat hubungan response
dan outcome, yaitu belajar dan
mengingat yang akan menimbulkan konsekuensi tertentu sehingga subjek melakukan
tindakan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Estes memandang belajar bukan hanya pengkondisian atas banyak hubungan stimulus-respons, tetapi terdapat hubungan
antara response-outcome yang mana
kemudian Estes membagi respons yang ada ke dalam dua kategori, yaitu respons yang menghasilkan
hasil tertentu dan respons yang tidak menghasilkan.
B. Saran
1.
Bagi
dosen pengampu mata kuliah teori
pembelajaran dapat membantu
dalam proses belajar mengajar di kelas dengan menerangkan dan menjelaskan
materi yang menyangkut tentang teori belajar menurut Estes.
2.
Bagi
mahasiswa diharapkan makalah ini dapat memberikan pengetahuan terutama tentang
teori belajar.
DAFTAR PUSTAKA
B.R
Hergenhahn dan Matthew H. Olson. (2008). Theories
of Learning. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
(http://fairisawaliyah.blogspot.com/2011/06/
model-stimulus.html di download pada tanggal 10 September
2013).
No comments:
Post a Comment